Nasional

Akademisi Ingatkan Pentingnya Baca Sejarah untuk Latih Nalar Kritis dan Cegah Pembodohan

NU Online  ·  Jumat, 10 Oktober 2025 | 15:30 WIB

Akademisi Ingatkan Pentingnya Baca Sejarah untuk Latih Nalar Kritis dan Cegah Pembodohan

Suasana diskusi bertajuk Menjadi Indonesia Cinta dan Gagasan untuk Indonesia di Plaza Promenade, Taman Ismail Marzuki, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/10/2025).

Jakarta, NU Online

Dosen Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ciek Julyati Hisyam mengingatkan pentingnya membaca sejarah. Ia menilai sejarah bukan sekadar mengenang masa lalu, tetapi menjadi fondasi penting dalam melatih nalar kritis agar masyarakat tidak mudah dibohongi oleh konstruksi pengetahuan yang keliru.


Hal tersebut disampaikan dalam Diskusi bertajuk Menjadi Indonesia Cinta dan Gagasan untuk Indonesia di Plaza Promenade, Taman Ismail Marzuki, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/10/2025).


Dalam diskusi tersebut, Ciek mengajak masyarakat untuk berani mempertanyakan kebenaran sejarah yang selama ini diajarkan, serta menumbuhkan budaya membaca yang lebih luas, termasuk terhadap sumber-sumber sejarah dari luar negeri.


Ciek kemudian menyoroti rezim masa lalu, terutama Orde Baru, yang kerap merekayasa sejarah sesuai kepentingan politiknya. Ia mengingatkan agar masyarakat tidak hanya membaca buku-buku yang diterbitkan di dalam negeri, tetapi juga menelusuri sumber sejarah lain yang bisa memberikan sudut pandang lebih objektif.


“Jangan lupakan sejarah. Tapi, sejarahnya sudah tahu belum kalau dibohongin?” tanya Ciek.


“Kalau mau literasi, itu baca buku, cari buku yang banyak. Jangan cuma buku dari Indonesia, cari buku dari luar yang menceritakan kita apa adanya,” jelasnya lebih lanjut.

Ciek mencontohkan sejarah mengenai Indonesia dijajah 350 tahun masih sering diterima mentah-mentah tanpa analisis dan banyaknya narasi sejarah yang dibangun tanpa dasar riset kuat dan dipelihara sebagai doktrin yang sulit digugat.


“Benarkah Indonesia dijajah 350 tahun? Coba dihitung lagi. Jangan cuma hafal, tapi pikirkan ulang. Sampai sekarang belum ada penjelasan dari pemerintah, apa itu rempah-rempah sebenarnya. Kita hanya mengulang sebutan tanpa paham maknanya,” katanya.


Menurut Ciek, membaca sejarah bukan hanya soal mengingat peristiwa, tetapi memahami sebab dan akibat di balik setiap kebijakan atau kejadian.


“Setiap kebijakan pasti ada penyimpangan. Itu berlaku di manapun. Kalau kita tidak berpikir kritis, penyimpangan itu akan terus berulang,” jelasnya.


“Kita harus berpikir berdasarkan data, fakta, dan teori. Tanpa itu, kita hanya menjadi penonton yang mudah ditipu,” tambahnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang