M Ryan Romadhon
Kolomnis
Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Khalid bin Katsir Abu Ja’far At-Thabari atau yang lebih dikenal dengan nama Imam At-Thabari dipandang sebagai salah seorang tokoh terkemuka yang menguasai banyak disiplin ilmu. Ia meninggalkan khazanah keislaman sangat besar yang senantiasa mendapat sambutan baik di setiap masa dan generasi.
Ia mendapatkan popularitasnya melalui dua buah karya monumental, yakni kitab Tarikhul Umam wal Muluk yang mengupas sejarahdan kitab tafsirnya Jami'ul Bayan fi Tafsiri Qur'an atau yang lebih masyhur dengan nama Tafsir At-Thabari.
Kedua kitab tersebut termasuk di antara sekian rujukan ilmiah paling penting. Bahkan kitab tafsirnya menjadi rujukan utama bagi para mufassir yang menaruh perhatian terhadap tafsir bil matsur.
Sekilas Kitab Tafsir At-Thabari
Kitab Tafsir At-Thabari terdiri dari 30 jilid. Masing-masing sangat tebal. Kitab ini pernah hilang, namun kemudian Allah menakdirkannya muncul kembali ketika didapatkan satu naskah manuskrip tersimpan oleh seorang amir bernama Hammud bin Abdurrasyid. Salah seorang penguasa Najd. Tidak lama kemudian kitab tersebut diterbitkan dan beredar luas hingga sampai sekarang menjadi ensiklopedia tafsir bil matsur.
Baca Juga
Pengertian Riba dalam Tafsir at-Thabari
Tafsir At-Thabari merupakan tafsir tertua yang sampai kepada kita secara lengkap. Tafsir-tafsir yang ditulis oleh generasi sebelumnya tidak ada yang sampai kepada kita kecuali hanya sedikit. Itupun sudah terangkum dalam tafsir At-Thabari.
Metode Penafsiran Tafsir At-Thabari
Metode tafsir yang dipakai oleh Imam At-Thabari ialah ketika menafsirkan suatu ayat ia berkata, "Pendapat-pendapat mengenai tafsir atau ta'wil ayat ini adalah begini dan begitu."
Setelah itu At-Thabari menafsirkannya berdasarkan pandangan para sahabat dan tabiin yang diriwayatkan secara lengkap dengan metode tafsir bil ma'tsur. Ia juga menggunakan pendekatan komparasi kritis memaparkan berbagai riwayat atau pendapat yang berkenaan ayat yang ditafsirkan, kemudian mentarjihnya.
Pendekatan bahasa turut digunakan jika diangap perlu. Terutama dalam aspek i'rabnya. Dalam pendekatan bahasa, At-Thabari menjadikan bahasa Arab sebagai pegangan. Dalam hal ini beliau tidak melupakan syair-syair Arab kuno dan mazhab-mazhab ilmu nahwu.
At-Thabari juga melakukan tafsir dengan pendekatan fiqih yang digunakan mengistinbath hukum.
Tidak jarang At-Thabari tampil sebagai kritikus sanad dalam proses tafsirnya. Sebab itu ia senantiasa melihat kualitas sanad atau perawi suatu riwayat, apakah perawi termasuk orang yang adil atau tercela (ta'dil wa tajrih).
Masalah qira'at juga tidak luput dari perhatiannya. Biasanya ia menyebutkan macam-macam qira'at.
Meskipun Imam At-Thabari meriwayatkan kisah-kisah Israiliyat, tapi ia memberikan sikap kritis dalam pembahasannya. Masalah aqidah dan kalam juga menjadi perhatiannya. Dalam hal ini At-Thabari mendiskusikannya dengan cermat. Di sini ia sering membantah pandangan mazhab kalam (teologi) dan menunjukkan dukungannya terhadap Ahlusunnah wal Jama'ah.
Darul Ma'arif Mesir telah menerbitkan dan mempublikasikan karya Imam Ibnu Jarir At-Thabari dengan baik. Hadits-haditsnya telah ditakhrijkan oleh Ahmad Syakir. Tetapi sayang masih belum sempurna, padahal manfaatnya cukup besar, mengingat kitab itu telah ditahqiq terlebih dahulu. (Manna’ Al-Qathan, Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an, [Kairo, Maktabah Al-Ma’arif: 2000], halaman 374-375).
Nilai Lebih Tafsir At-Thabari
Salah satu kelebihan kitab Tafsir At-Thabari dari kitab-kitab tafsir sebelumnya adalah menjadi pelopor tafsir yang mentarjih riwayat mana yang paling kuat. Sebagaimana dimaklumi, tafsir-tafsir generasi sebelumnya sekadar mengumpulkan berbagai riwayat tanpa mentarjihnya.
Menurut As-Suyuthi, seperti yang dikutip oleh Syekh Manna’ Al-Qathan dalam Mabahits fi 'Ulumil Qur'an, kitab Tafsir At-Thabari adalah tafsir paling besar dan luas. Banyak mengemukakan berbagai pendapat tafsir kemudian mengunggulkan (mentarjih) mana riwayat yang paling kuat secara argumentatif. Masalah bahasa dan pengambilan hukum juga tak ketinggalan dibahas. Karena itulah ia melebihi tafsir-tafsir karya pendahulu.
Imam An-Nawawi juga pernah mengatakan, ulama Islam sepakat bahwa belum pernah ada kitab tafsir sekaliber karya Imam At-Thabari. (Al-Qathan, 374-375).
Contoh Tafsir At-Thabari
Berikut ini adalah salah satu contoh penafsiran Imam At-Thabari yang mentarjih salah satu pendapat tafsir setelah memaparkan berbagai pendapat lainnya saat menafsirkan surat Al-An’am ayat 152:
القول في تأويل قوله: وَلا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ
قال أبو جعفر: يعني جل ثناؤه بقوله: ولا تقربوا مال اليتيم إلا بالتي هي أحسن، ولا تقربوا ماله إلا بما فيه صلاحه وتثميره، كما
١٤١٤٧- حدثني المثنى قال، حدثنا الحماني قال، حدثنا شريك، عن ليث، عن مجاهد: ولا تقربوا مال اليتيم إلا بالتي هي أحسن، قال: التجارة فيه
١٤١٤٨- حدثني محمد بن الحسين قال، حدثنا أحمد بن المفضل قال، حدثنا أسباط، عن السدي: ولا تقربوا مال اليتيم إلا بالتي هي أحسن، فليثمر مالَه
١٤١٤٩- حدثني الحارث قال، حدثنا عبد العزيز قال، حدثنا فضيل بن مرزوق العنزي، عن سليط بن بلال، عن الضحاك بن مزاحم في قوله: ولا تقربوا مال اليتيم إلا بالتي هي أحسن، قال: يبتغي له فيه، ولا يأخذ من ربحه شيئًا
Artinya, “At-Thabari berkata di dalam tafsirnya tentang firman Allah: “Dan janganlah kamu sekalian mendekati harta anak yatim kecuali dengan perbuatan yang baik”.
Abu Ja'far menafsirkan firman Allah: "(Dan janganlah kamu sekalian mendekati harta anak yatim kecuali dengan perbuatan yang baik)", dengan tafsiran, “Janganlah kamu sekalian mendekati harta tersebut kecuali ada kemanfaatan dan kemaslahatan untuk harta tersebut.”
14147. Telah bercerita kepadaku Al-Mutsanna, ia berkata: "Al-Hamani berkata: "Syarik telah bercerita kepadaku dari Laits, dari Mujahid: "(Dan janganlah kamu sekalian mendekati harta anak yatim kecuali dengan perbuatan yang baik)", Mujahid berkata: Maksudnya adalah meniagakan harta anak yatim.
14148. Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Al-Husain, dia berkata: "Ahmad Bin Muffaddhal bercerita kepadaku, ia berkata, "berkata Asbath, dari Suddi, bahwa yang dimaksud dari firman-Nya, “Dan janganlah kamu sekalian mendekati harta anak yatim kecuali dengan perbuatan yang baik”, maksudnya adalah mengembangkan harta tersebut.
14149. Telah berkata kepadaku Al-Haris, ia berkata: "Abdul Aziz bercerita kepadaku, ia berkata, "Fudail bin Marzuq Al-Anazi dari Sulaith bin Bilal, dari Ad-Dhahak bin Muzahim, bahwa dalam firman Allah, “Dan janganlah kamu sekalian mendekati harta anak yatim kecuali dengan perbuatan yang baik” Ad-Dhahak berkata: "Wali mengembangan harta anak yatim, akan tetapi tidak boleh mengambil keuntungan sepeserpun." (At-Thabari, Tafsir At-Thabari, [Makkah, Darut Tarbiyyah wat Turats, juz XIII, halaman 221-222).
Identitas Kitab
Penulis: Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Khalid bin Katsir Abu Ja’far Ath-Thabari (Imam Ath-Thabari) (w. 310 H)
Penerbit: Darut Tarbiyyah wat Turats
Kota Terbit: Mekah
M Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman Bulus Purworejo
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua