Zapu dari NTT dan Keladi di Bali, Dua Pangan Lokal yang Masih Terus Bertahan
NU Online · Sabtu, 6 Desember 2025 | 05:00 WIB
Mufidah Adzkia
Kontributor
Jakarta, NU Online
Robertus Belamirnus, Penulis Buku Jejak Kemandirian Pangan Lokal asal Nusa Tenggara Timur (NTT) mengangkat kisah zapu, olahan ubi kayu kering yang telah diwariskan turun-temurun di Desa Kulun Dora, Kabupaten Nagekeo, NTT.
Dengan memanfaatkan panas matahari yang melimpah, masyarakat mengupas, mencuci, merajang tipis, dan menjemur ubi hingga kering sebagai cara pengawetan alami.
“Liputan kali ini membawa saya ke Desa Kulun Dora untuk mengangkat pangan lokal unik bernama zapu. Zapu adalah olahan ubi kayu yang dipertahankan secara turun-temurun oleh ibu-ibu di sana,” paparnya dalam Peluncuran Buku Jejak Kemandirian Pangan Lokal di Tamarin Hotel, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (5/12/2025).
Robert menjelaskan, di wilayah berbatu yang tidak ideal untuk padi, masyarakat NTT sejak dahulu mengandalkan aneka ubi sebagai pangan pokok, bahkan sebelum mengenal beras. Zapu menjadi penyelamat saat musim paceklik tiba, ketika stok kacang-kacangan telah menipis.
“Olahan ubi yang dikeringkan ini hanya disiapkan dan digunakan menjelang musim paceklik atau musim lapar, ketika cadangan pangan seperti kacang-kacangan sudah habis, zapu menjadi penyelamat. Teknik pengeringan inilah yang membuatnya dapat bertahan lama dan siap dikonsumsi sebagai cadangan makanan,” jelasnya.
Robert juga menjelaskan perjalanan zapu yang mulai tergantikan di era 1980-2000-an ketika program pemerintah yang memusatkan konsumsi pada beras, ditambah stigma bahwa makan ubi identik dengan kemiskinan, membuat pangan ini tergeser.
“Salah seorang mama menceritakan, padi diperkenalkan oleh seorang guru pertanian dari kecamatan lain. Perkenalan ini menjadi titik awal tergesernya ubi sebagai pangan utama. Hari ini, ubi lebih banyak dikonsumsi oleh generasi tua atau ibu-ibu yang berusia di atas 50 hingga 60 tahun,” ujar
“Kekhawatiran para mama ini nyata. Jika tidak dilestarikan, ubi ini pasti akan punah,” tambahnya.
Di sisi lain, Penulis Buku Jejak Kemandirian Pangan Lokal Ayu Sulistyowati asal Bali menyoroti keladi atau talas (colocasia esculenta) sebagai pangan lokal yang tumbuh subur dan memiliki nilai sakral dalam budaya setempat.
“Keladi di Togog sejak lama bukan hanya menjadi makanan, tetapi juga sarana utama dalam upacara adat. Tanaman ini dimuliakan karena mewakili kehidupan—dari daun, batang, hingga umbinya,” paparnya.
Ayu memaparkan bahwa desa-desa Bali Aga seperti Pedawa, yang tidak memiliki sawah, keladi menjadi pangan utama secara turun-temurun. Olahannya beragam, mulai dari sate lilit keladi, pepes keladi, hingga kreasi kekinian seperti keripik. Bahkan setelah beras masuk, masyarakat masih mencampurkan potongan keladi dalam nasi sebelum ditanak.
Namun, Ayu juga mengungkap kondisi Bali yang kini kesulitan mengejar swasembada beras. Dari sembilan kabupaten/kota, hanya Tabanan dan Gianyar yang masih surplus.
“Sekarang ini perubahan iklim memang sangat terasa pengaruhnya. Upaya untuk mengejar swasembada beras itu ternyata tidak kuat lagi. Di beberapa daerah seperti Buleleng, misalnya, mereka sekarang hanya bisa menanam padi dua kali setahun. Karena itu, masyarakat mulai kembali membudidayakan keladi sebagai alternatif,” ujar Ayu.
Selain itu, Ayu menegaskan peran penting perempuan Bali sebagai garda terdepan pelestarian keladi dan Bali tercatat sebagai salah satu dari sepuluh daerah dengan konsumsi talas tertinggi di Indonesia.
“Perempuan-perempuan inilah yang mengolah keladi menjadi beragam pangan dan menyiapkan seluruh sarana upacara adat. Mereka bukan hanya penjaga dapur, tapi penjaga kearifan lokal,” ujarnya.
Sebagai informasi, Buku Jejak Kemandirian Pangan Lokal merupakan Kumpulan Karya Jurnalistik Peserta Fellowship Liputan Isu Produksi Pangan Berkelanjutan 2025.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua