Nasional

Tips Mendidik Anak di Rumah agar Tidak Menjadi Pelaku Kekerasan

Jumat, 3 Maret 2023 | 19:45 WIB

Tips Mendidik Anak di Rumah agar Tidak Menjadi Pelaku Kekerasan

Praktisi parenting dari Pesantren Khaira Ummah Malang, Nuvisa Rizqid Diiny El Ulya. (Foto: Dok. pribadi)

Malang, NU Online

 

Ketika anak melakukan kekerasan pada diri sendiri dan orang lain, salah satu hal yang perlu disorot yaitu cara mendidik dari kedua orang tua.

 

Menurut praktisi parenting dari Pesantren Khaira Ummah Malang, Nuvisa Rizqid Diiny El Ulya, untuk menghindari hal tersebut maka peran orang tua sangat penting.

 

Setidaknya dalam proses membuat anak selesai dengan diri sendiri. Hal dasar yang perlu diberikan adalah kasih sayang dan perhatian.

 

Dengan kasih sayang yang diberikan maka akan menguatkan jiwanya dan tidak melakukan sesuatu yang aneh agar dapat perhatian dan kasih sayang.

 

“Cara menguatkan jiwanya yaitu dengan memberikan kasih sayang kepada anak, sehingga tidak kekurangan kasih sayang. Supaya sang anak tahu, sejauh apapun mereka dari orang tua, mereka tidak kehilangan kasih sayang,” jelasnya saat ditemui di Pesantren Khaira Ummah, Jumat (3/3/2023).

 

Baginya, kata-kata cinta dan sayang tersebut disampaikan secara berulang-ulang, khususnya sebelum tidur. Istilah lainnya yaitu sounding. Metode ini bisa mulai dilakukan sedini mungkin. Lalu mulai melatih kemandirian kepada anak sejak kecil.

 

“Saya melakukan sounding sebelum tidur kepada anak-anak, bisa dalam bentuk cerita, curhat, atau ngobrol santai yang disisipi pesan moral,” katanya.

 

Dikatakan, anak juga diajarkan mengatasi masalahnya secara mandiri dan bijak. Sederhananya, ketika anak ada masalah lalu menangis maka jangan terburu-buru meminta diam. Biarkan anak mengekspresikan perasaannya.

 

“Di sini bukan berarti memanjakan anak, lebih pada proses membuat anak agar selesai dengan dirinya sendiri,” tegasnya.

 

Ning Nuvis menekankan jika orang tua harus bisa memvalidasi perasaan anak ketika terlihat murung atau tertekan. Karena self healing yang paling mudah adalah ketika seseorang bisa memvalidasi perasaan anak.

 

Berhubung seorang anak masih bingung dengan dirinya sendiri. Maka membersamai setiap proses tumbuh kembang mereka merupakan upaya agar kelak mereka mampu mengerti, memahami, menemani dirinya sendiri.

 

“Di sinilah peran orang tua, pembina atau pengurus pesantren mengarahkan anak untuk bisa mengontrol emosi. Agar tidak meluap-luap, yang bisa merugikan diri sendiri dan orang banyak,” imbuhnya.

 

Perempuan yang biasa disapa Ning Nuvis ini menjelaskan, acap kali seorang anak tidak selesai dengan diri sendiri, di mana hal itu berawal dari ketidakmampuan seorang anak mengekspresikan perasaannya sehingga tertahan cukup lama dan di suatu waktu meledak.

 

Namun, apabila ada masalah lain yang harus diselesaikan, orang dewasa di sekitar anak harus segera mencari solusi terbaik dan memberikan pemahaman ketika keinginan anak terlalu berlebihan atau bertentangan dengan norma yang berlaku.

 

Komunikasi sangat dibutuhkan dalam hal ini. Sehingga mengatasi masalah tanpa menimbulkan masalah baru. Terpenting, anak tidak kehilangan sosok orang tua. Di usia tumbuh kembang, anak butuh sosok yang ada buat mereka. Memberikan masukan saat ada masalah.

 

Setidaknya orang tua mengapresiasi seperti ketika anak berhasil dalam sebuah hal maka berikan apresiasi secukupnya. Namun, berikan juga masukan dan kritikan membangun.

 

Begitu pula ketika anak melakukan kesalahan, berikan pengarahan dan penjelasan hingga kritikan membangun.

 

“Hanya saja tidak perlu diungkit-ungkit terus ketika anak melakukan kesalahan baru. Seakan-akan anak melakukan kesalahan terus,” pintanya.

 

Langkah selanjutnya membuat anak percaya kepada orang tua, caranya selain tercukupi kasih sayangnya, orang tua harus jadi contoh yang baik bagi anak. Semisal meminta anak belajar, setidaknya orang tua mencontohkan terlebih dahulu.

 

“Selanjutnya baru masuk pada proses mengembangkan potensi minat dan bakat anak secara tepat. Karena tidak ada lagi masalah yang mengganggu atau tidak terselesaikan,” tandasnya.

 

Kontributor: Syarif Abdurrahman

 

Editor: Fathoni Ahmad