Risiko Kesehatan dalam Pernikahan Saudara Sepersusuan
Senin, 16 September 2024 | 20:00 WIB
Yuhansyah Nurfauzi
Kolomnis
Dalam ajaran Islam, ada larangan menikah dengan saudara sepersusuan. Dengan kata lain, saudara sepersusuan menjadi mahram sehingga meskipun ayah dan ibunya berbeda namun ada keserupaan dengan kakak beradik yang seayah dan seibu. Selain itu, ibu yang menyusui juga menjadi dilarang untuk dinikahi.
Hikmah larangan menikah di antara saudara sepersusuan dapat ditinjau dari aspek kesehatan. Sebagaimana sempurnanya ajaran Agama Islam, maka ajaran yang terkait dengan larangan menikah dengan saudara sepersusuan dapat menjadi bukti kebenaran Islam yang termuat di dalam Al-Qur’an.
Salah satu ciri khas Al-Qur'an dan Sunnah adalah tidak pernah bertentangan dengan Sains. Al-Qur'an tidak dianggap sebagai kitab ilmiah, tetapi memuat banyak tanda-tanda luar biasa dan fakta ilmiah sejati yang belum diketahui pada saat Al-Qur'an diturunkan. Selama beberapa dekade terakhir, beberapa di antaranya telah terungkap, tetapi masih banyak yang menunggu untuk diungkap.
Peneliti muslim dari Turki telah mengutarakan hipotesisnya bahwa ada risiko penyakit genetik bila saudara sepersusuan menikah. Uniknya, peneliti muslim dari Turki ini memiliki motivasi untuk membuktikan kebenaran Al-Qur’an tentang larangan pernikahan antara saudara sepersusuan.
Ayat yang terkait dengan hipotesis tersebut ada di dalam Surat An-Nisa ayat 23:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ، فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ، إِنَّ اللهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
Baca Juga
Rasionalisasi Mahram Saudara Sepersusuan
Artinya, “Diharamkan bagi kalian menikahi (1) ibu-ibu kalian; (2) anak-anak perempuan kalian; (3) saudara-saudara perempuan kalian; (4) bibi-bibi dari jalur ayah kalian; (5) bibi-bibi dari jalur ibu kalian; (6) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki kalian; (7) anak-anak perempuan dari saudara perempuan kalian; (8) ibu-ibu susuan kalian; (9) saudara-saudara perempuan kalian dari satu susuan; (10) ibu-ibu dari para istri kalian; (11) anak-anak tiri kalian yang dalam perawatan kalian dari para istri yang telah kalian setubuhi, bila kalian belum menyetubuhinya, maka tidak ada dosa bagi kalian untuk menikahi anak tiri kalian dari mereka; (12) para istri dari anak laki-laki kalian yang dari anak kandung kalian (bukan anak adopsi); dan (13) diharamkan bagi kalian mengumpulkan dua saudara perempuan dalam satu pernikahan; kecuali pernikahan terhadap para perempuan tersebut pada zaman Jahiliyah yang telah lewat. Sungguh Allah adalah Zat yang Maha Mengampuni dan Maha Pengasih.” (An-Nisa’ ayat 23).
Satu bagian dari ayat tersebut, yaitu pada nomor (9) yang menyebutkan larangan menikah saudara sepersusuan menarik perhatian peneliti Turki. Hipotesis penelitian mereka terkait hal itu telah dipublikasikan pada jurnal ilmiah di tahun 2012. Risetnya ini melibatkan 4 orang peneliti yaitu Hasan Ozkan, Funda Tuzun, Abdullah Kumral, dan Nuray Durman. Mereka berasal dari bagian kedokteran anak, bagian neonatologi Universitas Dokuz Eylul, di Izmir, Turki (Ozkan dkk, 2012, Milk Kinship Hypothesis in Light of Epigenetic Knowledge, Clinical Epigenetics, 4(14): halaman 1-3).
Di dalam penelitian, hipotesis adalah dugaan sementara yang membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan kebenarannya. Namun, hasilnya tidak bisa lepas dari dua kemungkinan yaitu terbukti benar atau sebaliknya. Oleh karena itu, para peneliti biasanya menetapkan hipotesis untuk diujikan pada penelitian berikutnya yang mereka rancang.
Pada tahun 2012, hipotesis dari keempat peneliti Turki itu mengadopsi teori Al-Qur’an. Mereka menyatakan bahwa proses menyusui dari perempuan yang sama akan menimbulkan pertalian darah di antara bayi yang disusuinya meskipun semula tidak mempunyai hubungan darah. Lebih lanjut, mereka menyatakan bahwa bila ada anak yang dilahirkan dari pernikahan saudara sepersusuan dimungkinkan memiliki risiko penyakit genetik sebagai akibat dari pertalian darah yang timbul pada orang tuanya.
Hipotesis keempat peneliti itu didasarkan pada pengakuan yang objektif dan teori ilmu genetika yang berkembang saat itu. Di satu sisi, Air Susu Ibu (ASI) telah terbukti memiliki banyak manfaat untuk anak seperti meningkatkan daya tahan dan kemampuan berpikir yang berasal dari nutrisi di dalamnya. Namun, ternyata ASI juga mengandung materi genetik yang disebut sebagai mikro Ribo Nucleic Acid (RNA), stem cells, dan materi organik lainnya yang mempengaruhi pengaturan pewarisan sifat terhadap keturunan.
Mikro RNA yang disingkat dengan miRNA merupakan zat yang sangat kecil di dalam cairan tubuh seperti ASI yang dapat mengatur proses fisiologis maupun kemungkinan penyakit. Artinya, bila dua orang bayi atau lebih menyusu pada ibu yang sama, miRNA akan dipindahkan melalui ASI kepada bayi-bayi tersebut. Kelak setelah dewasa, proses fisiologi dan kemungkinan penyakit yang terbawa pada proses pertumbuhan kedua bayi itu dimungkinkan mirip atau sama dan diwariskan lagi ke keturunan selanjutnya.
Apabila sifat penyakit yang muncul pada saudara sepersusuan adalah penyakit yang sama, maka bila keduanya menikah akan mempertemukan kedua potensi penyakit tersebut. Anak yang dilahirkan dari pasangan saudara sepersusuan memiliki kemungkinan lebih besar terkena penyakit tertentu yang berasal dari pewarisan sifat kedua orang tuanya itu. Namun, itu tidak terlepas dari probabilitas atau kemungkinan yang perlu diuji lebih lanjut pada penelitian lainnya.
Oleh karena itu, keempat peneliti Turki melakukan penelitian selama bertahun-tahun untuk membuktikan hipotesisnya dengan melibatkan peneliti tambahan dalam jumlah yang lebih banyak. Berbagai kendala mereka temui karena penelitian dengan tujuan tersebut belum bisa dilakukan terhadap manusia. Satu-satunya jalan untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan melakukan penelitian terhadap model hewan uji.
Hewan uji mamalia merupakan model yang mirip dengan manusia karena sama-sama menyusui anaknya. Salah satu mamalia yang sering digunakan dalam penelitian adalah mencit karena sistem tubuhnya yang mirip dengan manusia. Selain itu, efek obat secara farmasi pada tubuh mencit seringkali mirip dengan efek obat pada manusia. Secara genetik, mencit juga merupakan mamalia yang dicirikan paling lengkap sehingga proses pewarisan sifatnya dapat diharapkan muncul dengan baik pada keturunannya.
Setelah mencit dikawinkan, maka akan lahir banyak anak dan menyusu pada induknya. Dua kelompok mencit yang menghasilkan anak dapat dipertukarkan sebagiannya sehingga dalam satu kelompok ada mencit yang menjadi saudara sepersusuan meskipun berasal dari induk yang berbeda. Prinsip inilah yang digunakan oleh para peneliti Turki untuk membuktikan hipotesis mereka.
Mencit yang menjadi saudara sepersusuan itu dapat dikawinkan untuk memperoleh keturunan lagi. Akhirnya pada tahun 2020, penelitian mereka terhadap hewan uji membuahkan hasil yang diharapkan. Mereka menghasilkan dua generasi mencit dan dapat membandingkan hasil perkawinan antara mencit yang sepersusuan dibandingkan dengan yang tidak sepersusuan.
Mencit yang kawin dengan saudara sepersusuannya menghasilkan keturunan yang usianya jauh lebih pendek daripada keturunan dari mencit yang tidak sepersusuan. Artinya, ada periode di mana keturunan rentan terhadap perubahan epigenetik yang disebabkan oleh air susu mencit yang sama. Efeknya adalah kerentanan terhadap penyakit yang lebih besar sehingga berpengaruh kepada pendeknya usia mencit dari perkawinan induknya yang sepersusuan (Ozkan dkk, 2020, Epigenetic Programming Through Breast Milk and Its Impact on Milk-Siblings Mating, Frontiers in Genetics, Volume 11: halaman 1-14).
Meskipun penelitian itu dihasilkan melalui model hewan coba, tetapi dapat menjadi penguat bahwa ada risiko kesehatan yang dapat ditimbulkan dari perkawinan saudara sepersusuan. Secara genetika risiko kesehatan itu juga diturunkan dengan cara pewarisan sifat pada generasi berikutnya. Hipotesis yang didasarkan pada ayat ke 23 dari Surat An-Nisa terbukti menuju pada kebenaran sehingga memperkuat kenyataan bahwa Al-Qur’an tidak bertentangan dengan sains dan dapat menjadi pedoman bagi umat manusia. Wallahu a’lam
Yuhansyah Nurfauzi, Apoteker dan Peneliti Farmasi.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua