Wakil Rais 'Aam PBNU KH Anwar Iskandar Jelaskan Awal Mula Tahun Baru Islam
Rabu, 19 Juli 2023 | 18:00 WIB
Wakil Rais 'Aam PBNU, KH Muhammad Anwar Iskandar saat menyampaikan mauidzah hasanah pada Istighotsah dan Doa Bersama 1 Muharram 1445 H Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, Selasa (18/7/2023) di Lapangan Aula Muktamar Pesantren Lirboyo. (Foto: Tangkapan layar Youtube Pondok Lirboyo)
A. Syamsul Arifin
Penulis
Jakarta, NU Online
Wakil Rais 'Aam PBNU, KH Muhammad Anwar Iskandar menjelaskan sejarah singkat penentuan awal mula tahun baru Islam atau yang biasa disebut tahun baru hijriah. Istilah hijriah ini diambil dari peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah pada masa Sahabat Umar bin Khattab melalui kesepakatan para Sahabat.
"Awal tahun hijriah atau awal tahun Islam. Tahun Islam itu menurut kesepakatan rapat sahabat ketika zaman Sayyidina Umar, dispekati dimulai dari bulan Muharram," katanya saat menyampaikan mauidzah hasanah pada Istighotsah dan Doa Bersama 1 Muharram 1445 H Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, Selasa (18/7/2023) di Lapangan Aula Muktamar Pesantren Lirboyo.
Sebelum hal itu disepakati, usulan beragam dari para sahabat. Misalnya Sahabat Ali bin Abi Thalib yang mengusulkan awal tahun hijriah dimulai dari kelahiran Nabi Muhammad saw. Namun, usulan itu tidak disepakati karena dikhawatirkan akan timbul fanatisme yang berlebihan.
"Karena khawatir nanti akan terjadi ta'asshub atau fanatisme pribadi kepada Rasulullah, sehingga taassub kalau tidak hati-hati, kebablasan sampai menganggap Nabi Muhammad saw sebagai Tuhan. Itu yang dikhawatirkan. Jadi Rasulullah Muhammad saw berhenti hanya sampai kepada utusan Allah saja. Tidak menjadi tuhan," jelasnya.
Selain Sayyidina Ali, Sahabat lain mengusulkan awal tahun Islam dimulai dari bulan Rajab, karena di bulan itu ada peristiwa penting, bagaimana shalat lima waktu dan diperintahkan, tepatnya saat Isra' Mi'raj Nabi Muhammad saw. "Maka untuk menandai betapa pentingnya shalat lima waktu, awal tahun Islam diusulkan pada hari itu, pada Rajab," ucapnya.
Usulan ini pun tidak disepakati. Ide yang disepakati pada saat itu keluar dari Sayyidina Umar yang mengusulkan awal tahun Islam dimulai dari bulan Muharram atau bulan Suro. "Karena di bulan ini ada peristiwa penting, yaitu hijrahnya Nabi Muhammad saw dari Makkah ke Madinah," tuturnya.
Dalam keterangan lain, sebagaimana pada artikel yang ditulis Ustadz Alhafiz Kurniawan di NU Online: Sejarah Tahun Baru Hijriah menyebutkan bahwa ada banyak riwayat yang menceritakan proses penetapan awal tahun hijriah. Namun, dari sekian riwayat itu, semuanya menjelaskan bahwa penetapan tahun hijriah dilakukan pada masa masa pemerintahan Umar bin Khattab.
Ia lantas menuliskan riwayat Abu Nuaim dan Al-Hakim, suatu hari Abu Musa Al-Asy’ari menulis sepucuk surat kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra. "Sungguh, surat-surat darimu telah kami terima tanpa catatan tanggal, bulan, dan tahun."
Umar bin Khattab ra kemudian mengundang para Sahabat terkemuka untuk memusyawarahkan masalah ini. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari, [Kairo, Darul Hadits: 2004 M/1424 H], juz VII, halaman 307).
"Hari apa yang kita dapat jadikan patokan dalam menulis penanggalan?" kata Sayyidina Umar membuka musyawarah.
"Tulislah penanggalan berdasarkan pengangkatan kenabian-kerasulan Nabi Muhammad saw," usul sebagian sahabat.
"Berdasarkan hijrah saja," kata sahabat lain yang hadir.
"Hijrah memisahkan yang hak dan batil. Jadikan ia sebagai pedoman tahun penanggalan," kata Umar bin Khattab ra.
"Mulai dari bulan Ramadhan," usul salah seorang Sahabat ketika pembahasan beralih ke penentuan bulan pertama.
"Tidak, mulailah dari bulan Muharram karena ia waktu orang bergegas meninggalkan rangkaian haji," kata Umar bin Khattab ra.
Putusan Muharram sebagai bulan pertama dan peristiwa hijrah sebagai tahun pertama dalam penulisan kalender hijriah disepakati oleh anggota musyawarah.
Musyawarah penentuan tahun baru Islam (kalender hijriah) ini terjadi tahun 17 H, yaitu tahun keempat kepemimpinan Amirul Mukminin Umar bin Khattab. (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: VII/308).
Pada riwayat Al-Hakim, Sayyidina Umar mengumpulkan para sahabat untuk mendiskusikan penanggalan surat. "Hari apa yang kita dapat jadikan patokan kita dalam menulis penanggalan?" kata Sayyidina Umar ra membuka musyawarah.
"Sejak hari pertama Rasulullah berhijrah, meninggalkan tanah kemusyrikan (Kota Makkah)," usul Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra.
Pendapat ini diterima dan dijalankan oleh Umar bin Khattab ra.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua