Institut Hasyim Muzadi Tekankan Perlunya Penguatan NU sebagai Masyarakat Madani
Senin, 6 Juli 2020 | 01:15 WIB
Afina Izzati
Kontributor
Jakarta, NU Online
Nahdlatul Ulama sebagai organisasi masyarakat madani perlu dikuatkan kembali di era reformasi. Hal ini menjadi pembahasan khusus dalam webinar nasional yang digelar oleh Institut Hasyim Muzadi (IHM) Depok, Jawa Barat, Sabtu (4/7) malam.
Acara bertema ‘Revitalisasi Nahdlatul Ulama Menuju Pengabdian Abad Kedua’ ini secara khusus membahas ‘NU dalam perspektif kajian ilmiah’. Hadir sebagai pengantar kajian, Prof Rochmat Wahab. Ia bersyukur, adanya pandemi Covid-19 justru mempermudah pertemuan meski sebatas virtual.
“Melalui kejadian alam yang sekarang terjadi, Allah mendidik manusia menjadi lebih cerdas, tanggung jawab, dan kreatif. Ini sunnatullah yang harus dipahami. Adanya kesulitan, niscaya akan ada kemudahan, yaitu manusia menjadi lebih kreatif,” terangnya.
Prof Rochmat menyampaikan, bagaimana cara meneguhkan kembali peran NU di tengah masyarakat madani. NU telah lahir 94 tahun yang lalu. Ke depan, NU sendiri tidak dapat lepas dari sejarahnya.
“Untuk menjalankan proyeksi ke depan, harus dapat menangkap perjalanannya sendiri. Paling tidak, kita harus melihat NU sebagai salah satu pilar besar dalam masyarakat madani,” tuturnya.
Ia menerangkan, NU merupakan organisasi sosial kemasyarakatan serta keagamaan yang pernah menjadi partai politik. “Kita seharusnya kembali kepada khittah NU 1984. Artinya, misi keagamaan adalah yang utama, sedangkan lainnya adalah pendukung,” tandasnya.
Oleh karena itu, Prof Rochmat mengajak kader-kader NU untuk turut serta meluruskan perjuangan muassis, terutama dalam menyongsong abad ke depan.
Ia berharap, agar NU sebagai salah satu pilar masyarakat madani dapat memainkan peran penting. Tidak tergoda dengan apapun, tetap istiqamah menegakkan kebenaran dan keadilan dalam rangka menuju baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Dinamika pergulatan
Dalam acara yang disiarkan langsung melalui aplikasi Zoom dan YouTube Pesantren Al-Hikam Depok tersebut juga dihadiri narasumber lain, yakni Prof M Atho’illah Shohibul Hikam. Ia menjelaskan, perjalanan NU sebagai dinamika pergulatan.
“Dinamika pergulatan ini antara sebuah kekuatan organisasi masyarakat sipil dengan berbagai kekuatan masyarakat bangsa dan negara Indonesia dalam rangka mencari harmoni,” terangnya.
Menteri Riset dan Teknologi era Gus Dur ini menambahkan, perjalanan NU dalam masyarakat sipil dan politik Indonesia dapat dilihat setidaknya dalam lima tahapan. Pertama, pada 1926-1952. NU berkiprah dalam pendidikan dan dakwah aswaja. Kedua, Pada 1952-1959, berkiprah sebagai partai politik NU.
“Ketiga, pada 1959-1973 juga di partai NU. Kemudian, keempat, pada 1973-1983 kekuatannya kiprahnya dalam partai PPP. Terakhir, kelima, pada 1983-sekarang memutuskan kembali ke khittah dan meninggalkan politik praktis,” jelasnya.
Hal senada juga diungkap oleh H Muklas Syarkun selaku penanggap dalam acara tersebut. Ia menyatakan, NU pernah terlibat politik praktis karena keadaan mendesak. Namun, pada 1970-an sudah dipikirkan untuk keluar dari politik dan kembali ke khittah pada 1984.
Dalam webinar yang dimoderatori Khariri Makmun dan pembawa acara Agus Mulyana ini juga dijadwalkan pembacaan tahlil oleh KH Fadlalan Musyaffa’. Sementara sambutan atas nama keluarga KH Hasyim Muzadi disampaikan KH M Yusron Shidqi (Gus Yusron).
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Daftar Barang dan Jasa yang Kena dan Tidak Kena PPN 12%
2
Hitung Cepat Dimulai, Luthfi-Yasin Unggul Sementara di Pilkada Jateng 2024
3
Khutbah Jumat: 5 Perkara yang Harus Disegerakan
4
Hitung Cepat Litbang Kompas, Pilkada Jakarta Berpotensi Dua Putaran
5
Kronologi Santri di Bantaeng Meninggal dengan Leher Tergantung, Polisi Temukan Tanda-Tanda Kekerasan
6
Bisakah Tetap Mencoblos di Pilkada 2024 meski Tak Dapat Undangan?
Terkini
Lihat Semua