Nasional

Usulan Soeharto Jadi Pahlawan adalah Upaya Hapus Luka Sejarah dan Ancam Kebebasan Pers

NU Online  ·  Jumat, 7 November 2025 | 17:30 WIB

Usulan Soeharto Jadi Pahlawan adalah Upaya Hapus Luka Sejarah dan Ancam Kebebasan Pers

Direktur Eksekutif LBH Pers Mustafa Layong dalam konferensi pers bertema Soeharto Bukan Pahlawan, Bungkam Kebebasan Pers dan Ekspresi yang digelar di Kopi Kina Raden Saleh, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (7/11/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)

Jakarta, NU Online

Direktur Eksekutif LBH Pers Mustafa Layong mengecam keras pengusulan Soeharto sebagai pahlawan nasional.


Menurutnya, usulan ini secara nyata merupakan pengaburan (atau: pengingkaran) luka sejarah bangsa dan ancaman serius terhadap kebebasan pers dan berekspresi.


“Masih banyak saksi, arsip, dan buku yang jelas menunjukkan bagaimana Soeharto melakukan tindakan represif terhadap media, masyarakat sipil, bahkan kesenian. Banyak warga yang harus kehilangan nyawa akibat kebijakan represif itu. Mengusulkannya sebagai pahlawan berarti melukai kembali luka bangsa,” tegasnya.


Pernyataan itu disampaikan dalam konferensi pers bertema Soeharto Bukan Pahlawan, Bungkam Kebebasan Pers dan Ekspresi yang digelar di Kopi Kina Raden Saleh, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (7/11/2025).


Mustafa juga menyampaikan bahwa LBH Pers telah mengirim surat terbuka kepada Kepala Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Fadli Zon, agar menolak usulan tersebut. LBH Pers juga mengingatkan bahwa Fadli sendiri dahulu merupakan salah satu tokoh yang ikut mendesak lengsernya Soeharto.


“Kalau Soeharto disebut pahlawan, lalu apa sebutan bagi mahasiswa dan rakyat yang menumbangkannya dahulu?” tanyanya retoris.


“Ketika Soeharto dijadikan pahlawan, maka praktik pembredelan media, kekerasan pada rakyat, dan tragedi kemanusiaan berdarah seperti Malari dan Semanggi otomatis dianggap sebagai capaian. Padahal reformasi hadir agar bangsa ini tidak terjerumus kembali ke masa itu,” tambah Mustafa.


Sementara itu, Perwakilan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Oktaviani, memaparkan empat alasan utama penolakan terhadap Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. Alasan pertama yaitu terkait jejak pelanggaran HAM berat yang dilakukan di masa pemerintahannya.


“Kedua, tindakan represif terhadap oposisi. Ketiga, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merusak sendi demokrasi,” jelasnya.


“Keempat, Soeharto tidak memenuhi kriteria moral dan kemanusiaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan,” tambahnya.


Oktaviani menegaskan bahwa jika mengacu pada nilai kemanusiaan, keadilan, dan integritas moral, Soeharto mutlak tidak layak disebut sebagai pahlawan.


Ia juga menyoroti bahwa dampak kerusakan demokrasi dan budaya korupsi yang ditinggalkan oleh Soeharto masih dirasakan hingga saat ini.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang