Malang, NU Online
Dengan hadirnya teknologi informasi, sebenarnya mempermudah menyampaikan materi pelajaran di madrasah, karena pada dasarnya teknologi itu mempermudah bukan mempersulit.
Demikian disampaikan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Diklat Kemenag, Amsal Bakhtiar, saat membuka Workshop Pengembangan Metode Pembelajaran PAI Berbasis IT di Madrasah Aliyah yang digelar di Malang, Jawa Timur, Rabu (2/10) malam.
“Termasuk mic ini, ini mempermudah saja. Tanpa mic ini, paling-paling hanya dua tiga orang saja yang mendengar suara saya. Tapi ada teknologi mic maka satu ruangan menjadi terdengar dengan baik. Itulah teknologi,” ujar Amsal mencontohkan.
Perkembangan teknologi itulah, lanjut Amsal, yang perlu diantisipasi. Sebagai guru agar kita tidak 'gaptek' (gagap teknologi). Artinya jangan sampai murid kita lebih pintar dan lebih banyak pengetahuannya dari sang guru.
“Ini kan terbalik, siapa yang jadi murid, siapa yang jadi guru. Iya kan,” tandas Amsal.
Menurut dia, tak jarang para murid bisa menjelajahi situs-situs kuno lewat ponsel dan internet. “Nah, jangan sampai bapak ibu guru ketinggalan informasi ketika mengajar Sejarah. Misalnya, murid bisa mencari makam Ibnu Khaldun di Tunisia. Bahkan, kuburannya pun bisa dilihat pakai tiga atau empat dimensi,” paparnya.
Kesemuanya itu, lanjut dia, bisa ditanyakan langsung kepada “Mbah Google”. Misalnya, melalui Wikipedia. Jika kita cermati perkembangan teknologi, sekarang ini sudah mencapai apa yang disebut revolusi industri 4.0. Sebelumnya 3.0. ditandai munculnya komputer yang sangat mengubah pola pikir manusia.
“Bapak ibu mungkin pernah menggunakan mesin ketik. Kalau salah harus dihapus pakai tip ex. Kalau umpamanya perlu lampiran, maka harus pakai karbon yang hitam itu. Kalau salah, tiga-tiganya harus ditip ex. Dan itu nggak kering langsung. Musti ditiup-tiup dulu agar cepat kering,” selorohnya.
Pria asal Padang ini menambahkan, setelah ditemukannya android atau telepon pintar, semuanya semakin dahsyat lagi. Maka disebut dengan perkembangan IT 4.0. yang ditandai dengan internet of things.
“Di ruangan ini semuanya pegang ponsel. Tadi saya di bandara menunggu pesawat, saya lihat ratusan orang duduk di ruang tunggu semuanya pegang HP. Tidak ada yang tidak pegang HP. Bayangkan aja itu Bandara Soekarno-Hatta mulai gate 1 sampai 28 semua orang nunggu pesawat sambil pegang android. Hal-hal inilah yang sebelumnya tidak pernah kita bayangkan. Itulah yang kita sebut sebagai era disrupsi atau shock culture,” tandasnya.
Perhatikan saja anak-anak milenial sekarang ini. Mereka berbelanja melalui online. Tinggal klik smartphone-nya langsung datang sendiri ke rumah.
“Ini yang membuat orang semakin malas. Keluar rumah saja malas karena semua datang ke rumah. Ke depan, bisa jadi asap di dapur bakal hilang karena sudah ada Go Food. Dan ini bisa jadi lebih efisien dan murah,” ujar Amsal.
Tiga Kali FGD
Dalam laporannya, Kabid Litbang RA dan Madrasah Puslitbang Penda Hj Alfinar Aziz mengatakan, draft panduan yang akan dibahas itu sudah dipersiapkan melalui beberapa tahap. “Tiga kali Focus Group Discussion (FGD) pada tahap persiapan. Lalu, tahap verifikasi dengan melibatkan para guru dan pengawas PAI di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya,” kata dia.
Ia berharap, para peserta lokakarya bisa memberikan masukan dan koreksi sehingga dapat digunakan sebagai pedoman pembelajaran PAI berbasis IT. “Kami mohon, bapak ibu sekalian memberi kritikan konstruktif atas panduan ini,” harap Alfinar.
Peneliti Ahli Utama Imran Siregar selaku koordinator kegiatan mengatakan, tiga akademisi, yakni Dr Baiq Hana Susanti dan M Arif Hadiwinata (UIN Jakarta), serta Dr Taufiqurrahman dari UIN Malang dihadirkan sebagai narasumber.
Kegiatan ini mengundang 56 guru MA se-Malang Raya terdiri dari Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu, Kabupaten Blitar, dan Pasuruan. Workshop dijadwalkan tiga hari, Rabu-Jumat, 2-4 Oktober 2019 di Hotel Aria Gajayana Komplek MOG Jl Kawi No 24 Klojen Malang.
Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Abdul Muiz