Kiai Syarifuddin dikenal sebagai nama Pondok Pesantren di Desa Wonorejo, Kabupaten Lumajang. Tapi banyak yang tidak tahu cerita di balik sosok tersebut hingga diadopsi sebagai nama pesantren.<>
Kiai Syarifuddin lahir di Desa Lawean, Kabupaten Probolinggo tahun 1890. Orang tuanya biasa dipanggil Kiai Sekarsari dan Nyai Sekarsari. Tidak ada yang tahu persis nama asli pasangan yang telah melahirkan ulama yang menjadi cikal bakal paku Lumajang itu.
Sejak masih muda, Kiai Syarifuddin memang akrab dengan dunia pesantren. Bahkan waktunya banyak dihabiskan di pesantren, di antanya di Pesantren Zainul Hasan, Genggong, Probolinggo.
Setelah dewasa, Kiai Syarif āsapaan akrabnya--Ā diambil menantu oleh Kiai Somber di Dusun Selok Besuki, Desa Wonorejo, Lumajang untuk dinikahkan dengan putrinya, Khosyiāah.Ā Di situlah Kiai Syarif bersama mertuanya merintis berdirinya Pesantren āTahsinul Mubtadiāinā dengan santri awal hanya 3 orang.
Sekuat tenaga Kiai Syarif berjuang meretas kemungkaran yang saat itu masih merajalea di mana-mana. Selain ngopeni santri, Kiai Syarif juga mengobarkan semangat patriotisme melawan penjajah. Untuk menghadapi kemungkaran dan penjajah itu, Kiai SyarifĀ membekali para pejuang dan santrinya dengan āilmu kekebalanā.
Sebenarnya Kiai Syarif tidak suka masyarakat terjebak dengan ilmu kekebalan, tirakat atau hal-hal lain sejenisnya. Tapi karena sudah terpaksa,Ā maka itupun dilakukan. Kepada anak-anaknya sendiri ia malah menganjurkan untuk tidak menggunakan kekebalan. āKalau kamu cukup baca shalawat saja, akhlaqnya yang baik, insyaallah selamat,ā ujar Kiai Syarif seperti ditirukan cucunya, KH. Adnan Syarif.
Ā Kiai Syarif sangat mencintai ilmu sehingga nyaris semua waktunya tersita untuk mengajar. Baginya, mengajar sangat penting untuk memapah langkah masyarakat agar tidak keliru arah. āSelama saya masih punya akal, saya akan teus mengajar,ā tekadnya.
Pernah suatu ketika, Kiai Syarif menegur santrinya yang kedapatan berpuasa tirakat. Bukan benci kepada tirakat, tapi ia ingin menunjukkan bahwa yang lebih penting dari tirakat adalah belajar, apalagi masih muda. āJangan puasa macam-macam, kecuali yang fardlu. Yang penting ngajinya dulu,ā ucapnya.
Di luar itu, Kiai Syarif juga pecinta seni islami. Ini dibuktikan dengan didirikannya kelompok Burdah di pesantren yang dikelolanya. Burdah adalah membaca puji-pujian dan pengagungan asma Allah yang diiringi dengan musik bedug. Ia juga pengagum berat Umi Kulsum, sang legenda gambus asal Mesir.Ā Saking begitu sukanya kepada Umi Kulsum, sampai-sampai ia mengimpikan keturunannya bisa belajar di Mesir. Dan ternyata kelak, impian itu jadi kenyataan. KH. Adnan Syairf, cucunya belajar di sana selama beberapa tahun.
Di usianya yang senja, ia masih terus mendarmabaktikan ilmunya dengan mengajar danĀ mengajar
Akhirnya Allah memanggil Kiai Syarif Ā untuk kembali kepada Sang Pencipta. Sore itu (1972), ia masih mengajar kitab Fathul Qorib. Kamis malam ketika mau shalat tahajjud, Kiai Syarif terpeleset di kamar mandi, lalu tak sadarkan diri sampai akhirnya Ahad dini hari, ajang menjemputnya.
Untuk mengenang jasanya, para ahli waris Kiai Syarif mengubah nama Pesantren āTashilul MubtadiāināĀ menjadi Pesantren āKiai Syarifuddinā.
Kiai Syarif meninggalkan 4 orang putera. Mereka telah dikarunianya 14 anak. Dua diantaranya adalah KH Syuhada Syarif, pernah menjadi Ketua PCNU Kencong (almarhum). Dan KH. Adenan Syarif, pengasuh Pesantren Syarifuddin yang sampai saat ini berkembang cukupĀ pesat.
Ya, Kiai Syarif tidak hanya patut dikenang di papan nama, tapi juga layak diteladani segala sepak terjangnya dalam kehidupan nyata. (Aryudi A. Razaq)
Ā
Ā
Terpopuler
1
Ketum PBNU: NU Berdiri untuk Bangun Peradaban melalui Pendidikan dan Keluarga
2
Harlah Ke-102, PBNU Luncurkan Logo Kongres Pendidikan NU, Unduh di Sini
3
Badan Gizi Butuh Tambahan 100 Triliun untuk 82,9 Juta Penerima MBG
4
Ansor University Jatim Gelar Bimbingan Beasiswa LPDP S2 dan S3, Ini Link Pendaftarannya
5
LP Ma'arif NU Gelar Workshop Jelang Kongres Pendidikan NU 2025
6
Banjir Bandang Melanda Cirebon, Rendam Ratusan Rumah dan Menghanyutkan MobilĀ
Terkini
Lihat Semua