Nasional

Konsep Ma’ruf Jadikan Gerakan Perempuan NU Lebih Kuat dan Solid

Selasa, 8 November 2022 | 12:00 WIB

Konsep Ma’ruf Jadikan Gerakan Perempuan NU Lebih Kuat dan Solid

Nyai Hj Badriyah Fayumi saat berbicara dalam Silatnas ke-3 Bu Nyai Nusantara di Semarang, Senin (7/11/2022) malam.

Semarang, NU Online
A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Nyai Hj Badriyah Fayumi menuturkan bahwa konsep ma’ruf sangat penting dalam gerakan perempuan NU. Sebab, ia akan menjadikannya lebih kuat dan solid. Ma’ruf adalah sesuatu yang dianggap benar dan baik menurut syariat, akal sehat, tabiat sosial serta membawa kelegaan dan kelapangan hati.


“Konsep ma’ruf itu NU banget. Jika konsep ma’ruf dapat ditransformasikan dalam gerakan perempuan NU dengan berbagai bentuk seperti bu nyai nusantara, maka akan menjadikan lebih kuat ke dalam dan solid dengan gerakan perempuan yang lain,” paparnya dalam Silatnas ke-3 Bu Nyai Nusantara di Semarang, Senin (7/11/2022) malam.


Nyai Badriyah menuturkan bahwa bu nyai nusantara sebagai gerakan pemimpin pesantren yang berkhidmah kesehariannya ingin memberikan sumbangsih lebih besar untuk masyarakat. Sesungguhnya bu nyai di rumah mengajarkan santri mengaji sebagai bagian dari membangun peradaban dunia.


“Peradaban dunia dapat dilakukan di mana pun kita berada dan gerakan perempuan muslim di Indonesia memberikan warna, pengaruh, contoh dan pola dari gerakan perempuan muslim dunia. Karena itu, bu nyai nusantara harus terus ada, eksis, dan berbenah,” ujar pengasuh Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits Kota Bekasi, Jawa Barat ini.


Menurut dia, wajah perempuan dalam konsep ma’ruf di dalam Al Qur’an sangat luar biasa, begitu pun dengan wajah keluarga. Tapi konsep ma’ruf juga menjadi konsep yang dapat digunakan untuk menjalani berbagai macam ruang khidmah kehidupan sekaligus cara menyelesaikan masalah.


Nyai Badriyah menyebutkan kata ma’ruf di dalam Al Qur’an disebut sebanyak 32 kali. Dari 32 kali penyebutan ada 18 ayat terkait dengan perkawinan, keluarga, serta relasi lelaki dan perempuan. Sisanya tentang amar ma’ruf nahi munkar, dakwah, serta tatanan kehidupan sosial yang baik.


“Di antara kerentanan gerakan perempuan adalah mudah terjebak ego sektoral. Gerakan perempuan NU sudah banyak contohnya dan berjalan dengan baik, bahwa yang namanya struktural-kultural jangan dipecah-pecah, diperhadapkan, jangan dibenturkan karena bisa berjalan bersamaan,” tandasnya.


Tidak eksklusif
Dalam kesempatan yang sama, Duta Besar RI untuk Aljazair (2016-2020) Nyai Hj Safira Machrusah mengungkapkan bahwa bu nyai jangan sampai bersikap eksklusif dari pergaulan, meskipun bu nyai tersebut datang karena keterpaksaan dan tidak memiliki kemampuan.


“Ketika tidak memiliki modal kultural atau keahlian maka dapat menggunakan modal ekonomi. Kemampuan itu harus dimunculkan misalkan dengan kekuatan dalam menggalang asosiasi,” tutur Rosa, sapaan akrabnya.


“Ini bisa dilakukan agar bu nyai dapat melakukan perubahan.  Salah satu kekuatan yang dimiliki perempuan ketika berada di tengah masyarakat dan tidak mampu berdaya karena terpinggirkan berbagai hal maka dapat menggunakan eksplorasi pengetahuan yang tiba-tiba bisa didapatkan,” sambungnya.


Nyai Safira menegaskan bahwa perempuan dapat memberikan kontribusi secara terbuka. Di lingkungan masyarakat heterogen dapat muncul ketika ada kapital dalam dirinya sehingga dapat disampaikan di tengah masyarakat.


Silatnas yang digelar selama dua hari, 7-8 November 2022, itu dihadiri oleh ratusan bu nyai dari berbagai daerah di Indonesia. Antara lain dari Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan luar Jawa seperti Lampung dan Sumatra Selatan. Kegiatan terselenggara berkat kerja sama RMI PWNU Jateng, Pemprov Jateng, dan Kementerian Kominfo.


Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori