Warta

Baiknya Indonesia Tiru Malaysia Untuk Berantas Terorisme

Kamis, 1 Desember 2005 | 06:30 WIB

Kediri, NU Online
Pemerintah Indonesia seharusnya meniru Pemerintah Malaysia dalam memberantas aksi kejahatan terorisme, dengan membentuk lembaga seperti Internal Security Act (ISA).
Anggota Komisi III DPR Mahfud MD yang ditemui usai memberikan paparan tentang amandemen UUD 1945 di gedung DPRD Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu, mengemukakan pendapatnya tersebut.

"Di Malaysia, ISA bisa menangkap dan memenjarakan seseorang yang diduga akan melakukan tindak makar di negaranya. Saya setuju kalau itu diterapkan di negara kita," ujar mantan Menteri Pertahanan di era pemerintahan Abdurrahman Wahid itu.

<>

Lebih lanjut guru besar bidang ilmu hukum itu, menambahkan bahwa yang diperlukan sekarang ini bagaimana perangkat hukum mengenai pemberantasan terorisme dengan memberikan kewenangan penuh pada intelijen.

Selama ini, lanjut Mahfud, pegiat dan aktivis HAM memang tidak setuju dengan metode tersebut, tetapi jika terjadi tindak kejahatan terorisme justru aparat yang disalahkan.

"Pengalaman ini pernah saya rasakan ketika menjabat Menhan dulu, setiap kali hendak menumpas GAM selalu diprotes, kemudian ketika GAM membunuh rakyat sipil kami juga dipersoalkan," paparnya.

Oleh sebab itu, pemerintah diharapkan bertindak tegas dalam memerangi terorisme dengan batasan-batasan tertentu.

Ia mengusulkan, adanya undang-undang yang memperbolehkan aparat menangkap seseorang yang diduga teroris tanpa disertai surat penangkapan dengan masa penahanan lebih dari 20 hari atau kalau perlu sampai empat bulan.

"Kalau untuk surat penangkapan bisa menyusul belakangan, dan penahanan bisa sampai empat bulan sambil menunggu penyidikan lebih lanjut. Saya kira ini yang perlu dibuatkan aturan hukumnya," ucapnya menegaskan.

Lalu bagaimana jika aparat disusupkan di lembaga-lembaga pendidikan ?, menurut Mahfud sah-sah saja, jika memang lembaga pendidikan yang bersangkutan tidak mengajarkan faham terorisme tentu tidak akan risih dengan kehadiran aparat.

"Makanya tidak semua lembaga pendidikan yang merasa terganggu dengan pola kerja intelijen," imbuhnya. Oleh sebab itu, ia menegaskan bahwa perangkat hukum tersebut nantinya harus bisa diterima oleh semua pihak. (rpblk/Die)