Ada kegairahan dari Cabang NU Pandeglang menyambut muktamar NU keempat di Semarang. Selain aktif mengajukan pertanyaan, cabang tersebut mengajukan permohonan yang cukup maju dalam bidang pendidikan.
Perlu diingat, ketika HBNO mengirimkan utusannya ke daerah tersebut, pada tahun 1928, pengurus NU Pandeglang mengajak berkeliling mengunjungi madrasah-madrasah yang akan menjadi bagian dari pendidikan NU. Kelak akan kelihatan bahwa cabang tersebut, memiliki kemajuan dalam bidang pendidikan melalui madrasah itu.
Menurut laporan Swara Nahdlatoel Oelama, madrasah-madrasah tersebut sudah milik gedung sendiri serta sudah diatur sebagaimana umumnya sekolah. Madrasah-madrasah itu dikepalai oleh Kiai Yasin, Wakil Rais Syuriyah NU. Sementara yang mengatur seluruh materi pelajaran yang diajarkan oleh guru-guru kepada murid yaitu Kiai Mas Abdurrahman. Ia dibantu oleh empat anggota yaitu Kiai Abbdul Mu’ti, Kiai Sulaiman, Kiai Dawud, Kiai Ajun.
Untuk memperkuat keilmuan guru-guru di madrasah itu, diadakan Sekolah Guru setiap Kamis. Guru-guru dan pelajarannya diperiksa langsung oleh Kiai Mas Abdurrahman dibantu oleh tiga guru yang sudah pernah menimba ilmu di Universitas Al-Azhar Mesir. Dengan demikian, pada hari itu, seluruh murid libur.
Sebelum muktamar keempat, Cabang Pandeglang mengirikan voorstel (pengajuan) kepada HBNO agar membahas masalah pendidikan. Voorstel tersebut dimuat di Swara Nahdlatoel Oelama edisi bundel hal 172-173. Berikut usulan tersebut:
Diharap supaya mengadakan Departemen Onderwijs (Bagian Pengajaran) buat mengatur nidzomnya (organisatiennya) pengajaran madrasah-madrasah dan mengatur pangkat susunannya madrasah, yang rendah, yang pertengahan, dan yang tinggi, agar supaya madrasah-madarasah yang sudah di bawah genggamannya Nahdlatul Ulama bisa sama pengaturan dan pelajarannya dan anak-anak yang maju himmah tiada putus di tengah jalan, juga dengan diadakan fonds (persediaan uang) buat keperluannya yang mengatur tersebut di atas.
Tak salah kemudian, pada muktamar NU ke-13 yang berlangsung di daerah Menes, masalah pendidikan menjadi salah satu pembahasan pokok sehingga melahirkan keputusan didirikannya Lembaga Pendidikan Ma’arif.
(Abdullah Alawi)