M. Sakdillah
Kolomnis
Tidak sedikit yang masih meragukan eksistensi NU sebagai organisasi besar, mayoritas, atau al-sawad al-a’dham, istilah yang sering digunakan Gus Mus (KHA Mustofa Bisri). Keraguan tersebut disebabkan karena masih minimnya kesadaran sejarah warga NU di dalam mendokumentasikan sejarahnya sendiri dan faktor lillahi ta’ala di dalam memperjuangkan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Walhasil, sering terjadi kesimpangsiuran truth claim, klaim kebenaran, baik dari kalangan internal maupun eksternal NU. Bagi kalangan non-NU, NU tidak memiliki sumbangsih yang besar terhadap berdirinya NKRI dan NKRI bukan harga mati.
Pertanyaannya kemudian, apakah perlu untuk melakukan klaim sejarah tersebut bagi warga NU, sebab tradisi orang-orang Indonesia sudah otomatis NU dalam artian ideologis?
Jawabnya, kalau pandangan tersebut lillahi ta’ala, klaim tersebut memang tidak perlu. Meskipun, banyak madrasah yang didirikan dan atas sumbangsih warga NU dinegerikan dan disumbangkan kepada negara.
Namun, untuk kepentingan regenerasi kader, mau tidak mau, hal tersebut harus dilakukan sehingga dapat diketahui titik tolak sejarah untuk kemajuan kerja-kerja terarah pada hari ini.
NU didesain di Makkah
Pada medio Oktober 2018, Prof Dr Aminuddin Kasdi, sejarawan asal Surabaya, bertanya kritis kepada penulis; bagaimanakah NU mampu mengerahkan kiai-kiai se-Jawa Madura pada Perang Surabaya 10 November 1945 dalam waktu yang singkat?
Menjawab pertanyaan tersebut, penulis mengambil pendapat Kuntowijoyo yang membenarkan adanya kepiawaian Hadratussyekh KHM Hasyim Asy’ari dalam menggerakkan arus bawah melalui Fatwa Resolusi Jihad 22 Oktober 1945.
Di sini, warga NU patut bersyukur sebagai langkah awal ketika upaya dan jasa Pak Ud (KHM Yusuf Hasyim) berhasil mengumpulkan data-data sejarah berikut ekses dari fatwa Hadratussyekh tersebut sehingga tanggal 22 Oktober 1945 diakui oleh negara sebagai Hari Santri Nasional melalui panitia yang dibentuk sebelumnya di Pesantren Tebuireng.
Pada kasus hari kelahiran NU yang bersifat “de jure”, legislasi historiografi, NU didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya. Disebutkan, prakarsa berdirinya NU didahului oleh upaya-upaya tiga organisasi pendahulu, yaitu Tashwiurl Afkar (1914) yang bergerak pada wacana-wacana keagamaan, Nahdlatul Wathan (1916) yang bergerak di bidang lembaga-lembaga pendidikan, serta Nahdlatut Tujjar (1918) yang bergerak di bidang ekonomi-bisnis dan urusan haji.
Ketiga lembaga pilar tersebut diisi tidak saja oleh kalangan kiai dan pesantren, melainkan dari berbagai kalangan profesional nonpesantren.
Kemudian, untuk mengantisipasi gerakan Wahabi di Nejd (lebih tepat jika dikatakan sebagai upaya nasionalisme, kelanjutan dari kolonialisasi), dibentuklah Tim Hijaz (dikenal dengan Komite Hijaz) sebagai bentuk reaksi terhadap delegasi umat Islam yang diundang ke Mesir melalui Komite Mesir, yang orang-orang NU pada waktu itu tidak diikutsertakan dalam undangan tersebut.
Secara faktual, Prof Dr M Syafi’i Ma’arif pernah mengemukakan pendapat kepada penulis; “Secara tradisi dan gerakan, NU lebih tua daripada Muhammadiyah” yang didirikan pada tanggal 18 November 1912.
Baca Juga
Benarkah Harlah NU 16 Rajab?
Dan, Gus Sholah (KH Salahuddin Wahid) tidak sungkan-sungkan untuk mengatakan secara objektif bahwa Hadratussyekh adalah salah satu pendiri NU, bukan satu-satunya.
Artinya, NU didirikan oleh banyak kiai dan salah satunya adalah Hadratussyekh. Dengan kata lain, ada kemungkinan sejarah NU dapat dibuka seluas-luasnya di sini. Meskipun, pada etape berikutnya, tidak dapat ditampik jika Hadratussyekh adalah Rais Akbar satu-satunya yang diakui oleh NU sendiri maupun Masyumi secara organisasi sebagai Pemimpin Besar Umat Islam.
Dalam cerita tutur masyarakat Banten, gerakan Mesiah (istilah yang digunakan oleh Bapak Historiografi Indonesia, Prof Dr Pangeran Ario Hussein Jayadiningrat) yang dilakukan oleh kiai-kiai tarekat Banten pada peristiwa Pemberontakan Petani Banten 1818 merupakan gerakan yang prematur. Karena, kondisi masyarakat pada saat itu belum siap. Syekh Nawawi Al-Bantani di Mekah belum merestui “pemberontakan” itu.
Syekh Nawawi kemudian mendesain Hadratussyekh dan kawan-kawan untuk melakukan gerakan secara lebih sistematis. Artinya, NU sudah didesain sejak dari Makkah oleh Syekh Nawawi dan kawan-kawan. Ada diskusi dan gerakan yang serius. Baru kemudian, upaya-upaya langit dilakukan diantaranya melalui isyarah Syaikhona Kholil Bangkalan dan kasus “tongkat dan tasbih ajaib” yang dibawa oleh KHR As’ad Syamsul Arifin di dalam cerita NU yang populer.
Dengan demikian, upaya-upaya mengumpulkan sejarah NU dari dua aspek tersebut, melalui fakta-fakta historiografi dan kondisi yang hidup pada saat peristiwa sejarah itu berlangsung, condition on going, dapat dijadikan bahan pertimbangan dan jalan keluar dari polemik yang sering terjadi, baik bagi warga NU maupun non-NU. Sehingga membaca peristiwa-peristiwa sejarah tidak hanya dengan kacamata kuda historiografi formal. Terkadang, adanya ikhtilaf itu bisa saling mendukung karena membawa rahmat.
Peran NU di Masyumi
Penulis sering menggunakan istilah para kiai itu memiliki personal guarantee. Segala hal yang bisa digaransikan oleh para kiai dapat menjadi bahan rekomendasi. Tentu, hal ini memerlukan proses yang tidak instan untuk menjadi kiai yang benar-benar memiliki garansi tersebut.
Misal, jika seorang kiai memiliki kualifikasi referensial untuk memberi fatwa, maka sudah berapa kali dan berapa tahun kiai tersebut mengabdi dan mengikuti forum-forum resmi Bahtsul Masail. Harus melalui proses uji klinis verifikatif yang konsisten di sini. Tidak serta merta menjadi ahli fatwa.
Pada praktik ini, dapat ditilik kiai-kiai yang berkecimpung dan terjun langsung ke dalam Masyumi karena memiliki kualifikasi personal guarantee tersebut, bukan dalam pengertian berfusinya organisasi-organisasi keagamaan semata.
Untuk memotret sejarah NU setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, penulis mengambil sebuah setting ideologis sebagai langkah praktis pada peristiwa pasca-KMB dengan menghadirkan sosok KHA Wahid Hasyim.
Mau tidak mau, Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan kegagalan diplomasi kalangan nasionalis dalam mempertahankan wilayah Republik Indonesia, terutama Jawa Barat dan Sumatera. Hasil KMB 1949 tersebut menyebutkan jika wilayah Republik Indonesia meninggalkan sisa berupa “lapak” Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Madura.
Tidak luas, bukan? Sementara sisa wilayah lainnya menjadi wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS) di bawah pengaruh Pemerintah Kerajaan Belanda atau sering disebut sebagai negara federal (boneka) Belanda.
Pada saat itu, Presiden RI adalah Assa’at, Presiden RIS adalah Ir Soekarno, dan Presiden Masyumi adalah KHA Wahid Hasyim. Ketiganya bertempat di Yogyakarta dan masing-masing memiliki Menteri Agama. Karena, Jakarta sudah diduduki oleh pasukan multinasional melalui Agresi Belanda I, 20 Juli 1947.
Abubakar Aceh dalam buku Sejarah Hidup KHA Wahid Hasyim dan Karangan Tersiar (terbit pertama pada 1957) memberikan data dan pembacaan penting bagi sejarah NU dan NKRI.
Selaku Presiden Masyumi sekaligus Menteri Agama, KHA Wahid Hasyim memprakarsai konsolidasi tiga Menteri Agama (Menteri Agama RI, Menteri Agama RIS, dan Menteri Agama Masyumi) melalui jaringan telegram kepada shumuka-shumuka (KUA saat ini) di seluruh eks wilayah Hindia Belanda untuk memberikan instruksi adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Di samping kontra negara-negara buatan Belanda, kontra ideologi pada abad ke-20 menjadi alasan lain untuk mempertahankan NKRI melalui militer. Laskar-laskar pesantren dan guru-guru agama yang sebelumnya diprakarsai oleh KHA Wahid Hasyim dan KH Moh Ilyas agar diberikan pelatihan militer oleh Pemerintah Jepang berhasil membentuk barisan sendiri berupa laskar pesantren.
Ahmad Baso mengistilahkan laskar pesantren tersebut sebagai pasukan paramiliter. Sebab, hanya pesantren yang memiliki pasukan yang solid. Adapun istilah “laskar rakyat’ sebagai cikal bakal berdirinya TNI tidak ada alasan yang kuat. Laskar rakyat yang dimaksud dalam Sejarah Indonesia adalah paramiliter dari pesantren-pesantren.
Pelatihan militer yang diprakarsai oleh KHA Wahid Hasyim dan KH Moh Ilyas tersebut berhasil dilaksanakan di Cibarusah, Bekasi. Salah satu di antara alumni Cibarusah tersebut adalah Menteri Agama RI masa periode 1983-1993, Prof Dr H Munawir Sadzali.
Namun demikian, tidak semua laskar-laskar pesantren tersebut dapat otomatis menjadi anggota TNI karena kendala administrasi (ijazah) dalam istilah Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid). Di samping, karena perubahan-perubahan bentuk negara yang memang belum final.
Angkatan Oemat Islam (AOI), salah satu laskar pesantren, yang dipimpin oleh KH Mahfudz Somalangu adalah yang harus menerima konsekuensi sanksi dari kalangan “militer nasionalis” ketika terjadi perubahan bentuk negara yang belum final tersebut.
Menurut Mbah Slamet, salah satu sesepuh Pesantren Somalangu dan ketua MWCNU Kecamatan Kebumen sembilan periode yang mendampingi penelitian Gus Dur dan Kuntowijoyo, KH Mahfudz memang memiliki kehendak untuk melakukan rekonsiliasi dengan Presiden Soekarno di Yogyakarta, tapi setiba di daerah Purworejo KH Mahfudz dihadang oleh kalangan “militer nasionalis” agar balik kucing kembali lagi ke Somalangu.
Padahal, pertemuan dalam rangka menggagas NKRI kerap dilakukan di Pesantren Somalangu yang dihadiri langsung oleh KHA Kahar Muzakkir (tokoh Muhammadiyah) dan tokoh-tokoh lainnya.
Dengan demikian, upaya-upaya penulisan kembali (kodifikasi) sejarah NU diperlukan dari dua aspek pembacaan. Tidak hanya mengandalkan data-data formal historiografi yang kadang salah tafsir. Sehingga sebagai organisasi pergerakan, NU tetap menjadi penentu terhadap perubahan-perubahan sosial, baik skala nasional maupun global, karena memahami titik tolak peristiwa yang sedang berlangsung. Condition on going!
M. Sakdillah, penulis buku Kesastrawanan Gus Dur (2010)
Terpopuler
1
Keutamaan Puasa Syaban Menurut Syekh Nawawi al-Bantani
2
Khutbah Jumat: Menumbuhkan Keikhlasan dalam Beramal dan Beribadah
3
Khutbah Jumat: Jagalah Lisan supaya Tidak Menyakiti Orang Lain
4
Khutbah Jumat: Jangan Salah Pilih Teman
5
Khutbah Jumat: Manusia sebagai Makhluk Sosial, dan Perintah untuk Saling Mengenal
6
Data Hilal Penentuan Awal Bulan Syaban 1446 H
Terkini
Lihat Semua