Gus Yahya: Pemakzulan Trump Tak Berdampak Apa pun pada Dunia Islam
Kamis, 19 Desember 2019 | 09:15 WIB
Lalu apakah pemakzulan Trump tersebut berdampak terhadap dunia Islam? Merespons hal itu, Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), memiliki pandangan tersendiri. Semula ia menyebut bahwa inisiatif pemakzulan Trump didasarkan pada hal sumir. Kasus yang menjerat Trump tersebut sejak diangkat hingga sampai masa jabatannya akan berakhir belum bisa dibuktikan secara solid.
Ia menilai, saat ini Partai Demokrat terdesak karena tidak memiliki calon presiden yang mumpuni untuk melawan Trump, padahal Pemilu AS sebentar lagi. Lalu dilakukan upaya-upaya untuk memojokkan Trump secara politik.
“Mereka lakukan inisiatif impeachment itu di Kongres semata-mata dengan mengandalkan kekuatan mayoritas mereka di Kongres, karena mengandalkan jumlah kursi yang mereka punya di Kongres yang memang mayoritas,” jelas Gus Yahya kepada NU Online di Jakarta, Kamis (19/12).
Baginya, argumen untuk menjatuhkan Trump tidak solid. Namun karena Partai Demokrat memiliki suara mayoritas di Kongres maka keputusan pemakzulan Trump berhasil dikeluarkan. Akan tetapi, semua orang tahu bahwa pemakzulan Trump tidak akan berhasil mengingat mayoritas anggota Senat AS berasal dari Partai Republik, partai yang mengusung Trump. Untuk diketahui, Trump akan benar-benar dimakzulkan setelah sidang Senat juga menyetujuinya.
Menurut Gus Yahya, sebetulnya pemakzulan itu tidak ingin menjatuhkan Trump dari kursi presiden namun manuver politik untuk membangun opini publik guna menyudutkan Trump. Ia menegaskan bahwa pemakzulan Trump tidak akan terjadi.
“Sedangkan pemakzulan itu sendiri, saya bisa katakana 100 persen pasti tidak terjadi. Partai Demokrat tahu itu, semua orang di Amerika Serikat tahu,” tegasnya.
Gus Yahya kemudian menjelaskan perihal dampak pemakzulan Trump terhadap dunia Islam. Ia mengatakan, pemakzulan Trump secara riil tidak akan berdampak atau berpengaruh sama sekali terhadap dunia Islam.
“Artinya tidak akan menjadi faktor penentu. Upaya impeachment ini tidak akan menjadi faktor penentu untuk suatu dinamika apapun di dalam dunia Islam. Karena secara politik ini sebenarnya pepesan kosong. Cuma untuk opini publik saja,” urainya.
Ia kemudian menarik itu ke dalam ‘gambar yang lebih besar.’ Menurutnya, apa yang terjadi di AS tersebut merupakan fenomena umum saat ini yang terjadi ketika kemapanan-kemapanan goyah. Hal semacam ini tidak mungkin terjadi di AS sekitar 10 atau 20 tahun yang lalu. Ia mencontohkan, Bill Clinton yang bermain serong saja tidak sampai secara resmi dimakzulkan, padahal bukti-butinya lebih solid dibandingkan kasus Trump saat ini.
“Tapi memang kemapanan-kemapanan, integritas sistem di mana-mana itu mengalami disrupsi, termasuk di Amerika. Ini menujukkan kepada kita bahwa ketidakberesan itu terjadi di mana-mana,” ujarnya.
“Kalau sekarang kita merasa dunia Islam tidak beres, kacau-balau, bukan berarti Amerika, Barat baik-baik saja. Mereka juga mengalami masalah-masalah besar, mendasar yang kalau mereka gagal mengatasinya bisa menjadi masa depan yang berbahaya sekali,” lanjutnya.
Islam dan Kekacauan Global
“Itu sebabnya dalam deklarasi NU ISOMIL tahun 2016 sudah dinyatakan bahwa NU bertekad melakukan konsolidasi global komunitas Ahlussunnah wal Jamaah untuk berjuang menjadikan Islam betul-betul membawa maslahat bagi seluruh umat manusia,” jelasnya.
Ia menambahkan, umat Islam harus menyelesaikan masalah-masalahnya dan mencari solusinya. Selama ini, umat Islam mencari ‘kambing hitam’ dari luar atas segala persoalan dan masalah yang dihadapinya.
“Bahwa masalah ini diciptakan oleh Amerika, Yahudi. Mereka sendiri itu loh ruwet. Yang ingin saya katakan, kalau ada masalah, kita lihat diri kita ini. Diri kita ini apa yang menjadi pemicu timbulnya masalah itu,” katanya.
Menurutnya, jika umat Islam ingin lebih baik maka mereka harus mengubah apa yang ada dalam dirinya. Bukan mengubah yang di luar dirinya. “Maka tidak ada gunanya umat Islam di dunia ini mikir Trump. Dan gak ada relevansinya dengan kita,” sebutnya.
Gus Yahya kemudian menjelaskan, pemicu masalah dalam Islam adalah karena umat Islam tidak mau menyadari perubahan konteks realitas. Umat Islam kehilangan kemapanan sosial politik pada 100 tahun yang lalu, dengan runtuhnya Kekhalifahan Usmani pada 1924 silam.
Namun saat ini, umat Islam ingin kembali ke sana lagi. Baginya itu tidak mungkin terjadi karena konteks realitasnya juga sudah berubah. Untuk mengatasi itu, maka umat Islam harus melihat masa depan dan membangun konstruksi baru yang relevan, dengan cara memikirkannya secara mendalam dan jujur.
“Selama kita tidak mau mengakui ini, ya akan terus tersesat seperti itu. Karena mau nyari jalan balik yang sudah nggak ada,” katanya.
Pewarta: Muchlishon
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua