Daerah

Puasa Mestinya Tidak Lebih Konsumtif

Senin, 20 Juni 2016 | 10:29 WIB

Jember, NU Online
Semakin maraknya kegiatan buka bersama di sejumlah rumah makan dan restoran di Jember sesungguhnya patut disyukuri. Karena bulan Ramadhan ternyata mampu menggerakkan roda ekonomi masyarakat. Namun, jika berlebih-lebihan, justru sangat tidak sesuai dengan tujuan puasa itu sendiri. Karena tujuan puasa sesungguhnya adalah mengendalikan nafsu manusia yang terwujud dalam kesenangan makan, minum dan senggama.

Demikian disampaikan Katib Syuriyah NU Jember, Kiai M.N Harisudin dalam ceramah ba’da tarawih di Masjid Quba Gebang Jember, Ahad, 18 Juni 2016. Tidak kurang 300 orang hadir memenuhi masjid yang berada di depan MAN 2 Jember tersebut.

“Tujuan puasa itu, menurut Yusuf Qaradlawi dalam kitab Fiqhus Shiyam, adalah menghancurkan syahwat dan mengubah nafsu amarah menjadi nafsu muthmainnah. Jadi, sangat lucu, kalau dengan dengan puasa justru semakin bertambah menjadi-jadi nafsunya. Kalau waktu berbuka semakin bernafsu laiknya hewan yang beringas, ini tentunya ada yang keliru dalam puasanya. Oleh karena itu, mari kita benahi puasa kita,” lanjut Pengasuh Pesantren Darul Hikam yang juga Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember tersebut.

Lebih lanjut, kata Kiai Harisudin, menawarkan ajakan Al-Ghazali untuk menyedikitkan makan waktu malam hari puasa. “Pesan al-Ghazali dalam kitab Bidayah jelas. Fala tastaktsir, jangan banyak makannya. Sehingga porsi makan waktu puasa dengan tidak puasa ini sesungguhnya sama saja. Lalu, apa artinya puasanya jika makannya justru sama atau bahkan lebih banyak dari biasanya ! Ini berarti puasa orang ini seperti yang dikritik Rasulullah Saw. bahwa banyak yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja,” tukas Kiai MN Harisudin yang juga Ketua Bidang Intelektualitas dan Publikasi Ilmiah IKA-PMII Jember. 

Di tempat yang berbeda, Masjid Agung al-Baitul Amin Jember, di hari yang sama, KH Abdullah Samsul Arifin, Ketua PCNU Jember, menyampaikan ide yang sejenis di hadapan jama’ah yang berjubel sekitar 500 orang. Bahwa puasa pada hakekatnya mengajarkan kesederhanaan. “Kita bisa mencontoh Rasulullah Saw. meski dalam kapasitas kita yang masih tidak ada apa-apanya. Beliau kalau berbuka, hanya pakai air putih dan kurma. Ini sesungguhnya contoh kesederhanaan yang bisa kita tiru,” kata Gus Aab, panggilan Kiai Abdullah SA, yang juga Ketua YPNU Universitas Islam Jember tersebut. 

Oleh karena itu, kesederhanaan inilah yang mesti ditiru umat Islam. Dengan kesederhanaan pula, lanjut KH Abdullah Samsul Arifin, orang lain tidak akan iri hati. “Orang kaya jika menampakkan kekayaan di hadapan umum dan ia tidak bisa mengendalikan diri, maka demikian ini suatu saat akan menimbulkan kecemburuan yang berujung pada kejahatan. Karena itu, inilah sesungguhnya salah satu hikmah puasa hidup penuh kesederhanaan,” kata KH Abdullah Samsul Arifin yang juga Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Jember. (Anwari/Mukafi Niam)