Rembang, NU Online
Indonesia dikenal sebagai negara dengan penganut Islam berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah terbanyak di dunia. Sehingga seringkali ditemui beragam amaliyah dilakukan masyarakat, seperti maulidan, shalawatan, tahlilan, peringatan haul, dan amaliyah lainnya.
Namun, pada akhir-akhir ini semakin banyak orang-orang yang sering membid’ahkan amaliyah-amaliyah tersebut. Terhadap fenomena ini, KH Ahmad Mustofa Bisri mengatakan bahwa orang-orang semacam itu biasanya tidak pernah mengaji.
“Orang-orang kan selalu membicarakan kalau tidak sudut fiqih, sudut hukum. Itu ya karena mereka tidak mengaji saja,” ujarnya, Sabtu (2/11).
Pengasuh pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah ini melanjutkan, dengan adanya amaliyah-amaliyah seperti tahlilan, maulidan, masyarakat bisa mengingat Allah dan Rasul-Nya.
“Tahlilan dibilang bid'ah. Itu dia tidak ingat. Orang desa bisa ingat Allah itu karena tradisi-tradisi seperti tahlilan. Kalau ini dibid'ahkan lalu orang tidak ada yang tahlilan, wong ada tahlilan saja masih banyak yang lupa Gusti Allah, bagaimana terus kalau tidak ada tahlilan?” ungkapnya saat memberikan tausyiah acara temu alumni pesantren asuhannya yang berlangsung di aula pesantren setempat.
“Ada peringatan haul saja masih banyak santri yang lupa terhadap kiai dan apa yang diajarkan. Lalu bagaimana jika peringatan haul itu sampai dibid’ahkan?” imbuhnya.
Atas dasar itu, kiai yang akrab disapa Gus Mus ini sampai menaruh kecurigaan terhadap perilaku orang-orang yang suka membid’ahkan itu.
“Sekarang saya curiga sama orang-orang yang suka membid'ahkan. Ini jangan-jangan mau merusak ajaran Kanjeng Nabi,” kata putra Kiai Bisri Mustofa ini.
Selain itu, pemilik akun Twitter @gusmusgusmu ini juga menyinggung mengenai istilah Islam Nusantara yang masih sering diperdebatkan hingga pada saat ini. Menurutnya, orang-orang yang sering memperdebatkan Islam Nusantara adalah mereka yang tidak pernah ngaji, sehingga menyangka bahwa hal itu merupakan sebuah ajaran baru.
“Orang-orang yang Islamnya masih baru, 10-20 tahun itu tidak tahu, makanya marah-marah sewaktu mendengar istilah Islam Nusantara. Mereka mengira kalau Islam Nusantara itu suatu kategorisasi, ini ada Islam Arab, ini ada Islam Nusantara. Itu karena mereka tidak pernah mengaji, tidak tahu apa itu idhafah,” jelas adik Kiai Cholil Bisri ini.
“Kalau santri itu tidak perlu menjelaskan mana dalilnya,” tambahnya.
Untuk itu, dirinya berpesan terhadap segenap alumni untuk tetap menjaga apa yang telah diajarkan di pesanten dan tidak perlu mengikuti hal-hal semacam tadi, sebab ajaran Islam itu bukan untuk gagah-gagahan saja.
“Orang-orang yang semacam itu tidak paham, jangan diikuti karena hanya gagahnya saja. Untuk itu, kalian jangan mengikuti yang semacam itu. Karena berislam itu bukan hanya sebatas gagah-gagahan,” pesan Gus Mus.
Kontributor: Ahmad Hanan
Editor: Syamsul Arifin