Fathul Qadir, Metrologi Islam Nusantara Karya Kiai Jombang (1921)
Ahad, 1 Januari 2017 | 11:34 WIB
Kitab ini ditulis dalam bahasa Arab dan Melayu beraksara Arab (Jawi), dan kadang diselingi dengan bahasa Jawa. Dalam kolofon, disebutkan jika kitab ini diselesaikan pada tahun 1339 Hijri (1921 Masehi). Kitab ini lalu dicetak oleh Maktabah Salim Nabhan, Surabaya (tanpa tahun). Versi cetakan Nabhan, tebal kitab ini sebanyak 24 halaman.
Dalam ensiklopedi Wikipedia, disebutkan jika metrologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari cara-cara pengukuran, kalibrasi dan akurasi di bidang industri, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Ilmu ini erat kaitannya dengan satuan ukuran dan timbangan. Dalam tradisi Arab-Islam, bidang ini dikenal dengan terma “ilm al-maqâdîr wa al-maqâyîs wa al-masâhah”, yang erat kaitannya dengan “ilm al-jabr wa al-riyâdhiyyât” (ilmu hitung dan eksakta Islam).
Meski tipis, namun kitab ini secara ringkas merangkum pelbagai macam satuan ukuran dan timbangan dalam dalam enam pasal besar, yaitu (1) pasal tentang “al-Maqâyîs” (neraca hitung), (2) pasal tentang “Maqâdîr al-Khuthûth” (ukuran jarak), (3) pasal tentang “al-Suthûh” (satuan geodesi), (4) pasal tentang “Maqâdîr al-Ajsâm” (satuan ukur jarak dan berat benda), (5) pasal tentang “al-Awzân al-Jâwiyyah” (ukuran dalam tradisi Jawa), dan (6) pasal tentang “al-Awzân al-‘Arabiyyah” (ukuran dalam tradisi Arab).
Satuan ukur dan timbangan yang dikaji dalam kitab ini berasal dari tiga tradisi yang berbeda-beda, yaitu satuan ukuran dan timbangan dalam tradisi Arab-Islam, Barat, dan Jawa. Dalam kitab ini juga disebutkan panduan menyamakan (qiyâs) antar satuan ukuran dan timbangan dalam tiga tradisi yang berbeda itu.
Dalam tradisi Arab-Islam, misalnya, terdapat satuan ukuran “Shâ’”, “Qushbah”, “Qullah”, “Qîrâth”, “Farsakh”, dan lain-lain. Dalam tradisi Barat, terdapat ukuran “gram”, “meter”, “pound”, “mil”, “hektar”, dan lain-lain. Sementara, dalam tradisi Jawa, terdapat satuan ukuran luas seperti “Bahu”, “Kikil”, “Jengkal”, “Lupit”, “Kecrit”, “Idu”, dan lain-lain.
Sosok pengarang kitab ini, yaitu KH Ma’shum Ali Seblak (Jombang), terhitung sebagai sosok cendikiawan Islam Nusantara yang unik. Meski berasal dari latar belakang kalangan Islam Tradisional, namun beliau menguasai pelbagai macam ilmu pengetahuan eksakta secara mumpuni.
KH Ma’shum bin Ali bin Abdul Jabbar dilahirkan di Maskumambang, Gresik, pada tahun 1305 H (1887 M). Beliau adalah cucu dari KH Abdul Jabbar Maskumambang, sekaligus keponakan dari KH Faqih bin Abdul Jabbar Maskumambang. KH Ma’shum Ali juga menantu dari Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
Selain menulis dalam bidang metrologi dan surveying sebagaimana yang tertuang dalam “Fathul Qadîr fî ‘Ajâib al-Maqâdîr”, KH Ma’shum Ali juga menulis dua buah karya dalam bidang astronomi, yaitu “al-Durûs al-Falakiyyah” dan “Badâi’ al-Masâil”. Karya beliau lainnya adalah “al-Amtsilah al-Tashrîfiyyah” dalam bidang morfologi Arab (ilmu sharaf), yang sangat populer di kalangan para pengkaji gramatika Arab di Nusantara. (A. Ginanjar Sya’ban)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
2
Cerita Rayhan, Anak 6 Tahun Juara 1 MHN Aqidatul Awam OSN Zona Jateng-DIY
3
Peran Generasi Muda NU Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045 di Tengah Konflik Global
4
Luhut Binsar Pandjaitan: NU Harus Memimpin Upaya Perdamaian Timur Tengah
5
OSN Jelang Peringatan 100 Tahun Al-Falah Ploso Digelar untuk Ingatkan Fondasi Pesantren dengan Tradisi Ngaji
6
Daftar Barang dan Jasa yang Kena dan Tidak Kena PPN 12%
Terkini
Lihat Semua