Insyaallah, Ahad 26 Januari 2020, haul ketiga Almaghfurlah KH Mahtum Hannan akan digelar. Diagendakan pada hari itu sekitar pukul14.00 akan dibacakan dzikir, tahlil, dan istightotsah di makbaroh al-maghfurlah KH Abdul Hannan di mana sejumlah masyayikh termasuk al-maghfurlah KH Mahtum Hannan disarekan. Perhelatan spiritual ini terbuka untuk umum khususnya dzurriyyah, warga desa, santri, alumni, dan warga jamiyyah hadyu dan istighatsah. Diperkirakan akan ada ribuan jamaah yang berdatangan baik dari lokal maupun dari luar pesantren Babakan.
Reputasi Ki Mahtum sebagai seorang kiai kharismatik merupakan buah dari proses panjang dalam kehidupan dan perjuangannya. Seperti kebanyakan para kiai, Ki Mahtum muda adalah pemburu ilmu di sejumlah pesantren. Tradisi dalam keluarga almaghfurlah KH Abdul Hannan adalah mengirimkan semua putra putrinya untuk mondok di pesantren salafiyyah. Tidak satu pun di antara putra putrinya memiliki gelar akademik dari bangku sekolah atau perguruan tinggi. Dengan sangat disiplin, tradisi ini dirawat relatif ketat oleh generasi berikutnya hingga sekarang. Bagi Bani Hannan, pesantren is number one.
Sepulang dari petualangannya mencari ilmu, Ki Mahtum dewasa kembali ke Babakan pada tahun 1970-an. Kehadirannya di lingkungan keluarga Babakan pada waktu itu merupakan enerji segar. Maklum, pesantren Babakan paska 70-an boleh dibilang mengalami era transisi sesaat setelah kewafatan trio masyayikh: Ki Amin Sepuh, Ki Hannan, dan Ki Sanusie. Kembalinya Ki Mahtum ke Pesantren Babakan seperti memenuhi panggilan khusus untuk menyalakan terus api pesantren Babakan agar jangan padam.
Dalam perjuangannya menjaga nyala api Pesantren Babakan, Ki Mahtum tidak sendirian. Ketika kembali ke Babakan, Ki Mahtum bergabung dengan para masyayikh senior dan masyayikh seangkatan atau juniornya. Ada KH Fathoni Amin, KH Masduqi Ali, dan Ki Bulkin. Dari jalur kekuarganya sendiri, Bani Hannan, ada KH Amrin Hannan, KH Anwar Hannan, KH Amin Halim, KH Syaerozi, KH Mukhlas, dan KH Hasan. Di samping itu ada juga KH Sofwan, KH Syarif Hud Yahya, KH Yahya Masduqi, Ki Masrur, Ki Fathullah, dan KH Saleh Saddad. Masih dalam satu generasi dengan Ki Mahtum juga adalah KH Muntab. Masyayikh dari Bani Amin yang sekurun dengan Ki Mahtum ada KH Fuadz Amin, KH Bisri Amin, KH Abdullah Amin, KH Azhari Amin, KH Zuhri Afif Amin, dan KH Thohari. Sementara dari Bani Sanusie ada KH Nurudin, KH Haririe, KH Muchtar, KH Imam Badrudin, Ki Makmun, KH Mudzakkir, KH Muhammad, dan KH Ahmad Nashir . Di samping itu ada Ki Dahlan dan KH Muhtadi.
Berkiprah dalam era Babakan Fragmentaris, Ki Mahtum menghadapi tantangan yang unik. Pesantren Babakan di satu sisi harus merespons perkembangan zaman dalam berbagai bidang. Tapi di sisi lain pesantren Babakan juga harus konsisten dengan missi tafaqquh fid din. Pada era 80an, dinamika interaksi antar dua orientasi itu di pesantren Babakan cukup tajam. Dalam situasi inilah Ki Mahtum mengelola aneka potensi friksi agar menjadi kekuatan yang solid bagi pesantren Babakan. Dengan penuh kesabaran dari waktu ke waktu akhirnya pesantren Babakan memasuki satu fase konsolidasi yang kuat pada awal 2000-an. Adalah Ki Mahtum, figur sentral yang menyatukan pesantren Babakan itu dengan mengefektifkan forum silaturahmi pengasuh pesantren Babakan.
Pola peran yang dimainkan oleh Ki Mahtum dalam mengelola dinamika Pesantren Babakan tergolong menarik. Ki Mahtum tidak tampil sebagai sosok 'pinter.' Ki Mahtum lebih tampil sebagai sosok 'bijak.' Ki Mahtum juga tidak memposisikan diri sebagai pengasuh pesantren besar dengan ribuan santri tinggal bersamanya. Ki Mahtum justru hanya mengasuh pesantren kecil dengan puluhan santri di pondok yang berhimpitan dengan rumah tinggalnya.
Dengan pola itu, Ki Mahtum dapat membangun kedekatan dengan semua pihak. Beliau membagi setiap manfaat yang diterimanya untuk kepentingan semua pondok di lingkungan pesantren Babakan. Para masyayikh percaya kalau setiap apa yang digagas Ki Mahtum adalah hal positif untuk semua. Dalam waktu yang bersamaan, Ki Mahtum juga membawa pesantren Babakan pada posisi high profile di hadapan pemerintah. Jati diri dan karakter pesantren Babakan sebagai pesantren rakyat sangat dijunjung tinggi. Walaupun beberapa kali pejabat setingkat menteri berkunjung ke Babakan, Ki Mahtum tidak pernah menggambarkan dirinya sebagai pihak yang perlu dibantu.
Lalu siapa dan mana santrinya Ki Mahtum? Ki Mahtum melayani tamu hampir setiap hari dari berbagai kalangan mulai dari orang rendahan sampai dengan pejabat negara. Mereka mengkonsultasikan berbagai urusan termasuk urusan politik. Tamunya beragam dari berbagai golongan dan afiliasi. Tercatat sejumlah tokoh nasional pernah bertamu pada Ki Mahtum. Kekuatan ilmu hikmahnya menjadi magnet bagi banyak orang dari kampung dan kota. Suatu saat Ki Mahtum pernah bercerita kalau obat utama dari semua penyakit atau kesulitan adalah hati yang bersih sehingga memungkinkannya berjumpa dengan Sang Kekasih, Al-Rabb.
Itulah salah satu kelebihan Ki Mahtum yang diakui oleh para masyayikh sehingga kepemimpinannya cukup efektif. Dalam dinamika antar masyayikh, rupanya kekuatan hikmah menjadi pelumas yang memperlancar proses komunikasi dan konsolidasi. Ki Mahtum hampir tidak pernah memposisikan diri kontra dengam kalangan mana pun yang bahkan berbeda politik sekali pun. Ki Mahtum juga tidak memperlihatkan kepentingan pribadinya sendiri dalam setiap permusyawaratan ataupun perbincangan. Ki Mahtum lebih banyak mengalah untuk kepentingan dan kemaslahatan bersama. Ki Mahtum akan berjuang total jika menyangkut kepentingan pesantren secara bersama-sama. Dalam konteks inilah, Ki Mahtum berjuang habis-habisan untuk memastikan pesantren Babaka tidak tergusur dari trase tol Cikampek-Palimanan.
Di luar menerima tamu, Ki Mahtum istiqomah dalam menjalankan riyadloh batin. Wujudnya yang populer adalah istighotsah rutin setiap malam Jumat di maqbarah al-magfurlah Ki Hannan. Juga dijadwal baik rutin maupun insidental di beberapa tempat. Dalam setiap kesempatan istighotsah ratusan atau ribuan jamaah mengikutinya, yang secara akumulatif bisa mencapai jutaan. Dari sinilah kita bisa mengatakan bahwa Ki Mahtum adalah kiai dengan berjuta santri --karena jamaahnya dari berbagai kalangan.
Allahummaghfirlahu, warhamhu, wa 'afihi, wa'fu 'anhu. Wallahu a'lam bish-shawab.
Penulis adalah Ketua Tanfidziyah Persatuan Seluruh Pesantren Babakan (PSPB)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua