Nasional

Jangan Dianggap Sepele, Perundungan dengan Ledek Nama Orang Tua Bisa Picu 'Hukum Rimba'

Rabu, 28 Agustus 2024 | 20:00 WIB

Jangan Dianggap Sepele, Perundungan dengan Ledek Nama Orang Tua Bisa Picu 'Hukum Rimba'

Ilustrasi stop bullying. (Foto: freepik)

Jakarta, NU Online

Dosen Psikologi Klinis Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga menjelaskan tentang dampak negatif perundungan bagi kesehatan mental anak-anak, terutama perundungan yang dilakukan dengan cara meledek dengan nama orang tua.


Menurutnya, meledek dengan melibatkan nama orang tua termasuk kategori perundungan yang bisa berdampak negatif bagi mental siswa atau anak-anak.


“Itu merupakan pengikisan adab dan etika anak-anak terhadap orang tua. Secara neupsikologi, otak manusia itu akan merekam kebiasaan. Ketika hal tabu dibiarkan lama-lama akan menjamur dan menganggap hal (tersebut) lumrah,” ujarnya kepada NU Online, pada Selasa (27/8/2024).


Dampak dari perundungan yang dilakukan dengan meledek nama orang tua sangat serius, tak bisa dianggap sepele. Menurut Aufa, yang perundungan dengan meledek nama orang tua itu dapat mengikis nilai kesopanan dan penghormatan kepada orang tua.


Dalam jangka panjang, apabila tidak ada figur yang dihormati, hal ini akan membuat anak-anak merasa bebas dan tidak ada yang mengontrol. Bahkan, jika perundungan meledek nama orang tua dibiarkan maka akan bisa memicu terjadinya 'hukum rimba'.


“Dampak terburuk ketika anak tidak punya figur yang dihormati, maka agresi (penyerangan) akan menjamur. Terjadilah hukum rimba. Kalau hukum rimba menjamur, maka akan marak kerusakan mental, fisik, dan psikologis,” jelasnya Konselor Psikologi Biro Psikologi Tazkia UIN Salatiga itu.


Ia menyebut, apabila terjadi kerusakan mental, psikologi, dan fisik maka akan menyebabkan kerusakan generasi bangsa. Hal ini karena mereka sudah tidak mempunyai kompetensi dalam melangsungkan hidup dalam hal ini berperadaban.


“Artinya aspek dalam peradaban adalah seni, teknologi dan bentuk-bentuk bangunan fisik lainnya. Namun peradaban tidak hanya mencakup aspek seni, sains, dan teknologi. Akan tetapi ketiga hal tersebut harus dikolaborasikan dengan nilai-nilai kemanusiaan, yang diawali dan basic utamanya adalah saling menghormati, respek,” paparnya.

 

Ia menegaskan, perilaku saling menghormati sangat luas implikasinya termasuk dampak positifnya.


“(Yaitu dengan) tidak menjelekkan, nilai toleransi, kasih sayang, menghargai, santun adab dan lain-lain,” pungkas Sekretaris Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Semarang itu.


Upaya guru atasi perundungan di sekolah

NU Online mewawancarai seorang guru di Pringsewu, Lampung, Itma Mussiamah untuk mengetahui berbagai kasus perundungan dan upaya mengatasinya.


Kepada NU Online, Itma mengaku pernah mendapati kasus perundungan di sekolah. Ia mendapati kasus perundungan yang bersifat verbal atau ucapan.


Sebagai guru, Itma mengaku punya strategi untuk mengatasi perundungan yang terjadi. Biasanya, ia memberikan arahan dan bimbingan berupa nasehat untuk mengingatkan siswa bahwa perundungan bukan perilaku yang dapat dibenarkan dan tidak boleh diulangi lagi.


“Lalu mempertemukan kedua pihak untuk segera berbaikan dan kembali berteman seperti yang lainnya,” ujarnya kepada NU Online, pada Ahad (25/8/2024).


Itma mengeluhkan bahwa siswa-siswi saat ini telah jauh berubah dibandingkan anak-anak zaman dulu, karena pengaruh handphone atau smartphone.


Menurutnya, siswa saat ini cenderung dengan mudah mengabaikan nasihat guru maupun orang tua. Sebagai guru, ia sudah melakukan ikhtiar maksimal, bahkan memberikan bimbingan dan nasehat kepada siswa, tak lupa juga mendoakan.


“Dengan doa dan usaha supaya siswa-siswi kita tidak terjerumus ke jalan yang salah dan bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk,” terangnya.