Warta

Negara Harus Kembali Layani Rakyat

Kamis, 25 Oktober 2007 | 11:03 WIB

Yogyakarta, NU Online
Sebuah negara dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat yang ada di wilayah negara itu. Karena itulah kemudian dibentuk pemerintah sebagai pelaksana.

Namun hal itu hanya terjadi di awal kemerdekaan. Pada perkembangan berikutnya ketika kapitalisme dengan kekuatan modalnya mampu mengubah negara untuk melayani kepentingannnya. Itulah yang terjadi selama ini, negara hanya menjadi alat dari multinational company.

<>

Demikian pendapat Mohammad Maksum, staf pengajar Universitas Gadjah Mada yang disampaikan kepada NU Online, di Yogyakarta, Kamis (25/10). Bahkan, lanjutnya, sistem korporasi itu mampu mengendalikan lembaga internasional seperti bank Dunia, IMF dan WTO.

Koorporasi itu sangat berkuasa sehingga secara sinis disebut sebagai unholly trinity (trinitas tidak kudus), karena saking berkuasanya terhadap pengendalian sistem perekonomian dunia, sehingga negara manapun yang menjadi anggota PBB dengan mudah dikendalikan unholly trinity itu dengan sanagat kuat, sehingga hampir tak tertandingi.

Tetapi, menurut pengurus Wilayah NU Daerah Istimewa Yogyakarta itu, ada cara paling efektif menghadapi kapitalisme global yang digerakkan oleh lembaga dunia itu, yaitu dengan mengembangkan potensi lokal. Terbukti dengan kekuatan lokal sebagaaimana yang digerakkan Brazil, India, Venezuela dan Cina, berhasil menggagakan beberapa agenda WTO karena dianggap tidak adil bagi negara-tersebut.

Penolakan itu memang beralasan hampir semua gagasan PBB yang dilansir melalui lembaga dunia tersebut, termasuk yang dimotori oleh UNDP, seperti program Milennium Development Goals (MDGs) terbukti tidak efektif mengatasi kemiskinan, sebab lembaga pendorongnya yang disebut unholy trinity itu menjadi sumber utama kemiskinan. Dengan resep-resepnya yang menjerumuskan negara lain terjerumus dalam krisis.

Karena itu aktivis dalam bidang pertanian ini menyarankan walaupun konsep MDGs itu lemah, tetapi kalangan aktivis NU dan aktivis lain yang terlanjur melaksanakan harus lebih cermat, agar dana yang ada benar-benar bisa digunakan untuk memberdayakan ekonomi rakyat. Jangan hanya melaksanakan proyek sebab proyek itu sendiri tidak jelas arahnya, dan terbukti tak bisa berbuat apa-apa.

Bahkan, Maksum menyitir kritik Menkeu Brazilia Guido Mantega yang mengatakan justeru negara-negara maju sebagai salah satu negara yang melakukan mismanagemen dalam bidang ekonomi dan keuangan, anehnya mereka itulah yang menjadi petinggi IMF dan World Bank. Mereka tidak pernah menelusuri akar krisis, hanya memberi konsep, karena itu resep yang diberikan, mereka menyesatkan. sehingga mengacaukan ekonomi dunia.

Karena itu wajar saat ini negera-negara berkembang termasuk Nigeria berani menentang program IMF. Sementara Indonesia hanya menurut saja tanpa sikap kritis. “Padahal kita memiliki banyak punya ekonom yang cukup ahli. Padahal rakyat berharap negara kembali melaayani mereka, bukan seperti zaman penjajahan yang hanya melayani kebutuhan kapitalis,” kata Maksum. (dam)