Daerah

Cerita Wakil Ketua Aswaja NU Jatim saat Disuruh Jamaah Merujuk Al-Qur’an dan Hadits Saja

Jumat, 9 September 2022 | 10:30 WIB

Cerita Wakil Ketua Aswaja NU Jatim saat Disuruh Jamaah Merujuk Al-Qur’an dan Hadits Saja

Wakil Ketua Aswaja NU Center PWNU Jatim, Faris Khoirul Anam. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online 
Satu ketika, Wakil Ketua Aswaja NU Center PWNU Jatim, Faris Khoirul Anam mengajar fiqih di salah satu masjid di Malang. Fiqih menurutnya adalah salah satu disiplin ilmu yang penuh dengan khilaf atau perbedaan pandangan ulama. 


Saat dirinya menyampaikan beberapa pendapat ulama, tiba-tiba ada jamaah putri mengajukan interupsi, "Ustadz, seharusnya Anda langsung merujuk pada Al-Qur'an dan Hadits. Jangan kata orang, kata orang!"


Pernyataan semacam itu, kata Faris, sekilas benar dan luhur. Namun sangat tidak elok bila tujuannya untuk mempertentangkan pendapat (hasil ijtihad) ulama dengan Al-Qur'an dan Sunnah. 


"Orang awam diteror dengan Al-Qur'an, diteror dengan Rasulullah: "Itu kan kata kiaimu, bukan kata Allah dan Rasulullah," cerita Faris dalam keterangan tertulis yang diterima NU Online, Kamis (8/9/2022).


Faris lalu mengajak pengaju interupsi itu menalar secara mendasar logikanya untuk kembali pada Qur'an dan Hadits. "Baik Bu, kita sepakat untuk merujuk pada Al-Qur'an dan Sunnah. Tapi kalau misalnya ada dua Hadits, yang satu shahih, yang satu dha'if, ibu pilih hadits yang mana?" cerita Faris.


Pengaju interupsi menjawab, "Jelas yang shahih."


"Lalu, siapa yang mengatakan Hadits ini shahih, hasan, atau dha'if? Al-Qur'an, Rasulullah, apa ulama, yang menurut ibu 'kata orang' itu?" tanya Faris lagi.


Pengaju interupsi tidak menjawab lagi. 


Koordinator Bidang Pendidikan Aswaja LP Ma’arif NU Kabupaten Malang itu menegaskan dirinya tidak bermaksud ‘menyekak’ pengaju interupsi. Ia mengatakan, "Kembali pada Al-Qur'an dan Sunnah adalah tugas para ulama mujtahid, bukan orang awam seperti kita ini. Kita memiliki banyak keterbatasan untuk langsung mengambil kesimpulan hukum dari suatu dalil (istinbath al-ahkam)."


Pada kenyataannya, lanjut Faris, status suatu hadits itu shahih, hasan, atau dha'if pun, adalah produk ijtihad ulama (orang), bukan kata Al-Qur'an dan Sunnah. "Maka, merujuk ijtihad ulama, merujuk kitab-kitab tafsir, bukan berarti kita meninggalkan Al-Qur'an dan Sunnah," tegasnya.


Sebelumnya Faris menanggapi video di media sosial yang berisi pemuda melakukan pembakaran Kitab Tafsir Al-Qur’an yakni Tafsir Ibnu Katsir dan Risalah Qusyairiyah. Dalam video terlihat seorang pemuda berambut pirang beretorika sebenarnya, Al-Qur’an itu harusnya dipelajari langsung. 
 

Faris mengatakan pemahaman pemuda dalam video tersebut harus diluruskan. Umat Islam, kata Faris, membutuhkan penjelasan para ulama untuk sampai pemahaman pada Al-Qur’an dan Sunnah. Penjelasan para ulama itu saat ini banyak terkodifikasi dalam kitab-kitab tafsir, syarah, dan fiqih.


Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Syamsul Arifin