Kesehatan

Manfaat Wisata Alam dan Liburan Keluarga untuk Kesehatan Mental 

Sabtu, 28 Desember 2024 | 19:30 WIB

Manfaat Wisata Alam dan Liburan Keluarga untuk Kesehatan Mental 

Liburan bersama keluarga dengan wisata alam. (Foto: NU Online/Freepik)

Liburan keluarga ke tempat-tempat yang indah dan menyenangkan dapat berefek positif untuk kesehatan mental. Selain menikmati pemandangan, menjalani travelling berombongan juga memberikan pengalaman batin yang dapat meringankan beban pikiran seseorang. Bepergian bersama dengan keluarga memungkinkan seseorang memperoleh kebersamaan yang jarang ditemui pada hari-hari lainnya yang sibuk dengan pekerjaan.


Bagaimana mengoptimalkan manfaat perjalanan dan liburan bersama ini untuk kesehatan mental? Siapa saja anggota keluarga yang dapat memperoleh manfaat liburan melalui rekreasi alam? Apakah para ulama klasik merekomendasikan perjalanan ke tempat-tempat yang indah dan menyenangkan?


Berwisata secara bersama merupakan salah satu kegiatan yang dapat mewadahi interaksi sosial antara anggota keluarga. Bahkan, kelompok yang kurang beruntung, seperti keluarga berpenghasilan rendah, penyandang disabilitas, dan pengasuh mereka, juga terbukti mendapat manfaat dari pariwisata (Patrick dan Wang, 2024, The Psychophysiological Effects of Travel: a Horizon 2050 Paper, Tourism Review, Emerald Publishing Limited: halaman 1-18).


Lebih lanjut, penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa anak-anak yang tinggal di pedesaan mendapatkan manfaat dari kegiatan berkunjung ke kota. Emosi positif dan kepuasan hidup, termasuk persahabatan, keluarga, sekolah, belajar, dan kepuasan lingkungan, meningkat pada anak-anak desa yang berwisata ke lingkungan baru, yaitu kota.


Sebaliknya, apabila wisata alam dilakukan di tempat-tempat yang memungkinkan petualangan seperti pegunungan atau pedesaan maka akan meningkatkan ketangguhan. Liburan petualangan menyediakan waktu yang berharga untuk ikatan keluarga, memfasilitasi kohesi dan komunikasi keluarga, dan menciptakan kenangan abadi. 


Para peneliti juga menemukan bahwa perjalanan berkontribusi pada pertumbuhan pribadi anak-anak dan meningkatkan keterampilan hidup, ketahanan, dan keterampilan memecahkan masalah mereka. Hal itu dapat dicapai juga dengan meningkatnya kesehatan fisik anak-anak dan kesehatan pola hidupnya (Pomfret dan Varley, 2019, Families at Leisure Outdoors: Well-being through Adventure, Leisure Studies, Vol. 38, No. 4: halaman 494-508).


Uniknya, ada penelitian yang menyebutkan bahwa ketika melakukan travelling, aktivitas spiritual perlu dijaga agar diperoleh manfaat yang optimal dari sisi kesehatan (Lin dan Yang, 2024, Understanding tourist restoration: an integrated framework from the Perspective of Environmental Change, Asia Pacific Journal of Tourism Research, Vol. 29, No.2: halaman 144-160). Dengan kata lain, aktivitas wisata tidak boleh melupakan aktivitas spiritual seperti ibadah agar memperoleh manfaat yang optimal untuk kesehatan.


Fakta dari penelitian-penelitian tersebut menguatkan hadits Nabi tentang travelling untuk kesehatan. Dalam hadits yang diriwayatkan secara marfu’ disebutkan manfaat bepergian atau safar untuk kesehatan sebagai berikut:


سَافِرُوا تَصِحُّوا وَاغْزُوا تَسْتَغْنُوا


Artinya: “Safarlah kalian maka akan sehat, dan berjihadlah kalian maka akan kaya.” (HR. Ahmad)


Safar atau bepergian yang optimal untuk kesehatan keluarga, termasuk berwisata, perlu melibatkan unsur riyadlah atau aktivitas fisik rekreasional dan olah jiwa. Wisata alam yang bersifat petualangan seperti travelling ke pegunungan, menjelajah alam dengan melibatkan anggota keluarga tentu masuk dalam kriteria tersebut. 


Dalam kitab At-Thibbun Nabawi, disebutkan bahwa aktivitas fisik dalam bepergian yang bersifat rekreasional akan memperbaiki badan dan hati (Al-Hafiz Adz-Dzahabi, At-Thibbun Nabawi, [Beirut, Dar Ihyail Ulum: 1990], halaman 43).


Oleh karena itu, hendaknya seseorang yang berwisata tidak malas untuk menggerakkan badannya agar memperoleh kesegaran fisik selain menikmati alam yang indah. Gerak badan ini dapat diperoleh dengan memelihara ibadah fisik seperti shalat ketika berwisata.


Di dalam aktivitas rekreasi yang ada unsur olah raga, riyadlah dapat dioptimalkan sejak perjalanan menuju wahana wisata maupun ketika menikmati wahana wisata tersebut. Tentu aktivitas fisik semacam ini hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa yang sehat maupun anak-anak yang sudah kuat.


Bagaimana bila peserta wisata ada yang berusia senja sehingga tidak memungkinkan lagi untuk beraktivitas fisik seperti orang yang berusia muda? Bila orang yang berwisata adalah lansia, maka aktivitas perjalanan memegang peranan penting untuk optimalisasi kesehatannya. 


Kaum lansia memang rentan mengalami depresi mental ketika kesepian melanda kehidupan mereka. Salah satu solusi yang direkomendasikan peneliti untuk mengatasi gangguan mental pada lansia tersebut adalah dengan terapi rekreasional. Apabila dimungkinkan untuk menempuh jarak perjalanan yang proporsional, travelling untuk lansia ternyata memiliki manfaat untuk kesehatan mental.


Hasil penelitian di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa pola perjalanan dalam hal jarak secara signifikan terkait dengan pengatasan kesepian, depresi, dan fungsi kognitif pada lansia. Perjalanan jarak jauh berhubungan positif dengan fungsi kognitif yang lebih tinggi dan pengurangan gejala depresi, bersama dengan tingkat kesepian yang lebih rendah.


Penelitian tersebut memperkuat gagasan bahwa perjalanan wisata berpotensi sebagai upaya terapi depresi. Perjalanan wisata dapat bertindak sebagai katalisator untuk peningkatan kesehatan kognitif dan mental dengan menawarkan peluang untuk meningkatkan koneksi sosial dan membentuk hubungan baru pada lansia. 


Temuan tentang hubungan antara partisipasi dalam perjalanan wisata rekreasi dan kesehatan mental berkontribusi pada kumpulan bukti yang mendukung nilai terapeutik travelling dalam meningkatkan penuaan sehat. Hal ini akan meningkatkan kesejahteraan keseluruhan pada orang dewasa yang lebih tua (Cole dkk, 2024, Exploring the Relationship of Leisure Travel with Loneliness, Depression, and Cognitive Function in Older Adults, Int. J. Environ. Res. Public Health, 21(4), 498).


Gagasan rekreasi untuk mengatasi depresi tersebut sejalan dengan pendapat seorang ulama klasik dalam bidang pengobatan islami yaitu Ibnu Sina. Dalam beberapa kasus, Ibnu Sina berpendapat bahwa bepergian ke kota lain atau mengubah lokasi tempat tinggal dapat menjadi terapi efektif pada jenis penyakit mental seperti depresi (Khodaei dkk, 2017, Avicenna: The Pioneer in Treatment of Depression, Transylvanian Review, Vol. 25, No. 17: halaman 4377-4389).


Berdasarkan manfaat yang positif dari kegiatan wisata alam dan liburan untuk kesehatan mental, selayaknya keluarga Muslim mengoptimalkan aktivitas tersebut. Agar fisik juga tetap bugar, memilih aktivitas wisata yang melibatkan unsur olah raga maupun petualangan sangat direkomendasikan. Tentunya aktivitas wisata di alam tersebut juga tetap perlu memperhatikan aspek keamanan personal, konsistensi ibadah, dan kelestarian lingkungan. Wallahu a’lam bish shawab.


Yuhansyah Nurfauzi, Apoteker dan Peneliti Farmasi