Gus Yahya Sebut 2 Pokok Peran Nyai dalam Dinamika dan Transformasi Pesantren
NU Online · Ahad, 2 November 2025 | 21:00 WIB
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dalam Acara Silaturahmi Nasional Ke-4 Bu Nyai Nusantara di Halaman Pondok Pesantren Krapyak Yayasan Ali Maksum, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sabtu (1/11/2025) malam. (TVNU/Miftah)
Rikhul Jannah
Kontributor
Bantul, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengungkapkan bahwa terdapat dua hal pokok peran nyai dalam pusat dinamika dan problematika kehidupan pesantren.
Hal tersebut disampaikan dalam Acara Silaturahmi Nasional Ke-4 Bu Nyai Nusantara di Halaman Pondok Pesantren Krapyak Yayasan Ali Maksum, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sabtu (1/11/2025) malam.
Pertama, peran nyai adalah manajemen pesantren. Menurutnya, manajemen pesantren sejatinya sudah bersifat sentral kepada nyai sejak lama karena merupakan bagian dari budaya pesantren di Nusantara. Namun, kesempatan bagi perempuan pesantren untuk mendapatkan akses pendidikan yang setara dengan laki-laki memerlukan perjalanan sejarah yang panjang.
Baca Juga
Nyai dalam Diskursus Pesantren
“Walaupun peran nyai di dalam manajemen pesantren memang sejak dulu sentral, tetapi kesempatan bagi perempuan pesantren untuk mendapatkan akses pendidikan yang setara dengan laki-laki masih harus melewati perjalanan sejarah yang cukup panjang,” ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa terdapat momentum penting bagi perjuangan kesetaraan akses pendidikan bagi perempuan yang terjadi pada tahun 1938 dalam Muktamar NU di Menes, Banten. Dalam Mukatamar tersebut, terdapat dua orang nyai, yakni Nyai Siti Sarah dan Nyai Djuaesih yang diberi kesempatan berpidato di depan seluruh peserta muktamar yang mayoritas laki-laki.
“Dalam pidatonya, kedua nyai tersebut menuntut hak yang setara dengan laki-laki dalam mendapatkan pendidikan bagi perempuan. Sejak muktamar di Menes itulah muncul gelombang besar pembukaan akses pendidikan bagi perempuan di pesantren,” katanya.
Gus Yahya, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa dasar dari perjuangan tersebut berlandaskan sabda Nabi Muhammad saw, yang menyampaikan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap laki-laki dan perempuan Muslim. Karena bersifat wajib, maka tidak boleh ada pembatasan terhadap akses pendidikan bagi perempuan.
“Dulu menjadi nyai mungkin artinya hanya sekadar menjadi istri kiai. Tetapi sekarang, seseorang disebut nyai jika memiliki kapasitas keilmuan yang memadai untuk mendidik santri. Ini adalah bagian dari pergeseran besar dalam tradisi pesantren,” ujarnya.
Kedua, peran nyai adalah peningkatan kapasitas anak didik dan kemampuan pesantren bertransformasi menghadapi perubahan zaman.
“Karena lingkungan berubah, dunia berubah, masyarakat berubah, maka segala sesuatu harus dikelola dengan cara yang disesuaikan dengan perubahan-perubahan tersebut,” ujar Gus Yahya.
Ia menyampaikan bahwa transformasi pesantren merupakan proses tawar-menawar antara elemen tradisional yang harus dipertahankan dan inovasi baru yang perlu diadopsi.
“Transformasi berarti proses tawar-menawar. Kita harus memperhatikan elemen-elemen tradisional apa saja yang diwariskan oleh para pendahulu yang harus kita pertahankan, dan hal-hal apa dari inovasi baru yang perlu kita adopsi,” kata Gus Yahya.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Gusti Kanjeng Ratu Hemas menyebutkan terdapat tiga aspek penting untuk perkembangan pesantren, yakni kurikulum integratif, kemandirian ekonomi, dan inovasi digital pesantren.
"Pesantren perlu mengintegrasikan ilmu agama dan pengetahuan umum tanpa kehilangan ruh spiritual, memperkuat kemandirian ekonomi, serta berinovasi secara digital agar dakwah dan pendidikan mampu menjawab tantangan generasi milenial, Gen Z, dan Gen Alfa," ujarnya.
GKR Hemas juga menyampaikan bahwa pentingnya penguatan peran perempuan pemimpin pesantren sebagai bagian dari strategi nasional pembangunan pendidikan Islam.
"Tidak kalah penting, penguatan peran perempuan pemimpin pesantren harus menjadi bagian dari kebijakan publik dan strategi nasional pembangunan pendidikan Islam," tegasnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU Hadir Silaturahim di Tebuireng
6
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
Terkini
Lihat Semua