Marashidul Mathali': Munasabah Al-Qur'an karya Imam As-Suyuthi
Senin, 5 Februari 2024 | 17:45 WIB
Ilusrasi: Cover kitab Marashidul Mathali' Munasabah Al-Quran karya As-Suyuthi. (NU Online - Ahmad Muntaha AM).
Muhammad Izharuddin
Kolomnis
Munasabah Al-Qur’an merupakan salah satu cabang 'Ulumul Qur’an yang mengkaji korelasi susunan ayat dan surat dalam Al-Qur’an. Keberadaannya sangat urgen dalam penafsiran sehingga para mufasir perlu untuk menggandrungi ilmu ini.
Dikatakan urgen sebab berperan penting dalam mengungkap aspek kemukjizatan Al-Qur’an. Selain itu, juga dapat membantu dalam memahami inti persoalan dalam sebuah ayat atau kelompok ayat.
Tercatat banyak ulama yang ikut menuangkan perhatiannya terhadap ilmu ini. Salah satu di antara mereka ialah Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi atau masyhur dengan nama Imam As-Suyuthi yang wafat tahun 911 H.
As-Suyuthi bisa dibilang konsen dalam bidang ini. Hal itu bisa dibuktikan dari beberapa karyanya yang menghiasi ilmu munasabah Al-Qur’an. Salah satunya adalah Marashidul Mathali' wal Maqathi fi Tanasubil Mathali’ wal Maqathi’.
Marashidul Mathali' wal Maqathi ini sesuai namanya, Al-Mathali’ berarti awal dan Al-Maqathi’ yang berarti penutup, As-Suyuthi fokus pada bahasan keterkaitan antara awal dan akhir tiap surah dalam Al-Qur’an.
Jika diperhatikan, lafal Al-Mathali’ disebutkan di judul sebanyak dua kali, akan tetapi bukan bertujuan pengulangan (tikrar). Melainkan sebagai bentuk dari jinas tam, yang berarti dua kata terulang tapi berbeda makna. Pertama, bermakna terbit (thulu’) sedangkan yang kedua adalah pembuka atau awal surat. (Jalaluddin As-Suyuthi, Marashidul Mathali' wal Maqathi fi Tanasubil Mathali’ wal Maqathi’, [Riyadh: Dar Al-Minhaj: 1426], halaman 29).
Penggunaan jinas yang sudah tertera dalam judul kitab seolah memberi isyarat bahwa pembahasan munasabah dalam kitab ini juga sarat dengan jinas untuk mengungkap keindahan sastra Al-Qur’an. Menjadi dalih bahwa Al-Qur’an adalah kitab mukjizat dari sisi susunan dan keteraturannya.
Alasan yang mendasari ditulisnya kitab ini ialah untuk menghadirkan munasabah berdasar susunan (tartib) surah Al-Qur’an yang bersumber murni dari hasil pemikirannya. Hal ini tercantum dalam muqadimah kitab.
وقد أردت بيان ذلك على ترتيب السور في هذه الكراسة مستخرجاً له بفكري، إلا ما صرّحت بنقله عن غيري، وسمّيتها: مراصد المطالع في تناسب المقاطع والمطالع
Baca Juga
Menjadikan Ayat Al-Quran sebagai Azimat
Artinya: “Aku ingin menerangkan munasabah berdasarkan susunan surat-surat Al-Qur’an dalam tulisan ini terumuskan dari hasil pemikiranku, kecuali ada beberapa yang aku terangkan dengan menukil pendapat lain.” ( As-Suyuthi, Marashidul Mathali, hal. 47)
Muhammad bin Salim Bazamul, salah satu pentahqiq kitab ini mengatakan keinginan menuangkan karya produk dari pemikiran sendiri inilah yang membuat kitab ini berbeda dan unik. Nyatanya mayoritas karya As-Suyuthi notabene merupakan hasil kodifikasi dan kumpulan dari karya-karya ulama lain. (Muhammad bin Salim Bazamul, Ilmu Al-Munasabat fi As-Suwar wa Al-Ayat, [Maktabah Al-Makkiyah], halaman, 87)
Tambah lagi, sistematika penyajian munasabah awal dan akhir surat ini juga menjadikannya punya ciri khas sendiri yang berbeda dari pendahulunya. Misalnya, Al-Biqa’i yang menulis Nazhmud Durar fi Tanasubil Ayat was Suwar.
Dalam kitab tersebut, Al-Biqa’i menyajikan munasabah di keseluruhan surah dalam Al-Qur’an baik surah yang panjang maupun yang pendek. Berbeda dengan As-Suyuthi yang didapati beberapa surah tidak disebutkan munasabahnya, seperti: At-Thariq, Al-A’la, Al-Fajr, Asy-Syams dan surat-surat pendek lainnya.
Pentahqiq selain Bazamul, yakni Abdul Muhsin bin Abdul Aziz Al-‘Askar juga berpandangan sama. Beberapa surah mufassal dan qasr yang merupakan surah dengan kategori ayat-ayat pendek ditemukan tanpa adanya munasabah. (As-Suyuthi, Marashidul Mathali').
Kadang hanya ditampilkan nama surah saja tanpa memiliki munasabah bahkan tidak dicantumkan surah tersebut sama sekali. Bagi peresensi, hal ini justru bentuk objektivitas As-Suyuthi dalam menulis kitab agar tidak jatuh dalam cocokologi tanpa dasar keilmuan.
Sementara itu, dari segi sistematika penyajian, kitab Marashid ini ditempuh dengan dua cara untuk mengungkap munasabah antar awal dan akhir tiap surah. Pertama, dengan penjelasan ringkas dengan menampilkan pilihan ayat di awal dan akhir surah. Kedua, terkadang diurai analisis singkat oleh As-Suyuthi agar pembaca memahami informasinya.
Dari segi isi pembahasan munasabah dalam kitab ini tidak akan lari dua sisi, yakni sisi lafaz dan sisi makna. Pertama, munasabah sisi lafal, terkadang dengan adanya pengulangan lafal, seperti yang As-Suyuthi sebutkan dalam surah Al-Hasyr ayat 1 dan 24.
الحشر: أولها: سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ، وآخرها: يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Terlihat dua kata terakhir di ayat pertama surat, yakni Al-‘Aziz dan Al-Hakim terulang di penutup surat pada ayat 24. (As-Suyuthi, Marashidul Mathali', halalaman 70).
Adakalanya dalam bentuk pengulangan makna. Dalam hal ini seperti contoh yang telah peresensi sebutkan di awal yakni, jinas seperti dalam surah An-Nas.
الناس: مطلعها {النَّاسِ}، ومقطعها {النَّاسِ}، وتكرر فيها خمس مرات مختلفة المعاني، وقد عدّ من الجناس
Artinya: “An-Nas di awal dan An-Nas di akhir surat. Pengulangan yang terjadi sebanyak lima kali tersebut memiliki makna yang berbeda masing-masing. Perbedaan makna dengan lafal yang sama termasuk bagian dari jinas” (As-Suyuthi, Marashidul Mathali', halaman 84-85)
Kedua, munasabah sisi makna, yang diterangkan dalam berbagai bentuk. Adakalanya melalui sifat yang berlawanan, seperti lafal mu’minun (orang-orang beriman) ayat pertama dari surah A-Mu’minun dan ayat terakhir dengan lafal al-kafirun (orang-orang kafir). Kadang juga dengan celaan di awal surah dan pujian di akhirnya.
Terkadang juga dengan menghubungkan tanda dengan tanda lain di awal dan akhir surah. Misalnya, dalam surah Al-Qashash, di mana As-Suyuthi mengawalinya dengan kisah hijrahnya Nabi Musa dari negerinya dan ditutup dengan hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah menuju Madinah.
Kegigihan pengarang kitab dalam mengungkapkan munasabah terlihat dari adanya munasabah yang lebih banyak disebutkan ketimbang di surat-suratlain. Misalnya, dalam Surah Az-Zumar, Al-Ma’idah, Ali ‘Imran, dan Al-A’raf yang masing-masing punya jumlah yang berbeda.
Bahkan, jika dianggap belum cukup dalam menerangkan munasabah, As-Suyuthi memilih beralih kepada riwayat bacaan lain, seperti riwayat Ibnu Katsir, Hamzah, dan Al-Kisa’i.
Patut digaris bawahi, bahwa sebagus-bagusnya karya manusia tentu tak bisa dipisahkan dari kekurangan dan kesalahan. Termasuk juga kitab ini. Al-‘Askar menaruh dua kritikan. Pertama, As-Suyuthi tidak menentukan di mukadimah kitab apa yang termasuk kriteria mathla’ (awal) dan maqtha’ (akhir).
Apakah awal atau akhir ayat tiap surat? Ataukah yang dimaksud mathla’ itu awal topik yang dibahas surat dan akhir topik untuk maqtha’?
Tidak adanya ketentuan pasti yang membatasi akan berujung pada timbulnya kritikan kedua. Yakni, As-Suyuthi sedikit bertentangan dengan metodenya. Ada beberapa mathla’ yang justru jauh dari awal surat bahkan masuk ke pertengahan, seperti dalam surat An-Nur ayat 33 yang menjadi mathla’.
Sama halnya dengan maqtha’, terkadang As-Suyuthi membawanya jauh dari akhir penutup surah seperti dalam surat Al-Ahzab ayat 55. Padahal jumlah keseluruhan ayat dalam suraht tersebut adalah 73 ayat.
Terlepas dari itu semua, Al-‘Askar tetap menaruh apresiasi besar terhadap karya As-Suyuthi ini. Ada tiga hal yang menurutnya membuat kitab ini berharga dan harus dipelajari. (As-Suyuthi, Marashidul Mathali', halaman 33).
Pertama, dari segi tema bahasan kitab yang mengungkapkan keluasan, keindahan, dan estetika Al-Qur’an dari sisi balaghah (sastra), melalui keterikatan dan keterkaitan pembuka dan penutup surah.
Kedua, metode yang jarang digunakan membuat kitab ini unik dan berbeda dengan kitab-kitab lainnya.
Ketiga, ketenaran penulis, yakni Imam Jalaluddin As-Suyuthi. As-Suyuthi merupakan seorang ulama yang menekuni kajian Al-Qur’an, lengkap dengan 'Ulumul Quran dan balaghahnya, maka tentu tulisan dan karyanya menjadi hal yang sangat penting untuk dipelajari.
Dengan demikian, penting bagi tiap orang yang ingin terjun dalam 'Ulumul Quran khususnya yang bertalian dengan munasabah untuk mengkaji dan mempelajari kitab ini. Marashidul Mathali' wal Maqathi' yang ditulis As-Suyuthi akan membantu pembaca untuk menyelami mutiara keindahan kemukjizatan Al-Qur’an dari sisi sastra dan retorikanya. Wallahu a’lam
Judul: arashidul Mathali' wal Maqathi fi Tanasubil Mathali’ wal Maqathi’
Penulis: Al-Hafidz Jalaluddin As-Suyuthi (849-911 H)
Penerbit: Maktabah Dar Al-Minhaj, Riyadh
Tahun terbit: 1426 H, Cet. 1
Pentahqiq: Abdul Muhsin bin Abdul 'Aziz Al-'Askar
Ustadz M Izharuddin, Mahasantri STKQ Al-Hikam Depok
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua