Mengenal Tahqiqul Amal, Kitab tentang Zakat Fitrah dengan Uang
Ahad, 7 April 2024 | 22:00 WIB
Muh Fiqih Shofiyul Am
Kolomnis
Problematika zakat fitrah dengan uang memang tidak lekang untuk dibahas pada momentum akhir bulan Ramadhan. Sudah banyak audiensi dari para pendakwah bahwa praktik zakat fitrah dengan uang merupakan hal yang problematik secara analisis fiqih lintas mazhab kecuali Hanafiyah yang melegalkan.
Hanya saja legalitas itu tidak berlaku untuk harga beras, karena zakat fitrah dalam mazhab Hanafi hanya kepada tiga komoditi yakni gandum, kurma, dan anggur, dan tentunya harga dari tiga komoditi itu jika dihitung perkilo bisa mencapai nominal lebih dari angka yang seharusnya dikeluarkan untuk beras.
Jika setiap pakar fiqih Islam kekinian mau jujur memandang fenomena kebutuhan hidup, uang memang lebih efektif dibandingkan dengan sembako bagi siapapun, khususnya bagi masyarakat strata sosial level bawah. Hanya saja ulama klasik yang sadar akan hal ini dan mengamandemenkan dalam sebuah ketentuan hukum mazhab hanyalah Imam Abu Hanifah.
Syekh Ali Jum’ah menganggap praktik zakat fitrah dengan uang sangat relevan dengan era kekinian mengingat alat tukar sudah menjadi hal yang paling dicari oleh setiap masyarakat. Saat ini masyarakat tidak lagi bertransaksi dengan sistem barter atau tukar barang. Bahkan menurut Syekh Ali, para pakar yang berseberangan dengan Imam Hanafi, jika saja mereka mengetahui era sekarang, pasti mereka akan mengikuti pendapat ini. (Ali Jum’ah, Al-Bayan lima Yasyghalul Adhan, [Kairo: Darul Ma’arif, 2015], juz I, hal. 297.).
Baca Juga
Lafal-lafal Niat Zakat Fitrah
Syekh Ali mempromosikan kitab karya Syekh Ahmad bin Shiddiq al-Ghumari yang berjudul Tahqiqul Amaal fi Ikhraji Zakatil Fithri bil Maal. Syekh Ali mengatakan bahwa kitab ini sangat menarik dan mendukung pendapat Imam Hanafi dengan banyak dalil dan arah logika yang bermacam-macam.
Al-Ghumari menyebutkan dalam prolognya (hal. 5) bahwa motivasi menulis kitab ini adalah berawal dari problematika langkanya stok biji dan tepung gandum di pasaran yang disebabkan perang dunia kedua akibat terputusnya hubungan perdagangan internasional di Maroko.
Di akhir kitab tercatat, kitab ini selesai ditulis pada hari Kamis 5 Dzulqa’dah tahun 1359 H atau 4 November 1940 M pada waktu perang dunia kedua yakni 1939-1945.
Pemerintah setempat membagikan sembako berupa roti dan melarang untuk menjual tepung, sedangkan yang beredar di pasaran adalah biji gandum dengan harga tujuh kali lipat roti bahkan bisa lebih.
Oleh sebab itu, masyarakat banyak yang menanyakan tentang zakat fitrah sedangkan yang terjadi waktu itu biji gandum sedang mengalami kenaikan harga yang tidak wajar. Oleh karena itu, al-Ghumari menulis kitab ini sebagai jawaban problematika masyarakat waktu itu untuk mengeluarkan zakat dengan nominal uang dan tepung bagi yang mampu melakukannya.
Penulis berpendapat, model penulisan al-Ghumari dalam kitab ini terkesan kurang sistematik. Karena setiap pasal yang beliau tulis tidak disertai dengan sub-judul setelah pasal disebutkan.
Baca Juga
Tuntunan Praktis Zakat Fitrah
Belum lagi dengan arah logika dari pendapat al-Ghumari yang banyak, sampai angka 32 bentuk bangunan logika. Logika ini untuk menguatkan legalitas zakat fitrah dengan uang yang tertulis campur aduk dengan pasal pasal yang ada.
Pasal pertama, al-Ghumari mencatat dalil pendapatnya tentang berfitrah dengan tepung, pasal kedua tentang mazhab-mazhab yang selaras dengan pasal pertama, kemudian pasal ketiga lebih spesifik tentang tema besar yang diusung.
Kerancuan tata letak penulisan dimulai dari pasal empat yang mengungkapkan wajah pendapat (arahan logika). Dalam pasal itu ada dua arahan pendapat. Pasal ke lima, enam, dan tujuh tidak jelas memulai topik pembahasan dengan apa, sedangkan menurut penulis hanya melanjutkan kutipan dalil dari arah logika yang dibangun.
Pasal ketujuh baru menyebutkan arahan ketiga dan keempat. Setelah itu sub-judul diganti dari pasal menjadi hadits-hadits perawi yang banyak. Lalu pada pasal kelima baru dilanjutkan dengan arah logika kelima hingga ke tiga puluh dua. Kemudian dilanjutkan dengan pasal kedelapan sampai dengan kesebelas yang semua pasalnya tertulis tanpa sub-judul.
Banyak sekali bangunan logika yang disajikan oleh al-Ghumari untuk menguatkan pendapatnya. Al-Ghumari tidak hanya berargumentasi secara filosofis, namun setiap argumentasinya selalu didasari dengan dalil hadits.
Al-Ghumari mengatakan bahwa sembako menjadi pilihan utama zakat fitrah karena pada waktu itu kondisi sosio kultural masyarakat Muslim lebih mudah mendapatkan sembako daripada uang. (hal. 16-17)
Jika saja yang diperintahkan adalah mengeluarkan uang maka akan terasa sulit. Bahkan bagi orang kaya dengan kekayaan berupa benda dan aset berjalan sedangkan dia tidak kaya dalam bentuk deposito uang.
Bahkan menurut al-Ghumari pada era itu, bagi orang kaya harus membarter sembako atau ternak untuk mendapatkan uang. Oleh karena itu sembako logistik menjadi pilihan utama untuk berzakat karena memang mampu untuk didapatkan, sedangkan uang terbilang stoknya langka pada masa itu.
Berbeda dengan era sekarang di mana uang menjadi alat tukar yang mudah dimiliki oleh masyarakat. Al-Ghumari mencatat segala kebutuhan orang fakir bisa didapatkan dengan mudah jika dia mempunyai uang. Oleh karena itu memberikan zakat dalam bentuk uang lebih efektif. (hal. 32)
Masih banyak argumentasi yang dipaparkan oleh al-Ghumari dalam kitab ini tentang zakat dengan uang, yang tidak mungkin penulis sebutkan semuanya.
Al-Ghumari tidak menerima jika dia diklaim hanya beristihsan tanpa dalil yang jelas. Hal ini tercatat dalam penutupnya di akhir kitab ini. Al-Ghumari menekankan bahwa yang ia tulis dan logika yang dibangun berdasarkan interpretasi dalil, bukan atas dasar hanya logika tak berdasar.
Al-Ghumari mengakhiri tulisannya ini dengan kesimpulan sikap pembacanya, antara yang masih konservatif, dan tidak mau membuka mata dan masih tetap dengan sikap eksklusif yang absolut, dengan yang bersikap fleksibel dengan memandang terhadap interpretasi yang dinamis serta inklusif untuk mewujudkan tujuan utama syariah zakat itu sendiri yakni memberikan manfaat kepada masyarakat fakir dan memenuhi kebutuhan mereka. Wallahul musta’an ala ma tashifun
Identitas Kitab
Judul Kitab: Tahqiqul Amaal fi Ikhraji Zakatil Fithri bil Maal
Penulis: Syekh Ahmad bin Muhammad bin Shidiq al-Ghumari
Tebal: 56 halaman
Penerbit: Maktabah Kairo
Tahun: 2009
ISBN: 978-977-401-086-6
Peresensi: Muh Fiqih Shofiyul Am, Tim LBM MWC NU Tannggulangin dan Tim Aswaja Center PCNU Sidoarjo
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua