Pustaka

Futuhatut Taubah, Kitab Tarekat Bahasa Sunda Karya Mama Sempur Purwakarta

Jumat, 11 Oktober 2024 | 20:00 WIB

Futuhatut Taubah, Kitab Tarekat Bahasa Sunda Karya Mama Sempur Purwakarta

Kitab Futuhatut Taubah

Tasawuf merupakan salah satu ajaran dalam Islam yang bertujuan meningkatkan kualitas spiritual dan mendekatkan diri kepada Allah melalui penyucian jiwa. Salah satu cara untuk mengamalkan tasawuf secara terstruktur adalah dengan bergabung ke dalam salah satu tarekat mutabarah, yakni tarekat yang diakui dalam dunia Islam.


KH Tubagus Ahmad Bakri (w. 1975) atau dikenal dengan Mama Sempur Purwakarta menjelaskan sejumlah panduan dalam bertarekat. Penjelasannya ini ia tuangkan dalam kitab Futûḫatut Taubah fî Shidqi Tawajjuhit Thariqah (Purwakarta, tanpa penerbit: t.t) yang ditulis dalam aksara pegon Sunda.  Menurutnya, hukum masuk tarekat bagi setiap Muslim yang mukallaf adalah fardlu ain. (hal. 32). 


Dalam kitab tersebut, Mama Sempur memulai dengan menjelaskan pentingnya membersihkan hati yang diimplementasikan dengan taubat dari berbagai dosa besar dan kecil. Ketika dosa-dosa ini sudah terkikis, akan terasa ringan dalam menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya.


"Dosa teh kacida ngahalanganana kana ta'at ka Allah (Dosa itu sungguh menghalangi pada ketaatan kepada Allah)". (hal.3)


Dijelaskan Mama Sempur, ada 4 perkara yang bisa membuat ibadah terasa berat, yaitu [1] dunia, [2] makhluk, [3] setan, dan [4] hawa nafsu. Untuk itu, Ia pun mendorong agar umat Islam bisa mengendalikan keempat hal tersebut. (Hal. 3-4). Selama hidup di dunia ini, manusia akan terus menerus bergelut dengan empat hal tersebut. Maka cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengendalikannya bukan dengan memusnahkannya.


Mama Sempur kemudian mengurai 42 jenis dosa besar yang disadur dari kitab Asnal Mathalib syarah Raudlatut Thalib. Di antaranya adalah syirik, membunuh, mabuk, zina, dan mencuri. Semua dosa tersebut harus ditobati dengan cara menyesalinya, meninggalkannya, dan bertekad tidak akan mengulanginya. (hal. 4-9). 


Langkah selanjutnya, ketika dosa-dosa besar telah berhasil ditinggalkan, hal yang harus dilakukan adalah meninggalkan dosa-dosa kecil, perbuatan makruh, dan khilaful aula. Bagi orang yang sudah masuk tarekat, jelas Mama Sempur, hendaknya tidak merasa diri paling benar atau merasa diri lebih baik dari orang lain serta meninggalkan semua perkara yang tidak diridlai Allah. (hal. 17)


Mama Sempur kemudian mengurai sejumlah syarat dan kriteria cukup ketat yang harus dipenuhi oleh seorang guru mursyid, di antaranya adalah sebagaimana berikut:

 
  1. Menguasai disiplin ilmu fiqih dan ushul,
  2. Memahami dinamika dan kondisi hati muridnya,
  3. Mempunyai rasa kasih sayang kepada semua makhluk, terlebih kepada muridnya,
  4. Mampu menutupi dan melebur dosa muridnya,
  5. Pantang menerima apalagi meminta sesuatu kepada muridnya,
  6. Pantang memerintah muridnya sebelum dirinya melakukan perintah tersebut.
  7. Rutin mengadakan pertemuan dengan murid untuk berzikir dan membahas ilmu syara‘, tasawuf, dan tarekat.
  8. Pantang berbicara dengan motivasi duniawi atau hal lain yang tidak berfaedah untuk muridnya, apalagi sampai mengolok-olok ilmu syara. Mama Sempur menegaskan, orang yang mencemooh ilmu syara bukanlah seorang guru tarekat, melainkan guru setan, pasalnya semua nabi melakoni syara yang telah ditentukan oleh Allah,
  9. Berbicara lemah lembut,
  10. Setiap waktu mendoakan dan mengarahkan muridnya agar mendapat kemaslahatan di dunia dan akhirat. (hal. 18-26)


Dijelaskannya, guru tarekat diibaratkan seperti dokter yang mampu mendiagnosa pasiennya. Para muridnya ini akan terbagi menjadi 3 kemungkinan, yaitu [1] menjadi ulama dan wali, [2] menjadi ulama tapi tidak menjadi wali, dan [3] menjadi alim untuk pribadinya sendiri. (hal. 29-30)


Adapun bagi seorang murid tarekat, ada 36 perkara yang wajib dilakoni, di antaranya adalah mempunyai akidah yang berhaluan ahlussunah wal jamaah, meninggalkan semua dosa, tidak melakukan sesuatu dengan motivasi duniawi, tidak berbuat zalim, tidak thama alias mengharap pemberian dari orang lain, mampu mengendalikan hawa nafsu, dan rajin shalat berjamaah. (hal. 27-29)


Dalam kitab yang tebalnya 53 halaman tersebut, Mama Sempur menyoroti tarekat yang dianggap menyimpang dari syara dan harus dihindari oleh seorang murid. Ia menyebutnya dengan istilah tarekat Gatoloco yang memiliki ciri-ciri di antaranya sebagaimana berikut:

 
  1. Mengangkat murid tanpa terlebih dahulu memeriksa pelaksanaan fardlu ain pada diri murid tersebut,
  2. Sering meminta kepada murid-muridnya, termasuk meminta zakat,
  3. Melaksanakan puasa sunnah Syawal sementara puasa wajib Ramadhan ditinggalkan, dalihnya karena pahala puasa Syawal setara dengan puasa satu tahun,
  4. Sering mencela dan melarang muridnya mempelajari ilmu syara dan berdalih bahwa dalam syara banyak larangan,
  5. Ketika muridnya meninggal, guru tarekat Gatoloco akan meminta fidyah kepada keluarga muridnya.
  6. Melakukan perkara bid‘ah yang tidak ada dasarnya dalam agama Islam. (hal. 23-24)


Seorang ahli tarekat ketika akan melakukan zikir hendaknya mempersiapkan diri dengan berbagai hal. Diibaratkan Mama Sempur, berzikir itu seperti menanam padi. Sebelum padi ditanam tentu harus menyiapkan berbagai hal, mulai dari membersihkan sawah hingga membajak tanahnya, baru kemudian bibit padi ditanam. Begitu pun sebelum mengamalkan zikir tarekat, hendaknya ahli tarekat membersihkan diri dari berbagai dosa baru kemudian mengamalkan zikir tersebut agar tanaman zikirnya hasil dengan maksimal. (hal 31)


Kitab ini cocok dipelajari oleh umat Islam yang hendak mempelajari dan mengamalkan ilmu tasawuf dan tarekat. Namun demikian, karena kontennya menggunakan aksara pegon Sunda, tentu saja kitab ini terbatas untuk kalangan santri dari Pasundan. Selain itu, untuk mengamalkannya pun perlu didampingi oleh seorang guru agar mendapat arahan yang lebih otoritatif. Wallahu a‘lam.


Muhammad Aiz Luthfi, Pengajar di Pesantren Al-Mukhtariyyah Al-Karimiyyah, Subang Jawa Barat.