Disiplin Masyarakat terhadap Protokol Kendur, Kebijakan Pemerintah Disorot
Jumat, 25 September 2020 | 08:09 WIB
Abdul Rahman Ahdori
Kontributor
Jakarta, NU Online
Setiap hari angka terkonfirmasi positif Covid-19 mengalami penambahan. Per Kamis (24/9) kemarin, tercatat ada 262.022 orang yang dinyatakan terpapar virus mematikan ini.
Meski angka Covid-19 terus bertambah tidak membuat sebagian masyarakat di Indonesia mematuhi protokol kesehatan seperti yang dianjurkan pemerintah. Masyarakat justru terlihat kendur menjalankan protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah.
Berikut faktor-faktor penyebab masyarakat tidak disiplin terhadap aturan protokol kesehatan menurut Direktur Eksekutif Lembaga Daulat Bangsa (LDB) Soffa Ihsan.
Pertama, terlalu lama Covid-19 melanda. Waktu yang hampir satu tahun Covid-19 melanda Indonesia membuat masyarakat semakin jenuh. Karakter masyarakat yang lebih suka berkerumun juga jadi faktor penarik akhirnya memutuskan untuk tidak peduli dengan Covid-19.
Menurut Soffa, masyarakat serba bingung, anjuran pemerintah agar tetap di rumah tidak diimbangi dengan jaring pengaman ekonomi. Akhirnya, mereka berpikir ulang. Sebab, berdiam diri di rumah jelas tidak menghasilkan apapun untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
Kedua, ada anggapan Covid-19 ini sebagai konspirasi. Kelompok masyarakat yang tak terkait agama ini cenderung jenuh kepada aturan pemerintah karena dinilai telah mempersulit aktivitas mereka untuk mencari nafkah. Akhirnya, keyakinan bahwa Corona adalah konspirasi pun menjadi hal yang dipercaya masyarakat.
“Kelompok ini adalah lapisan masyarakat yang menganggap ini konspirasi, kelompok yang tidak terkait agama. Ini yang membuat masyarakat ini tidak mematuhi aturan pemerintah,” katanya.
Ketiga, landainya tugas pemerintah menertibkan masyarakat. Faktor lain yang menyebabkan masyarkat tidak dispilin karena penegak hukum seperti kepolisian cenderung tidak maksimal menjalankan tugasnya saat PSBB berlangsung.
PSBB diberlakukan tetapi pos-pos check point kosong, tidak ada batas wilayah yang dijaga secara ketat oleh aparat kepolisian termasuk di zona merah sekalipun.
“Tidak ada polisi di pos-pos penjagaan, di zona merah sekalipun tidak ketat. Jadi masyarakat menganggap biasa,” ucapnya.
Terakhir, ada indikasi dipengaruhi kelompok dengan pemahaman agama yang sempit. Kelompok yang memiliki pemahaman keagamaan yang sempit atau terbatas ini ada hubungannya dengan kelompok konservatisme.
“Pemahaman masyarakat kita sekarang tidak hanya corona, tapi juga memiliki pemahaman konservatif. Ada istilah konservatisten. Tentu bagi mereka yang punya pemahaman keagamaan yang sempit, saya kira mereka menganggap corona itu buatan, corona itu tidak nyata. Saya banyak menemukan di kalangan mereka mungkin saya sebut kalangan konservatif atau fundamentalis,” kata Soffa.
Ia menjelaskan, beberapa kali telah bertemu dengan kelompok masyarakat berpaham anti-Pancasila untuk urusan tertentu. Dari hasil obrolannya itu, rata-rata mereka tidak menganggap Covid-19 sebagai krisis kesehatan, tetapi wabah yang diturunkan Allah kepada orang-orang kafir.
“Masyarakat kita tidak bisa mematuhi aturan pemerintah apalagi masyarakat yang menganggap pemerintah itu thagut, kafir, tidak Islami, dan lain sebagainya,” tutur Soffa.
Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 4 Maksiat Hati yang Bisa Hapus Pahala Amal Ibadah
2
Khutbah Jumat: Jangan Golput, Ayo Gunakan Hak Pilih dalam Pilkada!
3
Poligami Nabi Muhammad yang Sering Disalahpahami
4
Peserta Konferensi Internasional Humanitarian Islam Disambut Barongsai di Klenteng Sam Poo Kong Semarang
5
Kunjungi Masjid Menara Kudus, Akademisi Internasional Saksikan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Bahaya Arak keur Kahirupan Manusa
Terkini
Lihat Semua