Muhammad Syakir NF
Penulis
Berkunjung ke Turki akan membawa kesan terhadap kemegahan imperium adidaya masa lampau, mulai dari Byzantium, Seljuk, hingga Ottoman. Bangunannya yang masih terawat rapi memberikan suasana peradaban yang modern dan megah di masanya.
Namun, ada yang lebih dari sekadar tampilan arsitektur, yaitu justru nuansa relijiusitasnya juga yang masih terjaga di beberapa kota. Tidak lain hal tersebut karena pengaruh besar para penyebar Islam di sana yang juga diyakini memiliki kedekatan khusus dengan Allah swt, biasa kita sebut wali.
Sebagai sebuah negeri yang pernah menjadi pusat kekuasaan dan peradaban Islam, tentu sangat banyak tokoh-tokoh Muslim yang berasal dari negara tersebut. Bisa jadi tak terbilang karena saking banyaknya.
Pengaruh mereka bukan saja bagi masyarakat sekitarnya saja atau bagi Muslim belaka, tetapi juga terhadap mereka yang merasa bahwa nilai-nilai yang diajarkan para sufi itu merupakan perikehidupan yang harus diterapkan selagi nafas masih dikandung badan.
Sebut saja Maulana Jalaluddin Rumi, sosok yang amat sangat dikenal dengan karya monumentalnya berjudul al-Matsnawi. Bukan saja mereka yang Muslim, orang-orang non-Islam pun mengkhidmati karyanya tersebut.
Ia bukan sekadar penyair yang berbicara cinta. Lebih dari itu, ia merupakan sosok yang dikenal sebagai waliyullah, kekasih Allah. Laku hidupnya bahkan dilembagakan menjadi sebuah tarekat Maulawiyah.
Kita juga tentu mengenal Nasruddin Hoja, seorang yang dikenal kekocakannya. Humor-humornya mengandung ibrah (pelajaran) penting sebagai perikehidupan. Hoja itu bukanlah nama aslinya melainkan gelar yang orang-orang sematkan kepadanya karena dianggap sebagai seseorang yang bukan saja memahami pengetahuan agama secara komprehensif, tetapi mampu mempraktikkannya.
Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Turki Ahmad Munji menyajikannya secara sistematis dalam bukunya. Membacanya, kita diajak untuk sowan kepada para wali yang masyhur akan pengaruh, ajaran, teladan, karamah, dan barokahnya itu.
Munji menyajikannya dalam empat bab, yakni (1) Konya tempat di mana Rumi dan Nasruddin Hoja tinggal dan dimakamkan, (2) Bursa, (3) Istanbul sebagai ibu kota Ottoman, dan (4) Ankara yang saat ini menjadi ibu kota Turki.
Asiknya, pembaca tidak langsung diajak sowan ke para wali di kota masing-masing, tetapi lebih dulu dikenalkan mengenai kota-kota tersebut sehingga mengetahui suasana aslinya di sana dengan deskripsi yang cukup detail mengenai kota, kebudayaan, dan masyarakat yang menjadi penduduk di dalamnya.
Selain dua tokoh yang disebut di awal, ada pula wali yang masyhur di negeri tersebut, yakni Bektas. Sosok yang dimakamkan di Istanbul itu mengingatkan saya pada cerita Martin van Bruinessen yang saya peroleh dari Mamay Mujahid, dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Suatu ketika, katanya mengisahkan cerita yang didapatkannya secara langsung dari Martin ketika sua di Belanda, peneliti dari Universitas Utrecht itu sedang berkunjung bersama putranya yang ia namai Bektas ke Turki.
Saat menaiki taksi, sang sopir bertanya mengenai nama penumpangnya tersebut. Mendengar nama putranya sama dengan nama sang wali yang masyhur itu, sopir enggan menerima bayaran. Sedemikian kuatnya pengaruh wali yang dikenal Haji Bektas Veli itu.
Hal yang perlu diperhatikan dari cerita-cerita tentang para wali itu adalah ketinggian derajat yang mereka peroleh bukan barang instan. Mereka telah melalui lika-liku kehidupan yang cukup panjang dan pengetahuannya dalam bidang keagamaan yang sangat luas dan mendalam.
Mereka selain ulama terkemuka dengan penggalian ilmu yang dilakukan sejak dini mula, menjadi pejabat pemerintahan ataupun pengajar yang masyhur, sampai memilih untuk melalui jalan sunyi, khalwat untuk menuju ridho Allah swt.
Buku yang ditulis Mahasiswa doktor Universitas Marmara, Istanbul itu menyajikan proses tersebut sehingga pembaca digiring untuk tidak hanya hanyut dalam berbagai keistimewaannya, tetapi juga turut meneladani keistiqomahan mereka dalam mendalami ilmu pengetahuan, konsisten dalam kebenaran yang diyakini. Tanpa hal tersebut, harapan menjadi kekasih Ilahi hanyalah ilusi.
‘Ala kulli hal, kita dapat sowan kepada wali-wali Turki sekaligus mengambil beragam teladan dan kekhasan dakwahnya masing-masing melalui buku tersebut. Atau pun jika kita dapat berziarah secara langsung (allahumma aamiiin), buku ini dapat menjadi petunjuk dan perkenalan awal untuk memperdalam dan meneladani kehidupan mereka.
Peresensi adalah Syakir NF, mahasiswa Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia dan Pengurus Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama
Identitas Buku
Judul: Sufi dan Ottoman: Islam, Tradisi, dan Relasi Kuasa
Penulis: Ahmad Munji
Tebal: viii + 136 halaman
Penerbit: Rin Media
ISBN: 978-602-489-808-3
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua