Memasak sendiri adalah salah satu contoh kesederhanaan hidup di pesantren. (Foto ilustrasi: Kemenag/Elik Ragil)
Waryono Abdul Ghofur
Kolomnis
Pondok pesantren identik dengan pola hidup sederhana. Kesederhanaan para santri pondok pesantren tercermin dari bagaimana cara mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti dalam makan, berpakaian, tempat tidur, dan lain sebagainya. Gaya hidup sederhana ala santri dalam pengertian sebagai sebuah pola hidup yang tidak berlebih-lebihan, melainkan hidup sesuai dengan standar kebutuhan sehari-hari.
Dalam Islam, sikap dan gaya hidup sederhana dapat ditelusuri melalui apa yang telah diteladankan oleh Nabi Muhammad saw. Dalam kitab al-Syamail al-Muhammadiyyah yang berisi tentang sisi-sisi kehidupan Nabi Muhammad saw, Imam al-Tirmidzi meriwayatkan hadits Malik bin Dinar bahwa Nabi Muhammad tidak pernah dalam keadaan kekenyangan sebab memakan roti atau terlampau kenyang karena makan daging, kecuali jika dalam kondisi sedang menjamu para tamunya.
Dalam kitab Shahih al-Bukhari juga diriwayatkan sebuah hadits bagaimana Nabi menambal gelasnya yang pecah.
عن أنس بن مالك رضي الله عنه: (أن قدح النبي صلى الله عليه وسلم انكسَر فاتَّخذ مكانَ الشعب سلسلة من فِضة)؛ أخرجه البخاري.
“Gelas Nabi shallallahu’alaihi wasallam pecah. Kemudian beliau menambal bagian pangkal gagangnya yang retak/pecah tersebut dengan perak” (HR al-Bukhari).
Hadits-hadits tersebut mengisyaratkan makna bahwa Nabi saw hidup dengan pola yang sangat sederhana. Masih banyak hadits-hadits lain yang menegaskan tentang kesederhanaan hidup yang ditempuh oleh pembawa risalah agama Islam ini.
Keseimbangan Hidup dan Tidak Berlebih-lebihan
Al-Qur’an sebagai pedoman sekaligus sumber hukum utama bagi umat Islam telah memberikan banyak sekali peringatan kepada umat manusia untuk hidup dalam kesederhanaan. Salah satu bentuk kesederhanaan dalam hidup adalah dengan cara tidak berlebih-lebihan dan tidak juga pelit. Allah swt dalam QS Al-Isra’ [17]: 29 berfirman:
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُوْلَةً اِلٰى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوْمًا مَّحْسُوْرًا
Janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (kikir) dan jangan (pula) engkau mengulurkannya secara berlebihan sebab nanti engkau menjadi tercela lagi menyesal.
Dalam QS Al-Furqan [25]: 67 Allah juga berfirman:
وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
Ayat ini memberikan pedoman kepada kita semua untuk tidak kikir dan juga tidak boros. Melalui dua ayat tersebut kita juga dapat mengambil pemahaman bahwa Islam mengajarkan keseimbangan hidup di antara dua sifat yang tercela: kikir dan berlebih-lebihan atau boros.
Dalam ayat lain Allah swt berfirman:
وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf [7]: 31)
Dari Mana Konsep Kesederhanaan di Pesantren Terbentuk?
Di atas telah diuraikan bahwa prinsip-prinsip yang mengilhami kesederhanaan hidup bagi umat Islam sudah termaktub dengan jelas dan tegas baik dari Al-Qur’an maupun hadits Nabi Muhammad saw, kedua sumber rujukan utama bagi umat Islam.
Dalam konteks santri pondok pesantren selain kedua sumber di atas, kitab-kitab yang dibacakan oleh kiai dan dipelajari para santri juga turut mengukuhkan dan membentuk bagaimana pola hidup keseharian mereka.
Kitab al-Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum (etika belajar bagi para santri) merupakan salah satu kitab yang berisi pedoman bagaimana santri belajar. Kitab yang ditulis oleh Syekh al-Zarnuji (w. 591 H) ini menjadi salah satu kitab yang paling memberikan pengaruh besar bagi dunia pesantren (Nurcholis Majid, 1997: 24). Salah satu yang diuraikan oleh al-Zarnuji adalah bagaimana para pelajar agar hidup dalam kesederhanaan dengan menjaga diri dari kondisi yang terlampau kenyang, kebanyakan tidur, hingga terlalu banyak bicara pada hal-hal yang tidak bermanfaat. Bahkan, dalam kitab yang sama al-Zarnuji juga menganjurkan agar para pelajar tidak memakan sesuatu yang tidak atau belum jelas kesuciannya seperti jajanan atau makanan yang dijual di pasar.
Selain itu, tingkah laku yang dipraktikkan oleh para pengasuh pondok pesantren dalam hal kesederhanaan hidup juga berperan besar dalam membentuk kesederhanaan para santri. Kita juga bisa menilik jejak sejarah dan kisah-kisah kesederhanaan para kiai kita saat mereka menjadi santri.
Waryono Abdul Ghofur, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag RI
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua