Nasional

Aksi Kamisan Ke-887 Soroti KUHAP Baru yang Dinilai Tak Berpihak kepada Rakyat

NU Online  ·  Jumat, 21 November 2025 | 05:00 WIB

Aksi Kamisan Ke-887 Soroti KUHAP Baru yang Dinilai Tak Berpihak kepada Rakyat

Perwakilan LBH Jakarta Daniel Winarta saat menyampaikan refleksi dalam Aksi Kamisan Ke-887 di depan Istana Merdeka, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)

Jakarta, NU Online

Aksi Kamisan Ke-887 kembali digelar dengan tema Pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP): Negara Makin Kuasa, Hak Warga Kian Sirna. Aksi berlangsung di depan Istana Merdeka, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025).


Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Daniel Winarta menjelaskan bahwa revisi KUHAP masih mewarisi pola otoritarian KUHAP 1981 yang lahir pada era Orde Baru.


“Banyak yang tidak berubah sejak masa Soeharto. Penegakan hukumnya masih berpihak pada kekuasaan negara, bukan kepada rakyat,” ujarnya.


Ia kemudian menguraikan sejumlah ketentuan yang dinilai bermasalah dalam KUHAP yang baru disahkan.


Pertama, aturan penahanan yang dapat dilakukan tanpa izin pengadilan, membuka ruang tindakan sewenang-wenang karena tidak ada pengawasan hakim pada tahap awal.


Kedua, perluasan kewenangan polisi dalam penangkapan. Daniel merujuk Pasal 93 dan 99 KUHAP baru yang memberi polisi otoritas mengeluarkan izin penangkapan dan penahanan bagi lembaga penyidik lain, termasuk KPK, kejaksaan, hingga penyidik kehutanan.


“Polisi menjadi seperti superbodi. Padahal kita tahu institusi ini sedang dalam proses reformasi,” katanya.


Ketiga, kebijakan penyadapan yang kini diperbolehkan untuk semua jenis tindak pidana tanpa batasan. Menurut Daniel, hal ini berpotensi memunculkan praktik intersepsi yang berlebihan.


“Dulu penyadapan hanya untuk tindak pidana berat seperti korupsi atau narkotika. Sekarang semua tindak pidana bisa dijadikan alasan,” ucapnya.


Ia juga menyoroti aturan penggeledahan yang dapat dilakukan tanpa izin pengadilan dalam keadaan mendesak, termasuk berdasarkan penilaian subjektif penyidik. Menurutnya, ketentuan ini membuka ruang penyalahgunaan karena syarat objektif digantikan penilaian sepihak aparat.


Daniel turut mengkritisi legitimasi penggunaan teknik pembelian terselubung dan penyerahan dengan pengawasan, bahkan sebelum terdapat bukti kuat adanya tindak pidana.


“Ini membuat warga bisa dijebak. Pada tahap penyelidikan saja polisi sudah bisa melakukan operasi seperti itu,” jelasnya.


Daniel menambahkan bahwa banyak aktivis seperti Delpedro Marhaen, Muzaffar Salim, Khariq Anhar, dan Laras kini menjalani penahanan akibat KUHAP yang bermasalah.


“Kalau kita diam, berarti kita membiarkan pengorbanan mereka sia-sia,” tegasnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang