Nasional

Yudi Latif: Persatuan dan Keadilan Tak Bisa Saling Meniadakan

Senin, 22 Januari 2018 | 03:31 WIB

Bogor, NU Online
Kepala Pelaksana Unit Kerja Presiden Bidang Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Yudi Latif menegaskan, memperjuangkan keadilan dengan cara menjadi anti terhadap golongan tertentu itu tidak dibenarkan. Menurutnya, persatuan dan keadilan tidak bisa saling meniadakan.

"Demi persatuan, kita tidak boleh merusak keadilan. Dan demi keadilan, kita tidak boleh mengorbankan persatuan," katanya pada seminar nasional yang diselenggarakan Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) dengan Departemen Ilmu Ekonomi Syariah IPB di Gedung Auditorium CCR IPB, Bogor, Jumat (19/1) dengan tema Islam, Ekonomi, dan Kebangsaan.

Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan-Indonesia (PSIK-Indonesia) ini mengambil kasus kerusuhan di Malaysia yang terjadi tahun 1960 sebagai contoh. Menurutnya, salah satu penyebab terjadinya kerusuhan ini adalah faktor kesenjangan. 

Usaha untuk mempersempit kesenjangan tersebut, katanya, pemerintah Malaysia mengeluarkan kebijakan new economic policy (kebijakan ekonomi baru), yaitu memberikan affirmative action (perlakukan khusus) kepada golongan melayu dengan harapan integrasi persatuan Malaysia jauh lebih baik. 

"Jadi didasarkan atas pembelahan ras, golongan melayu, bumiputra diberikan perlakuan khusus dibanding golongan Cina," kata pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat ini. 

Menurut penulis buku Negara Paripurna, Historisitas, Rasionalitas, Aktualitas Pancasila ini, setelah puluhan tahun pemerintah Malaysia mengeluarkan kebijakan ekonomi baru, kesenjangan sosial di Malaysia menciut, tapi harapan Melayu dan Cina di Malaysia untuk menjadi lebih rukun dan akrab itu susah, bahkan semakin hari semakin jauh karena pembelahan perlakukan khusus atas dasar pembedaan ras.

"Nah, oleh karena itu saya katakan, kita boleh memperjuangkan affirmativ action,  perlakuan khusus, tapi jangan dilakukan di atas pembelahan agama atau etnik. Tapi siapa pun yang miskin, siapa pun yang terbelakang, apa pun agamanya, apa pun rasnya, harus diberikan perlakuan khusus oleh negara," terangnya. (Husni Sahal/Abdullah Alawi)