UIN Alauddin Makassar: Pionir Moderasi Beragama, Inklusivitas, dan Komitmen Pendidikan Toleran
Senin, 25 Desember 2023 | 06:00 WIB
Pojok Gusdurian bekerja sama dengan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Makassar menggelar dialog yang bertemakan Membangun Moderasi Beragama dari Kampus di Pelataran Masjid Kampus II UIN Alauddin Makassar (Dok. UIN Alauddin Makassar)
Suci Amaliyah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar semakin meneguhkan reputasinya sebagai lingkungan yang menghargai keraagaman dan toleransi. Kampus ini menjelma sebagai pionir dalam menerapkan moderasi beragama. Kampus yang berlokasi di tengah kota ini telah berhasil menciptakan atmosfer inklusif dengan menerima mahasiwa dari berbagai latar belakang agama dapat belajar bersama dan saling memahami. Pendekatan moderasi beragama di kampus ini tidak hanya menciptakan harmoni antar umat beragama tetapi menjadi contoh bagi institusi pendidikan tinggi lainnya.
Salah satu langkah konkrit yang diambil oleh UIN Alauddin Makassar adalah menerima mahasiswa non muslim. Wakil Rektor Bidang Akademik 2011-2015 Prof H Ahmad Sewang menyatakan bahwa perubahan status dari Institut Agama Islam menjadi Universitas menuntut untuk terbuka kepada siapa saja selama dia mengikuti aturan.
“Diterimanya mahasiswa non-Muslim untuk kuliah di UIN Alauddin Makassar saya kira tak ada masalah. Hal ini dikarenakan status kampus kita sudah Universitas dan harus membuka diri, yang jelas mereka mengikuti aturan yang ada,” kata Sewang dilansir dari laman UIN Alauddin Makassar.
Mahasiswa asal Sumatera Utara, Rilan Christian Purba mengaku senang memilih UIN Alauddin sebagai tempat melanjutkan studinya selain karena ingin belajar ilmu kesehatan juga dikarenakan faktor ekonomi. Rilan berkata biaya pendidikan di daerahnya sangat tinggi sementara di UIN Alauddin yang statusnya negeri biayanya lebih terjangkau. Ia pun tak mempermasalahkan jika menjadi bagian dari minoritas. “Saya yakin masyarakat di sini bisa menerima saya,” jelasnya.
Penuturan yang sama disampaikan Katalinya L Tukan atau yang akrab disapa Katyln, mahasiswa non-Muslim prodi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora (FAH). Keputusan kuliah di UIN Alauddin didasari kondisi ekonomi yang tidak memadai sementara UIN menawarkan biaya terjangkau untuk mahasiswanya, walaupun harus ditempuh dengan keluar dari zona nyaman dan menjadi minoritas di tengah komunitas mahasiswa Islam.
Dalam menghadapi aturan-aturan kampus, seperti aturan berjilbab dan hafalan juz 30 saat pengajuan skripsi, pihak kampus tak mewajibkannya. “Waktu itu sebelum masuk proses perkuliahan, saya dipanggil oleh ketua jurusan, di situ mereka kaget saya mengenakan jilbab dan mereka mengatakan mengapa harus mengenakan jilbab karena tidak ada aturan terkait pemakaian jilbab oleh mahasiswi non-Islam,” ujar Katlyn.
Dia juga tak diwajibkan mengahafal Al-Qur’an dan hadis, hanya menyimak setiap materi yang dijelaskan teman-temannya. Hal ini membuka kesempatan bagi Katlyn untuk memperluas wawasan tentang keanekaragaman di Indonesia. Keberadaannya sebagai minoritas bukan menjadi hambatan melainkan memberikan pengalaman baru dalam menjalin hubungan sosial dan memahami makna toleransi yang sesungguhnya.
Pojok Gus Dur, ruang moderasi beragama di Kampus
Dalam upayanya meningkatkan pemahaman antaragama, kampus ini menggelar diskusi inspiratif yang emngusung semangat Gus Dur. Pojok Gus Dur menjadi sebuah ruang di UIN Alauddin Makassar yang diberi nama sesuai dengan pemikiran dan warisan KH Abdurrahman Wahid menjadi simbol moderasi beragama. Tempat ini dirancang untuk mendorong dialog antaragama dan mempromosikan pemahaman yang lebih mendalam tentang toleransi.
Pojok Gusdur kampus merupakan diskusi mingguan yang dilakukan oleh penggerak gusdurian yang berasal dari berbagai macam kampus dengan mengangkat tema sektoral yang berkaitan dengan nilai-nilai sembilan utama Gus Dur serta mempromosikan keberagaman di lingkungan kampus.
Sekretaris Jurusan Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin dan Ilmu Politik (FUFP) Syamsul Arif mengatakan hal ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengubah cara pandang dalam beragama secara moderat. Artinya, beragama dengan memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem kiri atau kanan. Kampus lah contoh terbaik untuk belajar apalagi menelaah terkait moderasi beragama.
KKN moderasi beragama
Setiap tahun, pihak kampus juga mengirimkan mahasiswa untuk aktif terlibat dalam kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) Nusantara di Tanah Toraja yang memiliki penduduk menganut agama leluhur bersama mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) seperti UIN Sunan Gunung Djati Bandung, UIN Ar-Rniry Banda Aceh, IAIN Kendari, Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugrawi Denpasar, IAIN Pare-pare, IAIN Kudus, STAIN Majene, UIN KH Ahmad Siddiq Jember.
Pihak kampus juga melibatkan mahasiswa sebagai agen perubahan dalam sosialisasi moderasi beragama. Dengan mengadakan berbagai kegiatan sosial dan memberikan kontribusi nyata untuk menciptakan lingkungan kampus yang inklusif. Pendekatan ini mencerminkan komitmen UIN Alauddin Makassar untuk menjadi lembaga pendidikan yang memahami dan merangkul keberagaman, menciptakann suasana kampus yang harmonis dan melibatkan mahasiswa dalam membentuk masyarakat yang toleran.
Dosen pelopor moderasi beragama
Tak hanya mahasiswa UIN Alauddin Makassar yang diberi penguatan moderasi beragama, 41 dosen dicetak sebagai pelopor moderasi beragama di masyarakat. Program ini atas inisiasi Kementerian Agama untuk mengakselerasi sekaligus menguatkan pemahaman dan penerapan moderasi beragama dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, Wakil Rektor Bidang Akademik 2019-2023 Prof Mardan mengatakan orientasi penguatan moderasi bearagam ini dilaksanakan untuk melibatkan bahwa bangsa Indonesia yang mayoritas muslim namun dalam praktek keagamaan memprihatinkan.
“Orientasi moderasi bergaama ini dilakukan untuk menepis bahaya laten di masyarakat yakni paham radikal. Sehingga kegiatan ini memberi pemahaman serta komitmen kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik,” katanya.
Menurutnya, dosen merupakan garda terdepan dalam mendidik anak bangsa sehingga perlu penguatan moderasi beragama. Hal ini untuk menguatkan kapasitas profesionalisme dosen dalam mencegah paham radikalisme.
Wakil Rektor UIN Alauddin Makassar 2023-2027 Prof Kamaluddin mengatakan bahwa selain menjadi program strategis Kementerian Agama, penguatan moderasi beragama juga merupakan salah satu Pancacita Rektor dalam bidang akademik. Sebagaimana amanat Pancacita Rektor, penguatan moderasi beragama harus diikuti oleh seluruh civitas akademik kampus, baik dosen, pegawai dan mahasiswa sehingga upaya dilakukan secara masif.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua