Jombang, NU Online
Ada kisah menarik ketika gejolak perpolitikan di tanah air memanas untuk melengserkan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dari kursi presiden. Salah seorang 'nyletuk' Gus Dur kurang shodaqoh karena tidak sempat dan jadwalnya padat.
Mendengar hal itu, Khofifah Indar Parawansah yang berada bersama Gus Dur lalu bergegas mengumpulkan uang 20 ribuan untuk dibagikan kepada orang-orang yang kurang mampu dalam kurun waktu 2 bulan.
"Kenapa Gus Dur bala'nya banyak?" tanya Khofifah, yang saat itu tengah cemas.
"Shodaqoh lidaf'il bala'. Saya berharap dengan shodaqoh itu tidak hanya bisa menyelamatkan Gus Dur saja, tapi menyelamatkan bangsa ini," bebernya ketika memberikan sambutan di acara Haul Gus Dur ke-8 di Pesantren Tebuireng Jombang, Kamis (28/12).
Meskipun sebetulnya, dalam persoalan itu, tidak sedikitpun Gus Dur merasa cemas bahwa akan diturunkan dari jabatannya, justru yang cemas dan khawatir adalah sahabat-sahabat Gus Dur.
Tidak sendirian, Khofifah yang pernah menjabat sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan era Gus Dur itu juga didampingi tokoh-tokoh loyalis Gus Dur lainnya seperti Mahfud MD dan Rizal Ramli, yang pada kesempatan malam itu juga turut hadir memberikan sambutan.
Dalam penuturannya, Khofifah yang sejak muda mendampingi Gus Dur, mengaku banyak belajar kebangsaan dan kenegaraan dari gurunya itu.
"Ketika Gus Dur di Amerika, Gus Dur mengatakan, di negeri saya, saya melindungi minoritas. Tolong di negeri anda, anda melindungi minoritas," ungkap Khofifah yang saat ini menjabat Menteri Sosial di Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo.
Sisi lain, banyak yang tidak mengetahui prestasi Gus Dur ketika menjabat sebagai Presiden RI selama 21 bulan selain keberhasilan Gus Dur merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa.
"Betapa dalam kurun waktu 21 bulan menjadi presiden. Seorang Gus Dur mempunyai prestasi yang gemilang di bidang ekonomi, dan lain-lain," imbuh Ketua PP Muslimat NU ini.
Ada proses timbal balik, lanjutnya, tidak semua orang nutut (tidak sampai) dengan pikiran KH Abdurrahman Wahid.
"Kehati-hatian Gus Dur menempatkan (kader NU, red) di pos-pos strategis," jelas mantan politisi PKB itu.
Ia juga meyakinkan bahwa warga Nahdliyin mempunyai potensi untuk mengisi pos-pos strategis negara.
"Hari ini kita butuh de facto, bahwa di lingkungan NU sudah memenuhi kebutuhan bagaimana (pos-pos, red) kemerdekaan ini kita isi," tambahnya jelas.
Cerita lain dari kesederhanaan Gus Dur, lanjut Khofifah adalah ketika Gus Dur menjadi presiden dan beliau memilih di wisma negara.
"Salah satu yang mendampingi untuk merumuskan kabinet-kabinet salah satunya adalah saya. Saya termasuk yang mendapatkan tugas untuk menelpon menteri-menteri," tutur mantan Ketua BKKBN ini.
Oleh sebab itu, dari pada disebut sebagai sahabat Gus Dur, Khofifah lebih senang disebut sebagai santri dari KH Abdurrahman Wahid.
"Jika saya disuruh sambutan atas nama persaksian sahabat Gus Dur, sebetulnya saya lebih tepat adalah santrinya Gus Dur, bahkan santri yang belum lulus," ujarnya.
Di akhir sambutannya, ia mengajak segenap khalayak untuk bersama-sama berharap dan berdoa masuk syurga bersama para alim ulama.
"Di samping kita ada maqbarohnya KH Hasyim Asy'ari, KH Wahid Hasyim. Jikalau pada saatnya KH Hasyim Asy'ari beserta dzuriyahnya masuk surga. Semoga kita ikut berbondong-bondong masuk surganya Allah. Meskipun Gus Dur jasadnya telah wafat, namun pikiran-pikiran Gus Dur tetap bersama kita," pungkasnya. (Rif'atuz Zuhro/Zunus Muhammad)