Direktur Diktis: Kitab Kuning Harus Terus Diajarkan di Kampus Pesantren
NU Online · Senin, 3 November 2025 | 18:30 WIB
Direktur Diktis Prof Sahiron Syamsudidn saat menghadiri Wisuda Kedua dan Dies Natalis Kedelapan STIT Buntet Pesantren Cirebon, Jawa Barat, Ahad (2/11/2025). (Foto: dok. STIT Buntet Pesantren)
Muhammad Syakir NF
Penulis
Cirebon, NU Online
Direktur Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) Kementerian Agama Prof Sahiron Syamsuddin menegaskan agar kampus-kampus di pesantren tidak meninggalkan kitab kuning.
"Kitab kuningnya terus diajarkan kepada adik-adik mahasiswa ini. Jangan sampai ditinggalkan," katanya saat menghadiri Wisuda Kedua dan Dies Natalis Kedelapan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat, Ahad (2/11/2025).
Ia menyebut ada sejumlah perguruan tinggi di pesantren yang meninggalkan pembelajaran kitab kuning.
"Saya yakin di Buntet, adik-adik tetap belajar kitab kuning," ujarnya.
Ia menyampaikan hal tersebut mengingat pengalamannya sebagai alumni pesantren. Menurutnya, pesantren mempunyai akar ilmu alat sangat kuat.
"Karena itu, pengembangan ilmu keislaman ada di pesantren," katanya.
"Melalui pondok pesantren, saya bisa mengakses kitab-kitab klasik dan kontemporer," ujar guru besar ilmu tafsir di UIN Sunan Kalijaga itu.
Ia mengaku sangat senang karena perguruan tinggi di pesantren. Pengembangan dirasat Islamiyah sangat diharapkan dari pondok pesantren.
Senada, Koordinator Kopertais II Wilayah Jawa Barat Prof Rosihon Anwar juga menyampaikan bahwa para santri telah memiliki kunci khazanah keilmuannya dari pesantren. Sebab, saat kuliah, santri tinggal menerapkan ilmu alat yang telah dikuasainya.
Rosihon yang juga alumni Buntet Pesantren itu berpesan kepada para wisudawan agar dapat tampil berperan meneruskan perjuangan para kiai dan nyai. Hal ini ia sampaikan dengan mengutip bait Alfiyyah Ibnu Malik mengenai Mudlaf yang pernah ia pelajari saat mengaji di Buntet Pesantren.
"Kita ini para santri alumni tugasnya adalah meneruskan tradisi keilmuan para kiai. Tatkala guru-guru kita tidak ada, kita mainkan peran-peran para guru kita," katanya.
Sementara itu, Ketua STIT Buntet Pesantren H Fahad A Sadat menyampaikan bahwa wisuda kedua ini diikuti 80 wisudawan dua program studi, yakni Manajemen Pendidikan Islam dan Bimbingan Konseling.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyampaikan bahwa STIT tengah mengajukan transformasi menjadi Institut Agama Islam Buntet Pesantren yang dalam rencananya juga akan menjadi Universitas Islam Buntet Pesantren.
Saat ini, STIT Buntet Pesantren tengah mengajukan tiga prodi baru yakni Pendidikan Agama Islam (PAI), Ekonomi Syariah, dan Hukum Keluarga Islam. Dua pertama sudah terverifikasi dan satu terakhir masih menunggu verifikasi. Karenanya, pada 2026 mendatang, prodi tersebut rencananya sudah bisa dibuka menerima mahasiswa.
Fahad juga menyampaikan bahwa STIT Buntet Pesantren merupakan satu di antara dua kampus di Cirebon yang terakreditasi baik sekali. Hal ini mengingat sejumlah dosennya berhasil menembus jurnal internasional Scopus.
"Di wilayah Cirebon, yang mendapat akreditasi unggul itu UIN Cirebon dan UGJ. Dan akreditasi baik sekali itu Universitas Ahmad Dahlan dan STIT Buntet Pesantren," katanya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua