Warta

Hasyim: Waspadai Pihak di Luar NU yang Mempermasalahkan Khittah NU!

Kamis, 19 Maret 2009 | 11:51 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengimbau kepada setiap nahdliyin (warga NU) agar mewaspadai adanya pihak-pihak luar yang mencoba mempermasalahkan Khittah NU 1926.

Fenomena itu, kata Hasyim, biasanya terjadi setiap menjelang pemilihan umum (pemilu) atau pemilihan kepala daerah (pilkada). Mereka seolah-olah mengingatkan NU agar tidak berpolitik, padahal sejatinya ingin memanfaatkan kekuatan NU untuk kepentingan politik praktis.<>

“Ada partai politik tapi tidak punya massa. NU bukan partai politik tapi punya massa, besar pula. Hal inilah yang dimanfaatkan pihak-pihak luar NU agar massa NU yang besar bisa menjadi dukungan bagi mereka,” ujar Hasyim.

Hasyim mengungkapkan hal itu saat menjadi pembicara utama dalam Workshop Civic Education yang digelar Pengurus Besar NU bekerja sama dengan Hans Seidel Stiftung di Hotel Millenium, Jakarta, Kamis (19/3).

Ia menegaskan, Khittah NU 1926—sebuah konsep yang menjelaskan hubungan NU dengan politik—sesungguhnya tidak melarang NU berpolitik. Politik yang dimaksud adalah dalam pengertian yang lebih luas: politik kebangsaan. Secara organisasi, NU dilarang untuk berpolitik praktis karena memang bukan partai politik.

“Jadi, sebuah kesalahan besar kalau ada yang menganggap bahwa NU tidak boleh berpolitik. Khittah itu justru memproduksi kebebasan berpolitik, tapi politik kebangsaan, bukan politik praktis, bukan politik kekuasaan,” terang mantan calon wakil presiden yang berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri pada Pemilu 2004 silam itu.

Warga NU, imbuh Hasyim, sama seperti warga negara Indonesia lainnya yang juga memiliki hak berpolitik. Mereka diberi kebebasan dalam hal itu. Namun, mereka juga harus diberi pendidikan politik dan pendidikan kewarganegaraan. Jika tidak, mereka akan lelah menghadapi setiap pemilu maupun pilkada.

“Rakyat tidak bisa berdemokrasi dengan baik kalau tidak diberi pendidikan politik dan pendidikan kewarganegaraan. Rakyat pasti akan lelah dan jenuh setiap menghadapi pemilu atau pilkada yang bisa saja terjadi setiap tahun,” jelas Hasyim. (rif)