Nasional

Zakat Uang Kertas Tak Dibahas di Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah karena Masuk Kategori I’adatun Nadhar

Ahad, 9 Februari 2025 | 08:00 WIB

Zakat Uang Kertas Tak Dibahas di Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah karena Masuk Kategori I’adatun Nadhar

Ketua Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah KH Cholil Nafis. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama 2025 tidak membahas secara mendalam permasalahan zakat uang kertas sebab masuk kedalam kategori i'adatun nadhar atau telaah ulang keputusan.


“Di sini tidak dijawab oleh kita (Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah) dan tadi sempat dibahas maqashid zakatnya di Masail Maudhu'iyah,” ujar Ketua Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah KH Muhammad Cholil Nafis dalam Sidang Pleno Munas Alim Ulama NU di Ballroom Hotel Sultan, Jakarta Pusat pada Kamis (6/2/2025).


Sementara itu, Ketua Komisi Bahtsul Masail Maudhu'iyah KH Abdul Moqsith Ghazali menyampaikan bahwa ‘illat atau alasan diwajibkan zakat ada dua yaitu harta berkembang dan kaya.


Menurutnya, orang yang kaya dengan profesinya perlu mengeluarkan zakat mal, sedangkan harta yang berkembang itu wajib ditunaikan sebagai zakat.


“Kita bermazhab secara qauli kepada Imam Malik atau bermazhab secara manhaji ulama Syafi'iyah yang berkata bahwa mata uang juga menjadi objek zakat,” ujarnya dalam Sidang Pleno Munas Alim Ulama NU di Ballroom Hotel Sultan, Jakarta Pusat pada Kamis (6/2/2025).


“Pada objek itulah maka objek zakat bisa dikembangkan dan didiskusikan oleh para ulama dalam kurun waktu yang akan datang,” lanjutnya.


Kiai Moqsith mencontohkan zakat pada zaman Nabi yang menggunakan dirham dan dinar sebagai alat transaksi.


“Sekarang alat tukar itu di dalam negara modern ini tidak lagi menggunakan dirham dan dinar yang berupa emas dan perak tapi mata uang dalam bentuk rupiah di Indonesia,” katanya.


“Orang yang memiliki rupiah dalam jumlah tertentu dikeluarkan zakatnya itu yang disebut sebagai zakat uang,” lanjutnya.