Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren Darul Hadlanah Salatiga
Sabtu, 30 November 2024 | 22:00 WIB
Santri dan Pengasuh Pesantren Darul Hadlonah selepas upacara Hari Santri pada Selasa (22/10/2024). (Foto: Tabrani)
Ahmad Solkan
Kontributor
Salatiga, NU Online
Pengasuh Pesantren Darul Hadlanah Salatiga, Jawa Tengah Ustadz Tabrani Tajuddin mengatakan, kekerasan seksual yang terjadi di pesantren terjadi bagai mata rantai yang terus berulang di antara senior dan junior. Hal ini menjadi problem yang butuh pemecahan segera dari pihak pesantren untuk mewujudkan lingkungan pesantren yang nyaman.
Menurutnya, sebagai pemangku kebijakan di pesantrennya, Tabrani telah melakukan beberapa upaya untuk mencegah kekerasan seksual di pesantrennya.
"Seperti edukasi terhadap bahaya kekerasan seksual dan mencoba melibatkan semua pihak untuk penanganan terhadap pelaku kekerasan seksual. Lembaga perlindungan anak bekerja sama dengan kampus, kepolisian dan dari internal pengurus pondok," jelasnya kepada NU Online, Sabtu (30/11/2024).
Ia menegaskan, kekerasan seksual termasuk kategori pelanggaran berat yang melanggar aturan dan AD/ART pesantren.
Ada beberapa cara yang dilakukan pihak pesantren untuk mencegah kekerasan seksual. Di antaranya pengasuh dan pengurus diberikan rekomendasi pelatihan kerja sama dengan lembaga psikologi di bawah perguruan tinggi.
"Sedangkan untuk santri, diupayakan pemberian edukasi dengan waktu terjadwal dalam tiap pekannya," ujar Tabrani.
Untuk menciptakan hubungan yang saling menghormati dan pembatasan diri, kata Wakil Bendahara MWCNU Sidorejo Salatiga ini, perlunya mengedepankan adab dan sopan santun
"Agar santri lebih terbiasa dan memahami pola interaksi antarsesama," ungkapnya.
Santri Pesantren Darul Hadlanah Salatiga Muhammad Nur Ainul Yaqin Aziz mengatakan bahwa untuk mencegah kekerasan seksual di pesantren, seharusnya bisa dilakukan dengan pengamalan dari kajian keagamaan sehari-hari yang diterima santri.
"Ketika nilai kemanusiaan sudah menjadi kepekaan pada diri santri maka tidak akan terjadi kekerasan seksual dan akan selalu menghargai perbedaan gender," ujarnya.
Ia mengungkapkan cara untuk mengatasi kekerasan seksual di pesantren, dimulai dari guru atau pengurus yang selalu menjaga relasi sehari-hari antara santriwan dan santriwati atau bahkan guru laki-laki dengan santriwati, begitupun sebaliknya.
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga ini menilai pentingnya penekanan budaya untuk saling menghargai perbedaan gender. Apabila penghargaan atas perbedaan gender kurang, maka bisa memicu terjadinya kekerasan seksual.
"Maka dari masalah paling dasar adalah menanamkan di diri santri salah satu tujuan dari agama adalah kemanusiaan untuk saling menjaga dan menghargai perbedaan," tegasnya.
Ia berharap, pesantren bisa menjadi tempat yang ramah anak dan jauh dari kekerasan seksual sehingga menimbulkan rasa aman dalam menuntut ilmu. Ia juga menekankan pentingnya pengaplikasian ilmu akhlak, akidah, dan fiqih untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan di pesantren.
"Sehingga anak sudah mendapat teguran sendiri dari pengetahuanya. Di lain itu juga tadi sangat perlu sekarang disisipkan di sesi pembelajaran untuk mengingatkan anak akan pentingnya menghargai keberagaman (perbedaan gender)," katanya.
Terpopuler
1
Ustadz Maulana di PBNU: Saya Terharu dan Berasa Pulang ke Rumah
2
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
3
Khutbah Jumat: Menggapai Ridha Allah dengan Berbuat Baik Kepada Sesama
4
Puluhan Alumni Ma’had Aly Lolos Seleksi CPNS 2024
5
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
6
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
Terkini
Lihat Semua