Nasional

Wildan Ramadani, Remaja Korban Meninggal Tragedi Kanjuruhan, Sang Kakak: Dia Rutin Ngaji dan Shalawatan

Kamis, 6 Oktober 2022 | 12:30 WIB

Wildan Ramadani, Remaja Korban Meninggal Tragedi Kanjuruhan, Sang Kakak: Dia Rutin Ngaji dan Shalawatan

Foto ilustrasi: dua orang perempuan berdoa di monumen Singo Tegar untuk mengenang para korban meninggal dari tragedi Kanjuruhan, Malang. (Foto: kompas.com/Suci Rahayu)

Malang, NU Online 

Dengan langkah gontai, Issatus Saadah mendekati sebuah ruang di rumah sakit Wafa Husada tempat ia bekerja untuk mencari jenazah adik kandungnya, Wildan Ramadani (16). Wildan menjadi salah satu korban tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) malam.


Setibanya di kamar jenazah, perempuan yang disapa Issa itu membuka satu per satu korban yang sudah terbungkus kantong untuk mengenali wajah adik kinasihnya itu. Setelah berhasil menemukan baju yang dikenakan adiknya saat itu, Issa tak kuasa menitikan air mata melihat sosok yang dikenalinya itu berbaring tak berdaya. Ia temukan adiknya dengan kondisi wajah biru lebam, hitam, dipundaknya terlihat merah memar seperti bekas terinjak orang. 


Mendengar kabar dari tetangga rumah

Issa tak menyangka adik yang amat disayanginya itu menjadi salah satu korban tragedi Kanjuruhan. Pasalnya sang adik di hari itu berpamitan dengan guru ngaji dan orang tuanya untuk menghadiri majelis shalawatan yang rutin dia ikuti.


“Sudah menjadi rutinitas Wildan tiap malam minggu menghadiri majelis ini kalau pulang dia nginap di TPQ tempat dia ngaji. Jadi hari itu adikku pamit ke ibu dan ustadz untuk ke majelis. Ternyata di hari itu majelis libur, diundur karena ada pertandingan Arema,” tutur Issa kepada NU Online, Kamis (6/10/2022). 


“Sehingga sampai hari minggu pagi, ibu dan saya mengira adik tidur di TPQ seperti malam-malam sebelumnya bukan pergi nonton pertandingan bola bersama teman-temannya,” imbuhnya.


Issa mengaku mendengar kabar adiknya jadi korban dalam tragedi yang menurut data pemerintah itu menewaskan 125 korban jiwa dari salah satu tetangga dekat rumah. Meski awalnya tidak percaya, ia kemudian menghubungi rekan kerjanya untuk mencari informasi keberadaan sang adik, Wildan.


“Tetangga memberitahu bahwa adik ikut nonton bola, dia tidak pergi ke majelis shalawat. Di situ saya dan ibu panik. Aku pergi ke TPQ memastikan bahwa adik aku baik-baik saja tapi hasilnya nihil dia tidak ada di sana,” terang Issa.


“Aku dan ibu meminta bantuan keluarga untuk mencari Wildan dan tanpa pikir panjang aku berangkat ke rumah sakit karena notabene saya karwayan di sana kebetulan minggu pagi dinas jadi pikirku kalau tidak ada apa-apa lanjut kerja, utama tetap nyari adik. Namun sebelum berangkat aku sempat telepon teman-teman untuk mencari Wildan di IGD,” paparnya.


Berharap mendapat kabar baik, ia justru dikagetkan oleh informasi yang didapatkan dari salah satu pegawai rumah sakit bahwa ada salah satu korban yang ciri-ciri fisiknya mirip Wildan. 


“Saat sampai di sana, aku diantar salah satu temanku masuk ke ruang IGD isolasi, sebetulnya tempat itu digunakan untuk isolasi pasien Covid. Saat aku masuk melihat banyak sekali jenazah yang sudah terbungkus kantong dan sulit dikenali karena wajah sudah hitam,” bebernya.


Kronologi kejadian, pintu 13 menelan korban jiwa

Issa bercerita adiknya menonton laga Arema FC melawan Persebaya bersama 8 teman lainnya ke Stadion Kanjuruhan. Namun, dari 9 anak ini tersisa 7 orang yang pulang dengan keadaan selamat. Wildan dan satu rekannya pulang dengan keadaan tak bernyawa.


Kronologi kejadian yang merenggut nyawa adiknya itu kemudian disampaikan saksi mata kepada keluarga besar. Menurutnya, kejadian bermula karena tembakan gas air mata di tribun 13 tempat Wildan duduk, tak hanya gas air mata ada ledakan yang mengarah ke tribun tersebut.


“Menurut teman-temannya yang selamat saat itu terjadi ledakan salah seorang dari mereka kemudian menutup wajah menggunakan tangan namun sayangnya pas dia membuka tangan yang menutup wajahnya adiku dan dua teman lainnya sudah lari entah ke mana,” kata Issa menceritakan ulang kesaksian dari korban selamat.


Diceritakan, sebelumnya 9 anak ini bersepakat untuk keluar dari stadion melalui pintu 12 karena di pintu tersebut banyak orang berebut keluar hingga berdesak-desakan. Suara minta tolong kencang terdengar bersahutan. Suporter yang terjatuh pun terinjak-injak. Lalu mereka memutuskan keluar lewat pintu 14 dan lewat jalur mobil para pemain sepak bola.


Sempat merayakan ultah ke-16

Issa mengungkapkan beberapa hari sebelum mendapat kabar tragis itu, ia sempat merayakan ulang tahun adiknya yang baru saja duduk melanjutkan pendidikan di SMKN 1 Gedangan, Malang, Jawa Timur.


“Usia Wildan baru 16 tahun, tepat 28 September 2022 kemarin. Aku sempat memberikan dia kue kecil, wajahnya begitu sumringah. Di mata keluarga Wildan itu pendiam sekali ngobrol hanya seperlunya saja kecuali dengan aku, kakak dan ibuku dia bakal loss dan banyak bicara,” ungkap Issa mengenang sosok adik kesayangannya.


Harapan keluarga

Dia berharap pemerintah mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan yang menimpa ratusan orang, termasuk adiknya. Pasalnya ini bukan sekadar angka dan data, namun berkaitan dengan nyawa manusia. 


“Aku bertanya-tanya kepada panitia pelaksana, kalau mereka tidak bisa menjamin keamanan, mengapa membuat sebuah pertandingan? Sampai hari ini aku masih terus mencari jawaban penyebab dan kronologi adik kandung saya meregang nyawa di pertandingan bola ini. Pemerintah harus usut tuntas tragedi ini,” harap Issa.


Tragedi Kanjuruhan harus dikawal demi keadilan korban

Diberitakan sebelumnya, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mohammad Syafi Alielha ikut berbicara soal tragedi Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10/2022). Ia meminta bahwa tragedi yang menewaskan ratusan orang penonton itu harus dikawal sampai tuntas demi keadilan para korban.


“Seratusan orang meninggal adalah kasus luar biasa yang tak bisa dibiarkan berlalu begitu saja. Mesti dikawal demi keadilan para korban,” kata pria yang akrab disapa Savic Ali itu dalam cuitan di akun twitternya, Rabu (5/10/2022).


131 korban jiwa meninggal

Hingga Selasa (4/10/2022) pukul 10.00 WIB, tragedi di Stadion Kanjuruhan menewaskan 131 orang. Tragedi tersebut sekaligus menjadikan sebagai tragedi sepak bola dengan korban jiwa terbesar ketiga dalam sejarah kericuhan di stadion sepak bola.


Tragedi itu terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu, 1 Oktober 2022, usai pertandingan antara tuan rumah Arema FC yang kalah melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3.


Suporter Arema FC yang kecewa dengan kekalahan itu melampiaskan dengan turun ke lapangan sehingga polisi berupaya menghalau, termasuk menembakkan gas air mata.


Penonton yang panik berlari ke pintu keluar sehingga terjadi penumpukan. Akibatnya fatal, banyak penonton yang terinjak-injak, terhimpit, dan sesak nafas. Kepolisian telah mencatat sebanyak 455 jiwa dengan rincian 125 tewas, 21 luka berat, dan 304 luka ringan.


Kontributor: Suci Amaliyah

Editor: Fathoni Ahmad