Nasional

Adiksi Gawai Pengaruhi Produktivitas Anak Selama Liburan Sekolah

NU Online  ·  Rabu, 17 Desember 2025 | 18:00 WIB

Adiksi Gawai Pengaruhi Produktivitas Anak Selama Liburan Sekolah

Ilustrasi anak main gadget. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online

Bencana alam tidak hanya berdampak pada aspek fisik dan ekonomi, tetapi juga memengaruhi kondisi psikologis anak selama masa liburan sekolah. Salah satu dampak yang kini menjadi perhatian adalah meningkatnya ketergantungan anak terhadap gawai, yang berpotensi menurunkan produktivitas dan kualitas interaksi sosial mereka.


Psikolog Klinis Hara Growth Garut, Nadia Felicia Mahardhika, menjelaskan bahwa dalam situasi bencana, kondisi psikologis seseorang berada pada survival mode. Keadaan ini ditandai dengan berbagai gejala seperti sulit fokus, gangguan tidur, mudah marah, hingga kehilangan nafsu makan.


“Dalam kondisi survival, penggunaan gawai sering menjadi mekanisme koping agar seseorang tidak merasa terisolasi dari dunia luar. Namun pada anak-anak, penggunaan gadget tetap harus diawasi secara ketat oleh orang tua,” ujar Nadia kepada NU Online, Selasa (17/12/2025).


Menurutnya, anak-anak belum memiliki kemampuan pengendalian diri yang memadai, baik dalam memilih konten, mengatur durasi penggunaan, maupun memahami batasan dalam bermedia sosial. Situasi krisis membuat orang tua juga kesulitan memberikan pengawasan optimal karena fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar.


“Akibatnya, screen time anak dapat meningkat drastis,” imbuhnya.


Meski demikian, Nadia menegaskan bahwa penggunaan gawai masih berada dalam batas wajar apabila sesuai porsi dan didampingi orang tua. Gawai dapat dimanfaatkan untuk memutar musik, mendengarkan podcast, menghubungi keluarga, atau mencari informasi bantuan.


Handphone hanyalah alat, bukan pengganti peran orang tua. Ia bisa menjadi sarana pendukung, tetapi tidak boleh menjadi satu-satunya aktivitas anak,” jelasnya.


Pentingnya Detoksifikasi Gawai

Nadia menekankan pentingnya detoksifikasi gawai, terutama bagi anak-anak yang menunjukkan tanda-tanda kecanduan, seperti game daring, media sosial, hingga konten pornografi. Ia merujuk pada pemikiran psikolog sosial Amerika, Jonathan Haidt, dalam bukunya The Anxious Generation.


“Penggunaan media sosial sebelum usia 16 tahun pada remaja perempuan meningkatkan risiko depresi dan kecemasan. Sementara pada remaja laki-laki, penggunaan gadget yang tidak terkontrol berpotensi memicu adiksi game dan pornografi,” tuturnya.


Dalam praktiknya, Nadia juga menemukan dampak negatif lain, seperti keterlambatan bicara dan kurang fokus pada anak usia dini, kecemasan berlebihan pada remaja, hingga keterlibatan dalam pinjaman online, judi daring, dan kekerasan berbasis gender online (KBGO).


Sebagai alternatif, ia menyarankan pengalihan aktivitas sederhana, seperti menggambar, melukis, bercerita, bermain peran, atau berinteraksi dengan anak-anak lain di lingkungan pengungsian.


“Orang tua juga perlu mengenali tanda awal ketergantungan gawai, seperti lupa makan, pola tidur tidak teratur, perubahan suasana hati, dan menarik diri dari lingkungan,” paparnya.


Strategi Mengelola Penggunaan Gawai

Nadia menyebutkan, detoksifikasi gawai dapat dimulai dengan mengawasi konten dan membatasi durasi penggunaan. Mengacu pada panduan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan American Academy of Pediatrics (AAP), penggunaan gawai sebaiknya dibatasi maksimal dua jam per hari.


“Memang tidak mudah, tetapi anak bisa dialihkan untuk bermain bersama tanpa handphone,” ujarnya.


Hal serupa disampaikan Rahma Sartika Sari, wali murid Sekolah Menengah Pertama Swasta (SMPS) Al-Ma’arif Sibolga. Ia mengungkapkan bahwa pascabencana, aktivitas anak lebih banyak diisi dengan membantu orang tua, seperti mencari air bersih karena akses air masih terbatas.


“Anak-anak jadi lebih jarang bermain HP karena jaringan juga tidak lancar. Sebelum banjir bandang, anak saya bisa bermain gadget berjam-jam,” katanya.


Meski demikian, Rahma tetap memberikan edukasi melalui konten animasi yang sesuai usia dan mengajak anak terlibat dalam pekerjaan rumah.


“Anak saya lebih suka di rumah dan sesekali saya ajak membantu. Itu lebih baik daripada terus bermain HP,” pungkasnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang