Warta LIPUTAN HAJI

Mendaki Tebing-tebing Gunung untuk Menghindari Cek Point

Senin, 25 Oktober 2010 | 10:24 WIB

Madinah, NU Online
Salah satu inti dari film Le Grand Voyage adalah bahwa perjalanan ibadah haji bukanlah semata perjalanan menunaikan ibadah haji. Perjalanan ibadah haji adalah untuk menemukan arti kehidupan yang sesungguhnya.

dari perjalanan ibadah haji, seseorang dapat memperoleh perjalanan spiritual yang mengubahnya menjadi lebih menghargai hidup. Seseorang mendapatkan pelajaran berharga dari berbagai rintangan yang dihadapi selama mendatangi panggilan Allah, Sang Pencipta Semesta. <<>br />
Isi cerita dari film Le Grand Voyage ini, mungkin dapat kita ambil i'tibar (pelajaran) yang berguna untuk menimbang kisah perjalanan Muhibbuddin dalam memenuhi cita-citanya untuk berhaji. Muhibbuddin yang sejak kecil didik untuk mencintai agama di sebuah desa kecil di kawasan Pantai Utara Jawa Tengah, dididik pula untuk meyakini bahwa ibadah haji adalah salah satu indikasi kesempurnaan seorang Muslim.

Meski ibadah haji hanya diwajibkan kepada mereka yang memiliki kemampuan selama perjalanan dan memiliki jaminan untuk yang ditinggalkan, namun kekayaan atau harta bukanlah satu-satunya ukuran kemampuan perjalanan. Atas dasar ini, maka di antara berjuta-juta jamaah haji dari seluruh dunia, selalu terselip orang-orang yang secara materi sebenarnya belum berkewajiban haji.

"Ya, kita ini kan naik haji hanya bermodalkan tekad saja Mas. Kalau istilah suporter sepakbolanya, ya kita ini bonek (bondo nekad; sebutan untuk suporter Persebaya Surabaya yang sering mendukung tim kesayangannya tanpa berbekal uang selama perjalanan)-lah Mas," tutur Muhibbuddin kepada NU Online mengawali ceritanya, Senin (25/10). 

Muhibbuddin juga menceritakan bahwa seringkali orang-orang yang senasib dengan dirinya sebagai pekerja kasar dengan gaji yang relatif kecil di Tanah Suci, berusaha melaksanakan ibadah haji dengan cara yang "tidak semestinya. Dari Madinah Misalnya, banyak jamaah haji yang turun dari bus sebelum bus mendekati cek point.

"Kemudian kita naik ke gunung-gunung itu dan melewati batas-batas cek point dari terbing-tebing batu. Nah setelah melewati, nantinya bus akan menunggu dan kita kembali naik bus. Begitu beberapa kali, mungkin tiga atau empat kali cek point," tutur Udin -panggilan masa kecil Muhibbuddin.

Ketika ditanya, apakah supir-supir bus itu mau menunggu? Udin menyatakan, "Tentu saja mau Mas. lah mereka seneng kan bayarannya gede juga. 200-300 Riyal sekali jalan musim haji. Padahal harga hari-hari biasa, bus Madinah makkah, sekali jalan hanya 20-40 Riyal saja."

Banyak orang yang berlaku demikian untuk mensiasati biaya haji. Padahal mestinya mereka harus membeli Tasreh (surat/jalan) seharga 400 Riyal. "Kalau harus membeli Tasreh dan membayar Bus kan jadi mahal jatuhnya. belum lagi biaya hidup selama di Makkah nanti," tandas Udin. (min/Laporan langsung Syaifullah Amin dari Arab Saudi)