Nasional

Akademisi Nilai MBG Tak Berdampak pada Prestasi Anak, Justru Hamburkan Anggaran Pendidikan

NU Online  ·  Kamis, 25 September 2025 | 21:00 WIB

Akademisi Nilai MBG Tak Berdampak pada Prestasi Anak, Justru Hamburkan Anggaran Pendidikan

Gambar hanya sebagai ilustrasi berita. Siswa sekolah dasar sedang membawa tempat makanan program MBG. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Akademisi Universitas Negeri Semarang (Unnes) Edi Subkhan mengkritik Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan pemerintah. Ia menilai, program MBG tidak memberikan dampak langsung terhadap peningkatan prestasi akademik siswa, apalagi jika tidak disertai peningkatan kualitas guru dan sarana pendidikan.


"Yang akan langsung berdampak itu dari studi adalah feedback atau pendampingan guru ke siswa. Artinya kualitas guru harus ditingkatkan, kesejahteraannya ditingkatkan, sarananya dipenuhi," katanya saat dihubungi NU Online pada Kamis (25/9/2025).


Menurutnya, MBG adalah faktor kesekian yang mendukung secara tidak langsung, yakni ketika perut kenyang dan gizi terpenuhi maka anak bisa konsentrasi belajar lebih baik.


Meski begitu, Edi tidak menolak sepenuhnya gagasan MBG. Ia menilai program ini bisa menjadi solusi jika dijalankan secara tepat sasaran.


"Sebenarnya program MBG ini bagus ketika tepat sasaran, yakni di sekolah-sekolah yang betul-betul membutuhkan, seperti di pelosok, luar Jawa, atau daerah pinggiran kota dengan mayoritas siswa dari kalangan menengah ke bawah," jelasnya.


Namun, ia mengkritik kebijakan yang menerapkan MBG secara merata ke semua sekolah, termasuk sekolah elite yang tidak memiliki urgensi kebutuhan gizi tambahan. Menurutnya, pendekatan semacam ini tidak efisien dan berpotensi menyia-nyiakan anggaran negara.


Ia juga menyoroti penggunaan anggaran MBG yang berasal dari alokasi 20 persen anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk pendidikan.


"Mestinya MBG diambil dari dana kementerian lain, misal kementerian kesehatan yang lebih jelas terkait kesehatan, bukan dari APBN sektor pendidikan. Menurut saya, MBG justru menghambur-hamburkan anggaran pendidikan untuk hal yang tidak langsung menjawab masalah riil pendidikan di lapangan yang saya yakin Kemendikdasmen sudah punya datanya," tegasnya.


Salah satu masalah yang disorot adalah dampak ekonomi lokal yang justru dirugikan oleh kehadiran vendor besar penyedia makanan. Ia menambahkan, pengelolaan MBG seharusnya dilakukan berbasis sekolah, agar lebih adil dan transparan.


"Ketika pengelolaan MBG diserahkan ke vendor-vendor besar, kantin sekolah mati, warung-warung di sekitar sekolah ikut mati. Ini merugikan ekonomi warga sekitar, termasuk warga sekolah yang sebelumnya mengelola kantin," jelasnya.


Lebih lanjut, ia menilai adanya indikasi relasi kekuasaan dalam pelaksanaan program ini. Edi bahkan menyebut bahwa komposisi pejabat di kepengurusan pusat MBG mencerminkan adanya “kepentingan bayangan” yang tidak berkaitan langsung dengan dunia pendidikan.


"Yang diuntungkan hanya segelintir pengusaha katering yang menang tender, dan selebihnya justru militer, polisi, serta anggota DPR. Dari situ terlihat jelas relasi politik dan kepentingan di balik MBG," ujarnya.


Bahkan, menurut Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menyebut ada tujuh skandal besar yang membayangi program ini. Mulai dari guru yang dijadikan tumbal dan dipaksa mengurus hal di luar tugasnya, konflik kepentingan pengelolaan dapur, hingga minimnya keterlibatan dinas pendidikan dan kesehatan dalam pengawasan.


Menurut JPPI, persoalan semakin berat karena anggaran MBG menyedot alokasi pendidikan. Ubaid mengingatkan bahwa masih banyak sekolah rusak, guru belum tersertifikasi, dan jutaan anak belum bisa bersekolah.


“Presiden jangan main-main dengan nyawa anak. Kalau evaluasi tidak dilakukan segera, MBG bisa menjadi petaka baru bagi dunia pendidikan kita,” tegasnya.


Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan perlunya evaluasi total program MBG lantaran munculnya kasus keracunan di sejumlah daerah. Ia meminta evaluasi dilakukan bersama-sama, bukan dengan saling menyalahkan.


“Jadi memang evaluasinya itu harus dilakukan secara total, jadi jangan saling menyalahkan tapi kita evaluasi bersama sehingga jangan terulang kembali,” kata Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (23/9/2025).

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang