Semarang, NU Online
KH Sholeh Darat Semarang memiliki andil besar dalam mengobarkan jiwa nasionalisme bangsa Indonesia pada saat dijajah Belanda melalui kitab Munjiyat yang dipelajari para santri baik yang belajar di pondoknya maupun di tengah-tengah masyarakat.
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Semarang, Jawa Tengah H Anashom dalam acara bincang-bincang tentang figur maha guru ulama Nusantara Kiai Sholeh Darat mengatakan, dalam kitab Munjiyat itu ada beberapa bagian yang menerangkan ciri-ciri orang kafir dan orang Islam.
"Di antara ciri orang kafir disebutkan adalah dari sisi pakaiannya. Topi, jas, dasi, celana panjang, dan sebagainya adalah pakaian orang kafir, karena itu orang Islam kalau berpakaian jangan meniru berpakaiannya orang kafir," kata Anashom dalam salah satu sesi acara peringatan haul ke-120 KH Sholeh Darat yang diselenggarakan secara virtual di Semarang, Senin (1/6) malam.
Acara haul yang berlangsung di studio 2 Radio Rasika USA Ungaran Semarang Jateng ini juga direlay Rasika Network disiarkan secara live sehingga bisa diikuti umat Islam yang berada di luar studio.
Menurutnya, kitab itu ditulis jauh sebelum Belanda memberlakukan politik balas budi atau politis etis di Indonesia. Ajaran anti kolonial itu secara berantai diajarkan murid-muridnya hingga masa kemerdekaan.
"Salah satu fakta, dalam Bahtsul Masail PBNU pada tahun 1930an dibahas tentang hukum berpakaian seperti pakaiannya orang kafir, diperoleh jawaban hukumnya haram, salah satu rujukannya adalah kitab karya Mbah Sholeh Darat," tegasnya.
Dikatakan, penanaman jiwa nasionalisme melalui pembentukan opini anti kolonial seperti ini sangat efektif di lingkungan pesantren dan NU.
Ketua Komunitas Pecinta KH Sholeh Darat (Kopisoda) KH In'am Muzzahudin mengatakan, kitab-kitab Kiai Sholeh Darat tidak hanya dibaca di bumi Nusantara saja, tetapi juga menembus lintas benua.
"Saya menemukan sejumlah kitab karya Mbah Sholeh Darat dicetak oleh percetakan di Singapura, Bombay India, dan Istambul Turki. Kitab itu juga dipelajari di sana. ini artinya visi Mbah Sholeh Darat sudah mengglobal," ujarnya.
Dikatakan, selain melahirkan karya-karyanya berupa kitab yang kontennya mengupas berbagai bidang, ulama yang meninggalnya diberitakan koran Slompret Melayu edisi hari Sabtu 19 Desember 1903 nomor 151 juga melahirkan sejumlah kiai besar yang pernah nyantri di pesantrennya di kampung Darat Lasimin pesisir laut Semarang.
"Mereka itu antara lain Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari pendiri NU, KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah, KH Munawir Krapyak Jogjakarta, Kiai Dahlan Sarang, Kiai Dimyati Termas, dan sebagainya," ungkapnya.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan, ketokohan Kiai Sholeh Darat yang telah mendunia itu diharapkan dapat menginspirasi warga Semarang dalam memajukan daerahnya.
Menurutnya, karya-karya berupa sejumlah kitab dan murid-muridnya yang di kemudian hari menjadi tokoh besar hendaknya dapat dijadikan teladan generasi sekarang dalam menjawab berbagai persoalan bangsa.
"Mari kita teladani semangat dan kebesaran Kiai Sholeh Darat dalam membangun kota Semarang," pungkasnya.
Kontributor: Samsul Huda
Editor: Abdul Muiz