Nasional MODERASI BERAGAMA

Wujud Kerukunan Masjid Palapa dan GBI di Pulau Dewata

Rabu, 17 November 2021 | 07:30 WIB

Wujud Kerukunan Masjid Palapa dan GBI di Pulau Dewata

Masjid Palapa dan Gereja Bettel Indonesia (GBI) di Kuta Selatan, Badung, Bali. (Foto: dok. NU Online)

Masjid Palapa dan Gereja Bettel Indonesia (GBI) hidup berdampingan dan penuh keharmonisan di Ungasan, Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Masjid Palapa sebelah barat, sedangkan GBI sebelah timur. Berjarak antara keduanya sekitar 15-20 meter. 


Keduanya memiliki komitmen yang sama dalam hal kemanusian. Islam memilki prinsip yang disebut Islam Rahmatan lil Alamin, Kristen Cinta Kasih sesama manusia. Makna keduanya, menyayangi dan mengasihi manusia tanpa syarat harus beridentitas a, bersuku b. 


"Kami merasakan aura kebersamaan, saling mengasihi, kemanusian, menghargai, kerukunan, toleransi dan kerendahan hati," kata Pendeta Roy saat ditemui di GBI, Sabtu (13/11/2021). 


Seperti yang diutarakan Ketua Sosial Umat, Ustadz Sujianto, Islam mengajarkan kami berbuat baik dan menolong sesama manusia tanpa melihat latar belakang agamanya. Begitu pun Pendeta Roy Siagian menyebutkan, Allah dalam firmannya memerintahkan kami mengasihi sesama manusia. "Sesama manusia, cinta tanpa syarat," tegas terangnya. 


Prinsip itu kemudian diejawantahkan dalam bentuk kegaiatan-kegiatan kemanusiaan. Membantu jenazah dari mengantar ke kampung halamannya karena banyak yang perantau tinggal di Bali, memberikan santunan, dan lain-lain. 


Pendeta Roy bercerita bahwa dirinya dan teman-teman Kristiyani seringkali memberi santunan kepada anak yatim piatu yang beragama Islam. Begitupun kegaiatan santunan sosial yang lain. Roy berkeyakinan, membantu dan berbagi sehingga bermanfaat dan membuat orang senang, akan kembali kepada sipemberi itu sendiri. Karena apa yang dilakukan atas perintah Allah. 


"Saya melakukan perintah Allah. Mengasihi sesama manusia. Tanpa melihat agamanya, melihat sukunya. Saya percaya Allah lebih mengasihi lagi, lebih mencintai lagi ketika kita memberi," yakinnya pria kelahiran Sumatera ini. 


Pemahaman yang demikian melekat dan tertanam pada kedua umat beragama ini. Sehingga apapun kegaiatan sosial yang dapat membantu dan bermanfaat bagi orang banyak bersatu atas nama kemanusiaan. 


Misal mengantar jenazah yang meninggal, program yang dimiliki sosial umat ini cukup terkenal di Badung. Selain karena kecepatannya ketika dibutuhkan masyarakat, juga menariknya tidak terbatas pada Muslim saja. "Prinsipnya siapa yang membutuhkan," kata Sujianto saat ngobrol di salah satu kediaman tokoh muslim Kuta Selatan, H Matruji, Sabtu (12/11/2021) siang. 


Yang paling membuatnya berkesan ketika mengantar jenazah dari saudara Hindu. Dia berkisah, kala itu posisinya sebagai sopir, ketika sampai dilokasi jenazah disambut oleh keluarga. Ketika dirinya keluar dan diketahui sebagai Muslim, saudara-saudara yang Hindu terharu dan sedikit kaget. 


"Oh ini dari mana, ada ya masjid seperti ini," kata Sujianto kelahiran Kediri ini menirukan respons Keluarga Jenazah yang Hindu. 


Disitulah dirinya merasa bangga. Bahwa paling tidak menurutnya, dapat merubah cara pandang yang beberapa orang menganggap Islam itu keras, Islam itu teroris, Islam tidak mudah bergaul. Cerita serupa dirasakan oleh saudara Kristiani yang dituturkan Pendata Roy, bahwa ada dari saudaranya yang meninggal harus diantar keluar Bali tempat tinggalnya juga meminta bantuan ke sosial umat Masjid Palapa. 


"Padahal saya tau, mereka (sosial umat) baru datang mengantarkan jenazah dari Banyuwangi. Saya hubungi langsung mengiyakan, tapi berganti sopir," kisah Pendeta Roy.


Saling tolong menolong ini kemudian menjadi cerminan umat keberagaman yang membuktikan bersatu atas nama saudara dan kemanusian. Termasuk membantu orang sakit dan siapa pun yang membutuhkan, keduanya welcome tanpa sebab. 


Program diatas menurut pengakuan Wakil Ketua III Masjid Palapa yang membidangi sosial umat, Ustadz Ansori, soal biaya bukan menjadi prioritas, jika mampu kami menerima untuk sekadar biaya transport dan uang lelah para supir dan yang membantu. Tapi jika tidak mampu, sosial umat juga tidak memaksa. 


"Ada yang juga Rumah Sakit Sanglah tidak ada siapa-siapa, menghubungi kami, dirumah sakit membiayai akhirnya sosial umat," kenang Ustadz Ansori yang juga Ketua Umat Sosial. 


Kegiatan sosial teranyar yang dilaksanakan bersama adalah vaksin massal. Pelaksananya ialah Sosial Umat, GBI, Nupeduli Bali, BIN Bali yang bertempat di GBI. Banyak yang mengapresiasi kegiatan tersebut, dibuktikan dihadiri oleh tokoh-tokoh agama dan pejabat negara.


Sebut saja Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Bali KH Abdul Aziz, Kepala Intelijen Daerah (Kabinda) Bali Brigjen Pol Hadi Purnomo, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Badung Ardi Arnawa, Camat Kuta Selatan Ketut Gede Arta. 


KH Abdul Aziz mengapresiasi kerja sama tersebut, menurutnya, inilah tradisi Nahdlatul Ulama. Dalam artian bekerja sama untuk kepentingan sosial, tapi kalau urusan agama, sudah ada ketentuan dan batasan-batasan tertentu. 


"Inilah kami tradisi Nahdlatul Ulama. Konteks sosial bersama-sama, urusan agama ada beberapa batasan. Ini akan menjadi contoh secara nasional. Kita lihat bersama-bersama bahwa kita tulus bekerja dan membantu tanpa melihat identitasnya," terang Kiai Aziz saat memberi sambutan diacara Vaksin di GBI, Sabtu (13/11/2021). 


"Gereja tidak melihat siapa yag dilayani, dilakukan secara tulus. Kekuatan bangsa kebersamaan seperti ini. Kamipun tidak melihat ini agama Islam, Konghucu, Hindu, Kristen, tapi bahwa kita bersama-sama dibawah naungan NKRI," ujar Kiai Aziz.


Kiai Aziz berharap, kerukunan dan kebersamaan semacam ini terus dipertahankan dan terus dikembangakan. "Semoga bisa terus berlanjut. Saya mohon dari panitia, ini bukan yang terakhir, program yang lain bisa berlanjut," harap Kiai Aziz yang sudah dua periode memimpin PWNU Bali ini. 


Hal serupa diungkapkan Pendeta Roy, rasa bangga, dan syukurnya atas kebersamaan yang sudah terjalin selama ini. Menurutnya, visi Kristen dan Islam sama dalam hal kemanusiaan, yakni mengasihi sesama manusia tanpa syarat. 


Lebih lanjut Pendeta Roy mengutarakan pandangannya soal toleransi. Toleransi menurutnya kerukunan dan kebersamaan. Toleransi adalah dengan tidak merasa paling tinggi keyakinannya dari yang lain, mau menurunkan ego untuk menghormati dan menghargai keyakinan yang lain. Sebab ego dan kesombongan yang menjadi sebab pengahalang kita bertoleransi. 


Sekda Badung, Adi Arnawa, tampak sumringah melihat kebersamaan dan kerukunan umat beragama saat menghadiri pembukaan vaksin di GBI ini, dalam sambutannya, kerukanan Muslim dan Kristiani agar senantiasa dipegang teguh. Karena kebersamaan ini salah satu tujuannya memberi jaminan keamanan. 


"Hari ini adalah sinergitas Muslim bersama teman-teman Kristen yang ikut di dalam pelaksanaan. Kerukunan beragama ini terus harus didorong," harap Adi. Terlihat dari pembagian tugas keduanya. Masjid tempat penerimaan pendaftaran, Geraja tempat pelaksanaan Vaksin. "Pelaksanaan di Gereja, pendaftaran di Masjid Palapa," tambahnya. 


Camat Kuta Selatan, Ketut Gede Arta, merasa bangga dan mengapresiasi atas kerukunan dan keharmonisan yang sudah terbangun di wilayahnya. Menurutnya, kebersamaan ini bukan hal baru, melainkan sudah tertanam dan masyarakat memliki kesadaran yang tinggi atas toleransi. Di Kuta Selatan semua agama, suku, dan ras hampir ada, namun kita mampu bersatu dan saling melengkapi. 


Ketut Gede mencontohkan kegiatan vaksinisasi yang diselenggarakan dibeberapa tempat ibadah seperti masjid, termasuk di Masjid Al-Fatah. Seluruh umat hadir, bukan hanya Muslim, tapi saudara-saudara yang Hindu, Kristen, Konghucu, dan Nasrani ikut terlibat di sana. Dirinya berjanji akan terus menggelorakan kebinekaan, di mana pun dan kapan pun. "Kebinekaan ada di Kuta Selatan," tegasnya, Sabtu (13/11/2021).


Penulis: Wandy Abdullah

Editor: Fathoni Ahmad


Konten ini hasil kerja sama NU Online dengan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI