DPR Desak Sanksi RS Penolak Ibu Hamil, Tegaskan Warga Miskin Cukup Berobat dengan KTP
NU Online · Kamis, 27 November 2025 | 11:45 WIB
DPR mendesak RS di Papua yang menolak ibu hamil hingga meninggal untuk disanksi. (Foto: NU Online/Freepik)
M Fathur Rohman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago mendesak Kementerian Kesehatan menjatuhkan sanksi tegas kepada empat rumah sakit di Papua yang menolak memberikan layanan kepada Irene Sokoy, seorang ibu hamil yang akhirnya meninggal dunia setelah ditolak berulang kali. Penolakan pasien dalam kondisi darurat, menurutnya, tidak bisa dibenarkan dalam keadaan apa pun.
“Saya sudah bicara dengan Irjen Kemenkes, Ibu Seri Utami, agar memberikan punishment tegas kepada rumah sakit yang menolak ini,” kata Irma kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/11/2025).
Baca Juga
Ini Doa Jelang Persalinan Ibu Hamil
Irma menilai tragedi Irene merupakan bukti bahwa sistem layanan dan rujukan kesehatan nasional masih menyisakan persoalan besar.
Ia menekankan bahwa konstitusi menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pelayanan kesehatan, sehingga penolakan rumah sakit merupakan pelanggaran terhadap mandat negara.
“Hak hidup dan hak mendapatkan perawatan kesehatan dari negara jelas diatur dalam UUD. Penolakan pasien adalah pelanggaran terhadap mandat dasar tersebut,” ujarnya.
Irma juga menyoroti kelemahan mendasar sistem rujukan berjenjang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Menurutnya, mekanisme rujukan yang membebaskan pasien urgent langsung ke rumah sakit kelas A justru menimbulkan pemborosan anggaran.
“Yang membuat BPJS menurut saya defisit, karena ada banyak dobel anggaran,” tegas Irma.
Irma menilai pemerintah harus memperbaiki sistem secara menyeluruh dengan memastikan pemerataan fasilitas dan SDM di seluruh rumah sakit. Tanpa itu, pasien akan terus menumpuk di RS kelas A, sedangkan fasilitas lain tetap tidak optimal.
“Kenapa tidak semua rumah sakit disiapkan SDM-nya, disiapkan alkesnya. Jadi semua rumah sakit punya fasilitas yang sama minimal dengan rumah sakit kelas A,” ujar Irma.
Ia mengingatkan bahwa perubahan kebijakan yang tidak hati-hati justru berpotensi menimbulkan masalah baru dalam layanan kesehatan.
Irma juga menyoroti keluhan tenaga kesehatan mengenai rendahnya insentif. Namun ia mengingatkan bahwa setiap kenaikan tarif layanan dan kapitasi akan berdampak langsung pada kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
“Kalau mau dinaikkan (layanan), otomatis iurannya pasti naik. Nah, ini juga perlu hati-hati,” katanya.
Irma menekankan perlunya keseimbangan antara pemenuhan hak tenaga kesehatan dan keberlanjutan beban iuran masyarakat.
"Baik masyarakat jangan sampai terbebani, tetapi SDM-SDM kesehatan juga terpenuhi apa yang menjadi haknya,” tegasnya.
Warga miskin harus bisa berobat cukup dengan KTP
Irma mengingatkan bahwa negara telah mengalokasikan 20 persen APBN untuk sektor kesehatan. Karena itu, tidak boleh ada rumah sakit yang menolak pasien, baik memiliki BPJS maupun tidak.
"Ada atau tidak ada kartu BPJS, rakyat harus tetap dilayani. Menolak pasien adalah tindakan kebangetan,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa pemerintah daerah wajib memastikan masyarakat miskin dapat berobat cukup dengan KTP melalui skema HCU.
“Dengan cukup KTP, masyarakat miskin seharusnya bisa berobat di rumah sakit manapun. Pemda tidak bisa lepas tangan,” katanya.
Irma menambahkan bahwa rumah sakit harus mengutamakan nilai kemanusiaan, bukan hanya orientasi profit. Ia meminta Kemenkes segera melakukan audit dan memberikan sanksi kepada rumah sakit yang terbukti melanggar.
Presiden minta audit total rumah sakit
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, sebelumnya melaporkan kasus ini kepada Presiden Prabowo Subianto. Presiden, kata Tito, langsung memerintahkan audit terhadap seluruh rumah sakit yang menolak Irene.
“Perintah beliau untuk segera lakukan perbaikan audit,” ujar Tito.
Tito juga meminta Gubernur Papua Matius D Fakhiri untuk menemui langsung keluarga korban dan memberikan pendampingan negara.
“Saya minta Gubernur sesegera mungkin ke rumah korban, keluarga korban, semua dibantu,” kata Tito.
Ia menegaskan bahwa audit yang dilakukan Kemendagri akan menelusuri aspek regulasi dan kepatuhan rumah sakit terhadap aturan daerah, mengingat fasilitas yang menolak pasien berada di bawah kewenangan kabupaten dan provinsi.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua