Gus Yahya Ingatkan Pentingnya Libatkan Kiai Pesantren di Muktamar Pemikiran NU
Sabtu, 2 Desember 2023 | 08:00 WIB
Gus Yahya dalam Pembukaan Muktamar Pemikiran NU di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Jumat (1/12/2023), (Foto: NU Online/Suwitno)
Malik Ibnu Zaman
Penulis
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) membuka Muktamar Pemikiran NU yang digelar oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, pada Jumat (1/12/2023) malam.
Pada kesempatan itu, Gus Yahya mengingatkan bahwa pentingnya melibatkan para kiai pesantren untuk mengikuti Muktamar Pemikiran NU ini. Ia menyatakan bahwa narasumber dari kalangan kiai-kiai pesantren dalam acara yang mayoritas dihadiri oleh para akademisi ini, sangat kurang.
Ia menyebutkan beberapa figur kiai pesantren tetapi tak terlihat di Muktamar Pemikiran NU ini, yakni Wakil Rais Aam PBNU KH Afifudin Muhajir, Rais Syuriyah PBNU KH Bahaudin Nur Salim (Gus Baha), dan Pengasuh Majelis Taklim Sabilu Taubah Gus Iqdam.
“Saya lihat di sini seluruhnya adalah teman-teman akademisi, tidak melihat narasumber dari kalangan kiai-kiai pesantren, seperti Kiai Afifudin Muhajir, Gus Baha, atau Gus Iqdam.” ujarnya.
Gus Yahya menegaskan bahwa kiai-kiai pesantren sangat penting untuk dilibatkan pada setiap kegiatan NU. Sebab NU bisa menjadi organisasi yang sangat besar seperti sekarang ini berkat para kiai yang mereka juga para pemikir.
“Seolah-olah mereka ini tidak berpikir tentang masa depan. NU tidak akan sebesar ini kalau kiai-kiainya bukan pemikir-pemikir,” tegasnya.
Bahaya Dehumanisasi
Lebih lanjut, Gus Yahya menjelaskan tentang dehumanisasi yang terjadi dalam platform media sosial. Menurutnya, perkembangan teknologi informasi dan media sosial telah membiasakan perilaku dehumanisasi. Manusia tidak lagi dilihat sebagai individu yang memiliki emosi dan kehidupan, melainkan hanya sebagai akun di dalam ruang maya.
Ia menyoroti dampak dari dehumanisasi yang terjadi dalam percakapan di media sosial. Salah satunya orang cenderung kehilangan empati terhadap sesama manusia, contohnya dalam konflik Israel-Palestina.
"Kita melihat kecenderungan dalam percakapan di platform media sosial di mana orang-orang hanya melihat angka-angka dalam konflik tersebut. Mereka lupa bahwa di balik angka-angka itu adalah manusia, yang merasakan sakit dan hidup di tengah-tengah orang-orang yang mereka cintai," jelasnya.
Gus Yahya menegaskan bahwa dalam konflik semacam itu, terlihat jelas bahwa manusia telah terhanyut dalam angka-angka, sehingga kehilangan rasa kemanusiaan. Ia menyoroti bahwa setiap individu yang terlibat dalam konflik ini, baik dari pihak Israel maupun Palestina, adalah manusia yang sama-sama berhak mendapatkan empati dan penghormatan atas kehidupan mereka.
"Kita harus merespons gejala dehumanisasi ini dengan serius. Kita harus kembali memikirkan esensi kemanusiaan dan pentingnya melihat individu sebagai manusia, bukan hanya sebagai statistik angka dalam konflik," pungkasnya.
Terpopuler
1
Daftar Barang dan Jasa yang Kena dan Tidak Kena PPN 12%
2
Kenaikan PPN 12 Persen Berpotensi Tingkatkan Pengangguran dan Kolapsnya UMKM
3
Kisah Inspiratif Endah Priyati, Guru Sejarah yang Gunakan Komik sebagai Media Belajar
4
Ketum PBNU Respons Veto AS yang Bikin Gencatan Senjata di Gaza Kembali Batal
5
Bahtsul Masail Kubra Internasional, Eratkan PCINU dengan Darul Ifta’ Mesir untuk Ijtihad Bersama
6
Kronologi Santri di Bantaeng Meninggal dengan Leher Tergantung, Polisi Temukan Tanda-Tanda Kekerasan
Terkini
Lihat Semua