Aru Lego Triono
Kontributor
Jakarta, NU Online
Pada bulan Juli 2020 yang lalu, Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran nomo 19 tentang Pelaksanaan Program Kita Cinta Papua. Realisasi program ini, Kemenag menyalurkan total nilai bantuan sebesar Rp65 miliar untuk Papua dan Papua Barat.
Menteri Agama Fachrul Razi mengungkapkan 'Kita Cinta Papua' sebagai bagian dari ikhtiar membangun Papua, paling tidak Papua harus bisa sejajar dengan provinsi lain di Indonesia. "Dalam program itu, meningkatkan pendidikan melalui jalur pendidikan agama dan keagamaan," ujar Menag dalam Muktamar Pemikiran Santri Nusantara Seri Kelima.
Selain itu dibangun jembatan kesetiakawanan antara Aceh dan Papua. Pada saat itu, Kemenag mengajak serta beberapa tokoh Aceh. Tujuannya, kata Menag, untuk sama-sama menunjukkan bahwa Aceh dan Papua sebuah jembatan yang sangat penting dan menunjukkan kekhasan Indonesia. "Komunikasi terus berjalan antara Aceh dan Papua. Kami ingin membangun bahwa begitulah Indonesia," imbuh Menag.
Pesantren dengan kekhasan pendidikannya yang moderat dan toleran, sangat relevan terlibat dalam memajukan kualitas pendidikan keagamaan di Papua. Dakwah keagamaan di Papua yang moderat, toleran, dan selalu mengedepankan cinta tanah air juga bisa diperankan oleh para tokoh agama dan pesantren.
"Karena itu, kami ingin mengajak untuk bersama-sama betul-betul untuk kita kembangkan untuk memajukan Papua, bisa bergabung dengan kami dalam program Gerakan Kita Cinta Papua, atau melakukan kegiatan masing-masing dengan tujuan yang sama. Tujuannya untuk mengedepankan masalah moderat, toleran, dan cinta tanah air," tegas Menag.
Ia berharap Muktamar Pemikiran Santri Nusantara mampu memberikan kontribusi dalam membantu mewujudkan program Kita Cinta Papua secara holistik dan aplikatif. Pesantren adalah institusi pendidikan dengan pengalaman panjang, menurut Menag tentu memiliki perangkat dan SDM yang memadai untuk terus berkiprah dan menjadi motor pemberdayaan masyarakat menuju Indonesia maju. Terlebih dalam bidang keagamaan, pendidikan, dakwah, dan pengabdian masyarakat yang utamanya di Papua.
Ketua PWNU Papua, Toni Wanggai pada kegiatan tersebut mengatakan program Kita Cinta Papua sangat penting karena memang melakukan pembangunan di Papua itu harus dengan pendekatan kasih. "Sebagaimana juga yang sering dinyatakan Gubernur Papua bahwa Kasih Menembus Batas. Jadi, dengan adanya pendekatan kasih dalam pembangunan akan menembus sekat-sekat atau batas suku, agama, dan ras," ujar Toni Wanggai.
Ia menegaskan bahwa pendekatan yang harus dilakukan terhadap Papua adalah pendekatan kasih atau dalam Islam disebut rahmah. Setelah kita melakukan pendekatan kasih, kita akan mengenal orang Papua. "Jadi sebenarnya harus kita balik. Bukan tak kenal maka tak sayang. Tetapi sayang dulu baru kita bisa mengenal bagaimana membangun dan mengetahui budaya orang asli Papua," ujarnya.
Keteladanan Gus Dur
Toni Wanggai mengebutkan pihaknya juga melihat bahwa Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ketika paskareformasi, saat sedang terjadi dinamika tensi sosial-politik yang tinggi di Papua. Presiden Gus Dur melakukan pendekatan personal atau pendekatan dari hati ke hati, bertemu dengan para tokoh yang pro maupun kontra. "Beliau temui secara langsung tokoh-tokoh itu dan membangun komunikasi, mengetahui isi hati orang asli Papua," bebernya.
Gus Dur juga melakukan pendekatan budaya dengan membantu mengadakan Kongres Rakyat Papua. Gus Dur ingin mengetahui langsung bagaimana orang Papua mengeluarkan isi hati melalui sebuah dialog dalam Kongres Rakyat Papua. Gus Dur membangun langkah-langkah konstruktif untuk melakukan pendekatan pembangunan.
"Jadi saya pikir, itu langkah tepat yang dibangun Gus Dur dengan pendekatan kemanusiaan. Ini harus dilanjutkan oleh para pemimpin di Indonesia untuk membangun Papua dengan pendekatan hati, budaya, dan kemanusiaan sehingga Papua dapat bangkit, sejahtera, dan sama dengan saudara-saudaranya di provinsi yang lain," imbuh Toni Wanggai.
Peran Gus Dur juga luar biasa karena berhasil melakukan pendekatan kultural dengan mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua. Sebelum masuk ke Indonesia, secara de jure pada 1969 dulu memang namanya Papua. Gus Dur mengganti nama Irian menjadi Papua, karena mengatakan bahwa Irian berasal dari bahasa Arab ‘uriyan artinya telanjang. "Setelah Gus Dur melakukan pendekatan budaya itu, orang Papua menjadi bangga. Lalu Gus Dur mencari solusi win-win solution dengan adanya otonomi khusus untuk membangun Papua," jelasnya.
Ada tiga poin ruh dalam UU Otonomi khusus yaitu proteksi terhadap orang asli Papua dari berbagai bidang, pengakuan atau penghormatan terhadap budaya orang Papua, dan pemberdayaan terhadap orang asli Papua di berbagai bidang. Ini merupakan tiga ruh otonomi khusus yang disahkan pada era pemerintahan Presiden Gus Dur pada 2001."Ini saya pikir sebagai sebuah tonggak sejarah baru dalam membangun Papua yang dilakukan oleh Gus Dur sebagai seorang santri," tegasnya.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 4 Maksiat Hati yang Bisa Hapus Pahala Amal Ibadah
2
Khutbah Jumat: Jangan Golput, Ayo Gunakan Hak Pilih dalam Pilkada!
3
Poligami Nabi Muhammad yang Sering Disalahpahami
4
Peserta Konferensi Internasional Humanitarian Islam Disambut Barongsai di Klenteng Sam Poo Kong Semarang
5
Kunjungi Masjid Menara Kudus, Akademisi Internasional Saksikan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Bahaya Arak keur Kahirupan Manusa
Terkini
Lihat Semua