Ditjen Pesantren dan Keadilan Fiskal, Mungkinkah?
NU Online · Kamis, 30 Oktober 2025 | 17:42 WIB
Aji Muhammad Iqbal
Kolomnis
Presiden Prabowo Subianto resmi menetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren di bawah Kementerian Agama. Persetujuan itu tertuang dalam surat B-617/M/D-1/HK.03.00/10/2025 tertanggal 21 Oktober 2025.
Setelah enam tahun penantian sejak Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren disahkan, akhirnya negara menempatkan pesantren pada posisi lebih terhormat dalam struktur pemerintahan.Â
Langkah tersebut menjadi relevan bila menilik realitas objektif pesantren dengan ekosistem besar yang selama ini tumbuh dengan otonomi dan daya hidupnya sendiri. Berdasarkan data Kementerian Agama per 4 Oktober 2025, terdapat 43.391 pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia.Â
Â
Namun, apa gunanya Ditjen Pesantren lahir jika keadilan fiskal tak pernah benar-benar hadir?
Telah Ada Upaya
Selama ini, kebijakan pemerintah terhadap pesantren cenderung tambal sulam, sekadar menambal kekurangan tanpa membangun sistem yang kokoh dan berkelanjutan.Tanpa ketergantungan pada negara, terbukti pesantren lembaga paling resilien menghadapi berbagai macam krisis.
Sementara sektor pendidikan umum apalagi sekolah negeri, memperoleh dukungan dana BOS, DAK, hingga berbagai insentif guru dan infrastruktur. Â Padahal, kontribusi pesantren terhadap pendidikan karakter, moderasi beragama, hingga pemberdayaan sosial jauh lebih besar dari sekadar ruang belajar.
Tak dapat disangkal, pemerintah sebenarnya telah berupaya memberikan tempat bagi pesantren dalam sistem pendidikan nasional. Upaya itu tampak sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hingga lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
Lebih jauh, hadirnya Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren menjadi sinyal positif bagi penguatan peran dan kemandirian pesantren.
Walaupun dalam Perpres itu ada istilah Dana Abadi Pesantren, tetapi porsi anggaran dalam APBN pendidikan masih rendah. Dana Abadi Pesantren masih berada di bawah Dana Abadi Pendidikan yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).Â
Keterbatasan fiskal ini berakar dari cara pandang birokratis yang masih menempatkan pesantren sebagai subsektor pendidikan Islam, bukan entitas pendidikan nasional yang setara.
Momentum Keadilan Fiskal
Setidaknya ada beberapa alasan mengapa pembentukan Ditjen Pesantren pantas dibaca sebagai momentum menuju keadilan fiskal bagi lembaga keagamaan di Indonesia.Â
Pertama, gestur politik Presiden Prabowo Subianto menunjukkan perhatian yang tidak main-main terhadap dunia pesantren. Pasca tragedi ambruknya bangunan Pesantren Al-Khozini di Sidoarjo yang menelan korban jiwa pada 29 September 2025, Presiden Prabowo dengan sigap merespons.Â
Ia langsung memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar beserta stakeholder untuk meninjau dan mengevaluasi kondisi infrastruktur seluruh pondok pesantren di Indonesia.
Kedua, pemerintahan Prabowo–Gibran memikul tanggung jawab politik untuk merealisasikan janji kampanye, menjadikan Dana Abadi Pesantren sebagai prioritas nasional. Bahkan menurut Wakil Menteri Agama Romo Muhammad Syafi’i (13/09/2025), pemerintah tengah menyiapkan skema dana abadi pesantren yang berdiri terpisah dari dana abadi lain yang sudah lebih dulu ada, seperti dana abadi pendidikan dan riset.
Ketiga, tren alokasi anggaran pendidikan dari tahun ke tahun terus naik signifikan. Dalam lima tahun terakhir, meningkat dari Rp574,9 triliun pada 2022 menjadi Rp608,3 triliun pada 2023, lalu naik lagi menjadi Rp664 triliun pada 2024, Rp724,3 triliun pada 2025, dan diproyeksikan mencapai Rp757,8 triliun pada 2026.
Sayangnya kenaikan ini belum otomatis menghadirkan keadilan fiskal. Sebagian besar alokasi masih terserap di sektor pendidikan umum dan perguruan tinggi negeri, sementara pesantren tetap di pinggiran.
Keempat, isu pesantren belakangan ini makin seksi, menjadi topik hangat di parlemen hingga melampaui sekat politik dan ideologi partai. Tak hanya PKB dan partai-partai Islam yang menjadi juru bicara utama kaum santri, tetapi partai-partai lain juga mulai berebut simpati dan bersuara. Terlebih Presiden punya modal koalisi gemuk lintas partai di kabinet.
Kondisi ini membuka potensi besar lahirnya kebijakan afirmatif, mendorong keadilan fiskal dan pengakuan institusional bagi pesantren melalui jalur politik dan legislasi.
Menaruh Harapan
Maka dari itu, kehadiran Ditjen Pesantren merupakan harapan baru, sekaligus tantangan nyata, bagaimana agar lembaga baru ini  melampaui fungsi administratif dan menjadi motor politik anggaran yang memperjuangkan keadilan fiskal bagi pesantren.Â
Negara perlu merancang skema Dana Abadi Pesantren yang terpisah, memperluas akses terhadap Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Keagamaan, serta menciptakan mekanisme dana afirmatif bagi pesantren miskin dan terpencil.
Kemandirian yang selama ini dijunjung tinggi oleh pesantren tidak boleh dimaknai sebagai alasan bagi negara untuk lepas tangan. Kemandirian adalah kekuatan kultural, bukan pembenaran untuk pengabaian struktural.
Jika Ditjen Pesantren mampu menembus sekat birokrasi dan memperjuangkan akses fiskal yang setara, maka kehadirannya memiliki kadar manfaat dan maslahat. Namun jika gagal, ia hanya akan mengulang pola lama.Â
Momentum pembentukan Ditjen Pesantren adalah momentum menata ulang keadilan fiskal dalam sistem pendidikan nasional. Keadilan fiskal bukan berarti memaksakan pembagian dana secara merata, tetapi distribusi yang proporsional berdasarkan kebutuhan dan kontribusi.
Aji Muhammad Iqbal, salah seorang Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
Â
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua