Opini

Tips Menjaga Anak ala Sunan Kalijaga

Rabu, 5 April 2017 | 11:56 WIB

Oleh Doni Febriando
Sesudah kita sah menikah, mengandung anak adalah dambaan kita semua, setiap keluarga, dan seribu rencana mulai disusun. Terutamanya untuk memastikan si jabang bayi kelak lahir dalam keadaan yang baik dan dalam keluarga yang sehat. Tentu supaya masa depan si jabang bayi terjamin.

Berdasar kebutuhan umum masyarakat itulah, saya jadi ingin menuliskan sepotong cerita kearifan Sunan Kalijaga, tentang tips menjaga anak. Tentang cara menjamin masa depan anak. Dahsyatnya, ilmu beliau tersebut tetap berlaku meskipun sang anak jauh secara ruang dan waktu, maksudnya tetap berfungsi meskipun sang orangtua lebih dahulu wafat, misalnya.

Sahibulhikayat menuturkan, dahulu ada seorang pembegal yang biasa beroperasi sendirian di hutan karena memang jagoan, dan suatu hari ia bertemu Kanjeng Sunan Kalijaga. Tanpa disadari Kanjeng Sunan Kalijaga sendiri adalah mantan pimpinan kelompok begal di masa lalu. Tentu mudah bagi beliau menaklukkan pembegal itu. Tapi Kanjeng Sunan Kalijaga bukanlah seorang “Berandal Lokajaya” lagi. Menaklukkan bukan untuk menang-menangan. Menaklukkan untuk menghentikan.

Pembegal seorang diri itupun tetap dibiarkan hidup oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Justru diajak berbincang, ditanyai alasannya jadi pembegal, didengarkan keluh kesahnya, lalu sedikit demi sedikit pembegal yang terkenal jagoan dan bengis itu mulai tumbuh kesadarannya lagi sebagai manusia biasa. Mulailah ia berguru pada beliau. Semakin hari, semakin dalam. Mulailah timbul rasa dosanya karena telah meninggalkan anak-istri. Lantas kemudian begal yang insyaf itu pamit pada beliau untuk pulang sejenak ke kampung halaman.

Tak dinyana, istri mantan pembegal itu telah lama meninggal dunia, dan anaknya sudah dibawa pergi keluar desa oleh seseorang—yang penduduk dusunnya kurang tahu. Menangislah sejadi-jadinya dia. Menyesal, sedih, dan remuk hatinya dia. Anak satu-satunya, peninggalan yang tersisa dari masa lalunya, pun ikut-ikut “tiada”. Meski bukan dalam artian sudah meninggal dunia.

Setiap hari menggembara. Tak peduli panasnya siang dan dinginnya malam. Ia terus-menerus menjelajahi setiap desa yang mungkin dijangkau seseorang yang membawa anaknya pergi dahulu. Demi kenangan terakhir dari istrinya yang telah meninggal dunia. Demi menebus rasa bersalahnya telah meninggalkan sang anak di saat-saat terberat.

Lama nian mengembara namun tiada hasil. Sang anak tetap tidak ditemukan. Mantan pembegal jagoan itupun kini amat kurus dan pucat pasi wajahnya. Akibat hancur lebih dari berkeping-keping hatinya. Dan, di tengah keadaan putus asa yang sudah memuncak, sang guru, Kanjeng Sunan Kalijaga hadir mendatanginya. Ketika dia sedang terpaku hidupnya di tepian hutan.

Sahibulhikayat menuturkan bahwa Kanjeng Sunan Kalijaga berkata begini, “Kini berhentilah mengembara. Berbuatlah baik kepada siapa saja, maka engkau akan peroleh perbuatan baik juga. Santunilah setiap anak, maka anakmu Insyaallah disantuni oleh orang entah siapa yang diutus-Nya. Perbuatan baikmu kepada setiap anak adalah undangan bagi pertemuanmu dengan anakmu, di dunia ini atau di akhirat nanti...”

***

Bapak-bapak, ibu-ibu, para pembaca sekalian, kisah keluarga kita tidak perlu seradikal kisah keluarga mantan begal tersebut, hanya untuk bisa membuktikan manfaat dari nasehat Kanjeng Sunan Kalijaga di atas. Ilmu yang diturunkan beliau pada mantan pembegal di hutan itu masih sangat bermanfaat untuk keluarga kita.

Kita aplikasikan kepada anak-anak kita sendiri. Masih bisa. Tinggal bagaimana cara kita mengolah ilmu tersebut ke dalam konteks kekinian.

Namun sebelumnya... Bapak-bapak, ibu-ibu, kita tidak boleh menganggap dengan sebagian orang di luaran sana yang ingin mewariskan uang berlimpah pada sang anak adalah salah. Kita juga tidak boleh sinis pada sebagian orang di luar sana yang merasa jika mampu menyiapkan sebuah perusahaan dan sebuah kapal pesiar untuk sang anak adalah warisan terbaik. Tiap orang memiliki caranya masing-masing. Setiap orang umumnya memutuskan sesuatu itu tergantung bagaimana masa lalunya, tingkat pendidikannya, dan apa tujuan hidupnya.

Keputusan menyiapkan harta untuk sang anak adalah keputusan yang baik, tapi tentu bolehlah kita juga menjamin masa depan anak kita dengan cara Kanjeng Sunan tersebut, karena beliau bukan sembarang manusia. Nasehatnya adalah ilmu yang bertuah. Tutur katanya yang lembut layak kita coba masing-masing di rumah.

Hidup tidak semuanya adalah tentang memilih. Ada banyak dimensi di dalam kehidupan ini yang menyediakan opsi penjumlahan. Pilih rajin ibadah atau pilih rajin bekerja? Kenapa kita tidak pilih menjumlahnya? Pilih beli rumah atau pilih beli mobil? Lho kenapa tidak semakin giat bekerja supaya bisa menjumlah keduanya.

Berbuatlah baik kepada siapa saja, maka engkau akan peroleh perbuatan baik juga.

Kalimat beliau di atas seribu persen betul adanya. Memakai contoh kasus yang lain, jika kita ulet dan jujur dalam bekerja, yang artinya itu kita berbuat baik kepada bos, maka kita pasti akan memperoleh perbuatan baik juga dari bos, misalnya kemudahan-kemudahan izin jika mendadak ingin cuti kerja. Atau perbaharuan kontrak kerja yang diiringi kenaikan gaji.

Santunilah setiap anak, maka anakmu insya Allah disantuni oleh orang entah siapa yang diutus-Nya.

Sehingga kalimat lain dari beliau di atas juga seribu persen betul adanya juga. Kita semua layak mencobanya. Mempraktekannya. Kemudian mengamati bagaimana kisah hidup anak kita.

Jika memang terbukti puluhan kali betul, hidup anak kita tercinta lebih mudah, lebih lancar, serba ditolong orang-orang di sekitarnya, berarti kita sebagai orangtua telah menemukan bentuk warisan lain untuk sang anak. Yang mungkin jauh lebih bermanfaat dan lebih jangka panjang daripada warisan kita yang “hanya” sebuah rumah megah di lokasi strategis.

Pernah ada sebuah kisah nyata. Dulu ada seseorang yang tekun berbuat baik pada puluhan anak. Sampai dia sendiri tidak hapal siapa saja namanya, apalagi tahu nasab puluhan anak tersebut. Pokoknya dia berbuat baik terus-menerus pada anaknya orang. Sekarang, saya begitu takjub melihat perkembangan anak kandung manusia baik hati tersebut, karena saya bagaikan melihat pembuktian wejangan Kanjeng Sunan Kalijaga. Anak kandung dari orang tersebut sehat-sehat, pintar-pintar, tidak rewel, dan selalu dimudahkan sekolahnya.

Perbuatan baikmu kepada setiap anak adalah undangan bagi pertemuanmu dengan anakmu, di dunia ini atau di akhirat nanti...

Jika wejangan beliau yang terakhir ini, saya hanya mencoba percaya seribu persen saja, meskipun baru terbukti di alam akhirat nanti. Karena di titik inilah saya harus berendah hati. Karena tidak semua hal bisa kita pikirkan secara akal. Ada hal-hal yang hanya bisa kita imani saja. Di titik inilah perlunya iman.

Apalagi kata sahibulhikayat di lain kesempatan, agama Islam tidak pernah mengajarkan iman sambil menolak akal, agama Islam itu agama yang mengajarkan keseimbangan. Menerima akal, menerima iman, dan tahu  bagaimana keduanya digunakan secara arif. Agama Islam adalah agama tentang keseimbangan. Dan sahibulhikayat tersebut adalah Bapak Muhammad Ainun Nadjib. 

Penulis adalah seorang muslim awam, mahasiswa UGM Yogyakarta, penulis buku Kembali Menjadi Manusia