Nasional

Kasus Bilqis Terkuak, Penculikan dan Perdagangan Anak Makin Meresahkan

NU Online  ·  Jumat, 21 November 2025 | 15:30 WIB

Kasus Bilqis Terkuak, Penculikan dan Perdagangan Anak Makin Meresahkan

Ilustrasi penculikan anak. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online

Kasus penculikan dan perdagangan anak semakin meresahkan dalam beberapa bulan terakhir dan memunculkan kekhawatiran luas di masyarakat. Salah satu kasus adalah penculikan Bilqis (4), yang hilang saat bermain di Taman Pakui Sayang, Makassar, pada 2 November 2025. Empat hari kemudian, Bilqis ditemukan di Jambi, diduga kuat menjadi korban jaringan jual beli anak lintas daerah.


Plt Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak (PKA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Ratna Susianawati menekankan bahwa perlu perlindungan dan kewaspadaan secara bersama.


“Pastinya ini menjadi kekhawatiran kita bersama ya. Beberapa waktu yang lalu juga ada modus-modus kejahatan yang kemudian melakukan penculikan terhadap anak dan bayi. Yang kemudian juga modus-modusnya semakin beragam saat ini. Seperti terakhir yang kemarin kasus di Makassar,” ujarnya saat ditemui NU Online di Jakarta pada Kamis (20/11/2025).


Ia menilai, kasus yang menimpa Bilqis menunjukkan lemahnya kewaspadaan publik ketika anak berada di ruang terbuka. “Harus ada rasa untuk membangun solidaritas bersama. Karena ketika orang tua atau siapapun melihat, menduga adanya kasus-kasus kemungkinan akan menculik anak yang seringkali tidak terdeteksi,” katanya.


Ratna juga menyoroti perlunya pendidikan perlindungan diri bagi anak sesuai dengan usianya. “Ini memang perlu pendidikan kepada anak, supaya hati-hati, bagaimana anak mulai paham untuk membentengi dirinya sendiri, jangan mudah diimingi-imingi sesuatu dari orang yang tidak dikenal,” tegasnya.


Ia juga mengingatkan bahwa orang tua memiliki peran krusial dalam pengawasan. “Ketika anak bermain di ruang publik atau ruang terbuka, itu perlu pengawasan. Pengawasan menjadi sangat penting,” ujarnya.


Lebih lanjut, Ratna menyampaikan bahwa gugus tugas perlindungan anak yang tersebar di setiap daerah memiliki tugas untuk pencegahan, penanganan, penegakan hukum, hingga kerja sama antar-instansi dalam menghalang perdagangan orang.


“Deteksi dini untuk memahami tanda-tanda perdagangan orang dan sebagainya memang harus semakin diwaspadai masyarakat,” katanya.


Ia mengungkapkan bahwa ruang publik masih menjadi titik paling berbahaya. “Kalau kita melihat titik rawan terjadinya, pasti di ruang publik. Jika tidak terkontrol dengan pengawasan orang tua, sangat mungkin berisiko menjadi korban,” ujarnya.


Ratna menekankan pentingnya solidaritas masyarakat dalam mencegah dan mendeteksi dini tindakan mencurigakan di sekitar anak.


“Prinsipnya dalam perlindungan anak, setiap anak adalah anak kita. Artinya ini ketika ada anak di manapun dalam situasi apapun, setiap orang harus memiliki pandangan yang sama dan memiliki sense bahwa setiap anak adalah anak kita,” pungkasnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang